Hal pertama yang harus dipikirkan ketika membuat cerita menurutku dan Mine adalah ide atau tema.
"Aku ...."
Mukanya tampak malu seperti tengah memikirkan hal yang sulit diungkapkan.
"Aku ingin cerita romansa."
Seharusnya aku sudah bisa menduganya. Pada dasarnya meski kini sedikit demi sedikit dia sudah menunjukkan sikap dewasa atau tenangnya, Mine adalah gadis yang normal walau dia tidak nyata. Semua gadis menginginkan cerita romansa yang romantis dan manis.
Aku hampir memandangnya jijik. "Kau harus pikirkan tentang aku juga yang akan menulis ceritanya. Dan aku tidak mau jika temanya romansa."
Wajahnya langsung merengut kesal. "Kau ini sulit sekali diajak kerja sama."
"Lho." Aku melipat lengan. "Aku sudah berbaik hati menerima bantuanmu. Dan seperti yang kau bilang saat itu, bukankah kita harus saling mengerti?"
"Terus kau ingin menulis tema apa?"
"Action."
"Ditolak." Tangannya sampai membentuk silang.
Ini akan susah. Aku dan Mine benar-benar berbeda.
Aku menyimpan siku di meja, menatap melewati tubuhnya ke jendela yang menampilkan langit dan pemandangan kota tempatku tinggal. Garis lihat di sini cukup indah. Perpustakaannya pun cenderung sepi dan sunyi, sangat pas sekali dijadikan tempat untuk tidur ketika istirahat. Hanya saja ada penunggunya.
"Yang paling mudah dibuat saja agar cepat selesai." Mine mengusulkan. "Sudah kubilang, tema percintaan."
"Sekolah? Atau kehidupan sehari-hari?" Aku menangkap awan yang bergerak lambat di langit biru.
"Iya percintaan juga termasuk ke dalamnya, kehidupan sehari-hari di sekolah. Itu jelas-jelas mudah dibuat!" Mine menyender ke kursi.
"Batu kertas gunting bagaimana?" Aku memberi penawaran demi memperkecil risiko perdebatan hingga ke depannya.
Setelah berpikir sebentar, Mine akhirnya setuju. Kami pun melakukan batu gunting kertas.
Aku mengeluarkan gunting, sedangkan dia kertas. Aku yang menang. Mine meredam kekesalannya di tengah senyuman miringku.
"Shiragami-kun, coba dengarkan." Sebelum aku memutus tema cerita yang akan kuambil, tiba-tiba Mine bicara. "Deskripsi tokohku mengarah pada tema romansa, lho."
'Gadis cantik dengan rambut sepanjang dada berwarna keabuan, tubuh ideal, penakut, selalu malu saat tak sengaja menunjukkan sisi kekanak-kanakannya'.
"Itu bisa juga dipakai di tema aksi," protesku.
"Mana ada!" Dia memukul meja.
"Kan aku yang menang. Kau jangan protes dong!"
Mine ini sungguh tidak bertanggung jawab.
Melihatnya yang semakin cemberut dan malah merujuk ke raut sedih, aku berpikir sebentar. Kemudian, "Kita pakai tema sekolahan saja."
Rautnya pun melunak.
Lagipula kenapa aku memilih aksi? Padahal aku jarang sekali menonton film.
Hal berikutnya yang harus dipikirkan adalah ide cerita. Aku memutar-mutar pulpen di atas secarik kertas bersih pemberian Mine. Kalau masalah ini, sepenuhnya aku serahkan ke dia saja.
Lalu Mine pun menyebutkan. "Aku disukai oleh laki-laki ganteng yang baik hati, perhatian, dan dewasa. Tapi aku selalu tidak peka. Tapi laki-laki itu pantang menyerah. Dia mencoba segala cara untuk menyampaikan perasaannya padaku."
KAMU SEDANG MEMBACA
the fiction girl want her story [end]
Romansaada gadis yang mengaku 'tokoh fiksi' di perpustakaan nomor dua yang hiro temui.