01 Bike

564 32 8
                                    

Tidak perlu mendengar orang lain
- Raya Nadira Arayan -

____

Raya menyimpan sepeda kesayangannya di tempat parkir motor. Saat teman-temannya membawa mobil dan motor, hanya Raya yang terlihat membawa sepeda. Ya, tentu saja hanya dia siswa yang masih memakai sepeda ke sekolah.

"Masih jaman gitu make sepeda ke sekolah?" celetuk salah satu adik kelasnya.

Raya berjalan tidak memedulikannya, ia juga tidak mendengar lontaran kalimat itu karena memasang earphone di telinganya.

"Biasalah pasti miskin!" ucap salah satunya yang sedikit membesarkan suara.

Raya terlihat tidak peduli, ia terus berjalan melewati mereka. Hoodie hitamnya menutupi kepala, tidak lupa masker hitam yang selalu dipakainya.

"Dasar udah miskin, budeg anjink!" lontar adik kelas Raya dengan kasar.

Mereka berjalan menabrakkan bahu mereka pada Raya dengan sengaja. Ia hanya menatap kepergian dua perempuan itu, pikir Raya mungkin mereka terburu-buru dan tidak sengaja menabraknya.

Ia memasuki kelasnya. Semua menatap ke arahnya, bagi Raya tatapan itu sudah biasa dari dia sekolah dasar hingga sekarang masih sama. Tatapan tidak suka, benci, iri, biasa saja, semua menjadi satu. Raya tidak memperhatikan mereka, siapa peduli? Ia sekolah untuk belajar bukan untuk menanggapi mulut sampah mereka.

"Liat si miskin, masa sih orang kayak dia bisa akselerasi?" ejek salah satu siswa di kelas Raya.

Raya mendapatkan akselerasi keduanya di bangku SMA dan sekarang ia sudah kelas 3. Beberapa kakak tingkat membencinya, ada juga yang bangga dengan keberhasilannya.

"Apa sih, Mia?! Bilang aja lo iri kan sama Raya?!" timpal Laura.

"Idih, siapa juga yang iri sama orang miskin kayak dia," balas Mia.

Laura dan Mia saling melempar argumen, mereka saling tunjuk dan melontarkan kalimat kasar satu sama lain.

"Bilang aja lo enggak sanggup nyaingin kepintaran Raya, jelaslah!" terang Laura membuat Mia berdesis.

"Heh! Mikir deh lo! Atau lo juga sama miskinnya sama dia?! Cocok, sih!" balas Mia tersenyum miring.

Laura tidak tinggal dia. Ia berdiri dari bangkunya, Mia pun demikian membuat semua perhatian ke arah mereka.

"Weh, Mia, Laura udah!" cegah Bagas selaku ketua kelas.

Hal itu mendapatkan perhatian langsung dari Raya. Ia melepaskan hoddie dan maskernya, melihat temannya seperti bertengkar dengan Mia. Ia melepaskan earphone nya yang sedari tadi terpasang, mendengar argumen dua manusia itu membuat telinganya berdenging.

"Jaga, ya, mulut lo anjink!" sungut Laura.

"Lo yang harus jaga mulut lo atau lo suka sama Raya secara 'kan dia lesbian!" hardik Mia.

"MIA!"

Seisi kelas dibuat kaget oleh suaranya. Bryan menatap Mia dengan amarah. Bahkan setelah bentakannya seisi kelas menjadi hening. Mia meneguk salivanya dengan susah, sementara Laura tersenyum miring menatap makhluk di depannya.

'Rasain lo!' gerutu Laura dalam hati.

Decitan bangku bergesekan dengan tegel terdengar. Semua mata melihat ke arah Raya. Perempuan itu berjalan santai menghampiri Mia yang terlihat was-was.

Raya memasukkan kedua tangannya di saku celananya. Mensejajarkan badannya dengan perempuan pendek di depannya. Mia sedikit mundur karena aksinya. Siapa peduli, mereka menikmati pertengkaran itu sedikit bumbu sebelum memulai pelajaran pertama.

I'm the Middle (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang