24. hero and mine

16 3 17
                                    

Mine tiduran di sebelahku sembari memelukku dari samping. Seperti biasa lampu kamar tidurnya tidak dia nyalakan entah karena alasan apa. Badai di luar sedang dahsyat-dahsyatnya melanda kota. Mine yang penakut wajar-wajar saja melakukan ini padaku.

Sedang aku bersandar ke dinding, mengelus-elus kepalanya, berharap sedikit membuatnya terlindungi dari petir yang sedari tadi menghunjam sebagian kecil negara Jepang.

"Lampunya kok tidak dinyalakan sih, Mine?" Akhirnya aku memutus rasa penasaranku juga.

"Aku merasa lebih rileks saja dalam suasana gelap begini." Suaranya agak parau. "Ketika tinggal sendirian di ruang rahasia perpustakaan nomor dua, seringnya lampunya juga aku matikan. Aku takut jikalau aku bisa melihat ke seluruh ruangan yang terang benderang, akan ada sesuatu yang terlihat dan aku tambah ketakutan."

"Bukannya jika ruangannya gelap, justru kau jadi tidak tahu kalau seandainya memang ada makhluk yang muncul di sekitarmu?"

Kulitku dia cubit. Aku mengaduh.

"Justru agar aku tidak tahu," jawabnya dengan suara lebih kencang. "Aku hanya perlu membayangkan aku sendirian terus, kan? Biarpun kesepian, setidaknya aku merasa aman karena tidak ada seorang pun yang bisa membahayakanku."

Kegetiran melanda hatiku. Bagi Mine, kesendirian dan kesepian itu merupakan kesengsaraan dalam hidupnya. Tetapi dia lebih memilih begitu daripada harus bersama dengan seseorang atau sesosok makhluk yang bisa membahayakannya.

Intinya, Mine benar-benar takut pada manusia lain di luaran sana.

Untung saja sekarang sudah tidak lagi.

Aku mengembuskan napas. "Maaf, ya." Aku bersahut pelan. "Aku datang kurang cepat."

Mine menggeleng-gelengkan kepalanya di dadaku. "Aku yang berterima kasih karena Hiro-kun sudah menemukanku dan bersedia menampungku di sini. Aku tidak bisa memberi imbalan apa-apa."

"Hei."

"You're my hero."

Sejak kapan, seorang laki-laki yang kerjaannya hanya tidur di sekolah, dapat menyelamatkan hidup seorang gadis 'fiksi' yang di ambang ketakutan. Aku tidak merasa seberjasa itu dalam hidupnya.

"Hiro-kun tahu." Aku dapat merasakan senyumnya di sana. "Aku merasa beruntung karena dicintai Hiro-kun. Hiro-kun itu baik, lucu, dan berusaha keras. Aku bahkan mempunyai foto di mana aku dicium oleh laki-laki yang kusukai itu. Mana Hiro-kun waktu itu lagi ganteng-gantengnya."

Aku menyambar pipinya untuk kucium. Lalu berbisik ke telinganya. "Sudah ya, berhenti? Aku bisa mati karena terlampau bahagia."

Dalam keremangan kamar tidur Mine, kulihat senyumnya mengembang manis di depan wajahku. Ada rona merah juga di pipinya yang kucium tadi.

Aku ikutan senyum.

"Aku juga bahagia ada di dekat Hiro-kun."

Dia kupeluk lagi, merasakan detak jantungnya yang nyata di jantungku yang berdebar dengan ribut. Mine pandai sekali dalam hal memuji seseorang. Dan aku mudah sekali malu akan pujian seseorang padaku.

Kami benar-benar cocok, kan?

Tiba-tiba aku terpikir lagi pada percakapanku dengan Daniel dan Junko siang tadi. Tentang selamanya. Apa Mine akan selamanya berada di dunia ini? Akan selamanya hanya bisa berinteraksi dengan sebagian orang?

Tapi... dia sendiri bilang bahagia ada di dekatku. Aku pun bahagia bisa bersamanya terus. Lantas, mengapa kami harus berpisah jika dua-duanya merasakan kebahagiaan satu sama lain?

"Mine."

"Iya, Hiro-kun?"

Jangan tanyakan ini. Nanti jika kau tahu kenyataannya, memangnya kau siap, Hiro?

the fiction girl want her story [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang