Tidak apa, hanya aku yang salah.
- Arayan -_______________
______Moment 1 bulan yang lalu terulang kembali. Berharap seseorang mampu merangkul Raya sekarang. Ia tidak bisa lagi menahan semua rasa sakitnya.
"Lo pikir lo siapa gitu?" sungut Yuna.
"Iya, pulang pergi seenaknya. Lo enggak punya sopan santun banget lho, Bang Raya!" sindir Alfian.
Raya tetap makan dengan khidmat. Ada perut yang perlu diisi, ada tenaga yang perlu di charger. Rasanya memang seperti menelan bebatuan sedimen, setiap menelan melukai organ dalam.
"Kalau gue yakin sih di luar sana dia udah ngapa-ngapain gitu," cibir Rian.
Suapan terakhir itu seperti batu meteor yang menimpa kepalanya. Ia bahkan harus menelannya dengan bantuan air minum. Raya tidak merasa salah untuk makan, karena yang memasak dia dan sebelumnya ia sudah membersihkan rumah juga.
"Raya, apa benar itu? Mama udah capek dengar semua masalah yang kamu buat." Nadin mencoba menghampiri anaknya.
Raya segera berdiri, membersihkan sisa bekas makanannya. Ia takut semua yang tersisa darinya adalah kotoran dan membuat mereka menuduhnya pengotor dan lain-lainnya.
"Kamu dengar tidak Raya?!" sentak Nadin.
Raya bergeming, bukan tidak sopan. Jika ia berbicara semuanya akan menjadi boomerang untuknya atau bahkan bisa menyakiti semua keluarganya.
Ia melepas tangan Nadin di pundaknya. Beralih membersihkan meja makan. Bibirnya sudah bergetar, tangannya sangat lemas. Bahkan Nadin tidak bertanya tentang barcode yang ia ciptakan di kedua tangannya. Lagi pula sepenting apa dia?
"Benar-benar anak kurang ajar kamu!" pekik Rialdo.
Plak
Satu tamparan keras menghentikan aktivitasnya. Lelaki paruh baya itu berani menyentuhnya. Raya tidak ingin gegabah, ia lanjut mengepel lantai dapur yang kotor setelahnya mengambil kursi dan duduk di tengah-tengah mereka.
"Silakan tuduh apa pun, manusia ini sudah kebal. Dia tidak akan mengelak meskipun semua tuduhan padanya tidak benar," ucap Raya dingin.
Tidak ada yang bisa mendeskripsikan ekspresi Raya sekarang. Wajahnya nampak tenang, tidak ada kesedihan, kesakitan atau pun kebahagian di sana.
"Sok sok'an. Ngapain sih begitu? Berharap mau dibela?" sindir Yuna.
Memutar kedua bola matanya ke samping. Jijik melihat Raya, seolah seperti raja di sana.
"Mah! Liat deh tangannya penuh barcode. Pasti dia make, Mah!" tuduh Alfian.
"Make apa maksudnya, Nak?" Nadin tidak paham, ia melihat sendiri banyak goresan di tangan Raya bahkan beberapa masih mengeluarkan darah.
"Narkoba," timpal Rian.
Yuna yang mendengar itu pun seperti tidak percaya. Namun, amarahnya lebih besar daripada rasa penasarannya pada Raya.
Nadin seperti tersambar petir. Apalagi tidak ada reaksi apa pun dari Raya jika itu benar atau salah. Anaknya itu hanya duduk tenang tanpa ekspresi.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm the Middle (TERBIT)
Teen Fiction⚠️TRIGGER WARNING⚠️ Menjadi seorang anak "tengah" membuat Raya harus selalu menurut pada kakak perempuannya atau mengalah pada adiknya. Pikiran Ibunya selalu menganggap bahwa dia merupakan anak laki-laki yang sejatinya adalah anak perempuan. Di bali...