23. kemuraman di gedung olahraga

12 3 17
                                    

Dan yang terjadi besoknya adalah ....

Mereka sudah memanggil masing-masing dengan nama depan!

Entah kenapa aku senang mendengar berita tak penting ini.

Tapi agaknya Daniel dan Junko baru dekat sebagai teman seprofesi. Kau tahu apa maksudku.

Duduknya pun masih pisah meja.

"Sudah lama aku tidak melihat Mine. Ke mana saja dia?" Daniel bertanya padaku dari meja paling depan, terhalang meja tengah yang ditempati Junko.

"Masih di rumahku." Aku menjawab sembari masih fokus pada bacaanku; buku yang waktu itu sempat tak jadi kubaca karena gengsi terhadap Junko. Laki-laki kok baca novel romansa.

Tidak tahu kenapa aku punya bayangan saja kalau hal itu dianggap agak aneh.

Junko yang baru mengetahui fakta tersebut, segera saja berpaling padaku. "Pacarmu tinggal serumah denganmu?"

Ah, ini akan merepotkan.

Aku lupa soal Daniel dan Junko yang belum tahu siapa sebenarnya Mine. Pada musim semi kemarin biarpun aku dan Mine sering mengobrolkan tentang proyek cerita itu di depan Daniel, agaknya dia tidak terlalu menyimak dan peduli. Tahu Mine tinggal di rumahku saja dia tak bertanya lebih jauh.

Aku melirik sekilas ke samping, tangan memegang buku. Benarkah aku harus menceritakan ke mereka?

"Kalau Mine tinggal di rumahku, lantas kenapa?" Aku mencoba memancing reaksi Junko dulu.

"Memangnya dia tak punya tempat tinggal? Atau segitu bucinnya kalian sampai tak ingin berpisah barang sedetik saja?"

"Enak saja."

Bucin dia bilang?

Aku mengembuskan napas, menutup buku. "Jangan di sini bicaranya."

Menghindari Mine jikalau dia tiba-tiba ke sini.

Daniel mengikuti dengan malas-malasan dan menguap. Junko yang memaksanya untuk terus menemaninya. Katanya tak mau berduaan denganku saja. Aku juga tidak mau, ya.

Dari hari ke hari, sekolah semakin ramai. Banyaknya karena kegiatan klub seperti klub sepak bola dan klub orkestra. Dari kemarin-kemarin, sekolah ramai oleh teriakan pemain-pemain bola dan suara alat-alat musik yang dimainkan murid di beberapa sudut sekolah.

Aku menghalangi kepala dengan tangan dari sengatan sinar matahari saat berjalan di selasar. Aku jarang sekali pergi ke area ini. Kakiku melangkah sesuai kehendaknya sendiri.

Ketika aku membuka suatu pintu dengan asal, kutemukan lapangan indoor kosong yang hanya terdengar suara samar pendingin ruangan di dalamnya. Mulutku menyeringai.

Beberapa saat berlalu, aku, Daniel, dan Junko sudah duduk di posisi enaknya masing-masing di atas panggung. Aku duduk selonjoran di balik dinding yang membatasi panggung dengan lapangan. Junko di tengah-tengah, kakinya menggantung ke bawah. Daniel sendiri berjalan-jalan mengitari tempat itu.

Santai saja, tak akan ada yang mengganggu, pintu masuknya sudah kukunci agar tak ada yang masuk.

"Jadi ada apa dengan Naoe-san?"

Kutangkap nada peduli pada suara Junko yang bertanya tentang Mine. Sebagai rival, sah-sah saja dirinya penasaran dengan asal-usul gadis yang berhasil mengalahkan kecantikannya itu.

"Dia bukan manusia dunia ini."

Junko tertawa ngakak. "Daniel, kau dengar tadi dia bicara apa?"

"Tidak."

the fiction girl want her story [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang