I'm also tired of hearing all of your crazy babblings
- Raya Arayan -
________Tembok dengan cat putih itu kini berubah warna. Pasti Pak Ahmen akan kembali mendumel karena perubahan warna tembok yang sangat cepat.
Rasa sakit di tangannya tidak sebanding dengan rasa sakit di dalam hatinya. Raya sudah berusaha untuk tidak hilang kendali. Di rumah ia menahan amarah untuk tidak membunuh ayah tirinya, di sekolah ia berusaha untuk tidak memiliki urusan dengan orang-orang yang membencinya. Apa salahnya membiarkan Raya hidup tenang?
Beberapa tumbukan ia layangkan pada tembok yang kini sudah berwarna merah karena darahnya. Tidak ada tangisan di sana, tapi begitu sakit jika ia terus memikirkannya. Setidaknya orang juga menganggap dirinya memiliki hati dan akan sakit dengan lontaran jahat mereka, tapi sayangnya tidak. Tidak bagi Raya.
Bugh
Tumbukan terakhir, hanya satu kata yang menggambarkan dirinya saat ini. Lelah. Ia ingin istirahat, tidur dengan tenang. Sebelum tidur suara ocehan Rialdo mengganggunya, setelah bangun pun suara ocehan Nadin tidak berhenti di telinganya. Seperti semua kalimat-kalimat itu keluar untuk menghakimi dirinya.
"RAYA!" pekik mereka semua.
Perempuan itu di sana berdiri mematung melihat mahakarya yang telah ia ciptakan. Tetesan darah mengalir di tangannya dan menetes di lantai semen rooftop. Celananya pun ikut kotor oleh darahnya.
Raya mengambil masker baru di kantung hoodie yang ia kenakan dan memakainya. Rambutnya basah oleh keringat dan tentu saja tangannya pasti sangat sakit. Raya menarik napas perlahan dan menghembuskannya. Ia tidak mungkin seperti ini terus, ia harus berubah.
"Ray," panggil Bagas dengan hati-hati mendekatinya.
Raya menoleh melihat Bagas dengan wajah ketakutan dan yang lain juga. Mereka mengkhawatirkannya?
"Kok kalian di sini?" Satu pertanyaan terucap di balik masker itu.
"Gue takut lo kayak dulu," jawab Bagas.
Atensinya memperhatikan tangan Raya yang terus mengeluarkan darah.
"Ray, lo enggak apa-apa 'kan?" Bian menghampiri.
Wajah ketakutan mereka semua terpancar bercampur dengan keringat.
"Udah, gue enggak apa-apa, kok. Gas, balik kelas. Udah mau masuk," ajak Raya.
Mereka mengikuti perempuan itu. Jejak darah tercetak di knop pintu membuat Ale bergidik ngeri. Seperti apa masalah hidup Raya hingga membuat perempuan itu sangat brutal terhadap dirinya?
"Ray, ke UKS, ya!" ajak Bian.
"Enggak, Yan. Gue oke, kok. Lo kenapa nyari gue?" tanya Raya seolah tidak terjadi apa-apa pada dirinya.
"Tadi gue liat lo lari ke atas sini makanya gue kejar," jawabnya dengan jujur.
Mereka sampai di koridor kelas Raya. Beberapa orang memperhatikan mereka berlima.
"Enggak jelas. Udah mending lo balik, kita juga mau masuk ini," suruh Raya.
"Tapi lo oke 'kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm the Middle (TERBIT)
Teen Fiction⚠️TRIGGER WARNING⚠️ Menjadi seorang anak "tengah" membuat Raya harus selalu menurut pada kakak perempuannya atau mengalah pada adiknya. Pikiran Ibunya selalu menganggap bahwa dia merupakan anak laki-laki yang sejatinya adalah anak perempuan. Di bali...