Telapak tangan itu lepas, berhenti membekapnya. Attala merasa bisa bernapas lega dan langsung menegur, "Jeno lo ngapain?"
"Maaf," jawaban itu mengubah tubuh tegang Attala menjadi getaran yang membuatnya salah tingkah. "Gue Elang." Tanpa diduga cowok itu, Attala langsung berbalik badan dan memeluknya erat.
"Gue takut! gue kira lo ninggalin gue gara-gara gue kepala batu!"
Elang bingung harus membalas pelukannya atau bagaimana. Ia memutuskan mengelus puncak kepalanya, sudah lama tidak melakukan itu. "Lo aman. Maaf ngagetin lo."
"Lo kemana aja sih?" tanya Attala kesal.
"Gue nge-hack sensor alrm pake korek bensin punya Jeno." Mendengar itu, Attala lansung membisu, ternyata cowok itu masih rela berkorban dan berjuang untuk menyelamatkannya.
"Gue kira lo udah gak peduli sama gue."
"Bahkan lo masih berpikir kayak gitu ketika tadi gue larang lo buat jauhin dia."
"Mana gue tau kalau dia cowok nakal."
"Makanya jangan terlalu gampang ngasih kontak ke cowok karena penampilannya!"
Masih dalam kegelapan mereka terus berdebat. "Menurut lo gue cewek gampangan?"
"Gak gitu."
"Lo pikir gampang buat gue lupain lo? gue berusaha jalan sama cowok manapun demi selangkah lagi gue lupain lo, tiba-tiba lo datang dan semuanya buyar gitu aja?!"
Sunyi mendera mereka. Attala merasa bodoh karena mudah terbawa suasana hingga refleks mengeluarkan unge-unegnya. Ia sangat malu dan merasa tolol seketika.
"Gue seneng lo sekarang jadi seseorang buat banyak penggemar lo. Gue berharap lo sukses seterusnya."
Attala masih terdiam mendengarnya. Baginya, Elang masih teman masa kecilnya yang dulu, bahkan mungkin saking sayangnya sebagai sahabat sampai lupa kenangan mereka sebagai sepasang kekasih yang pernah saling mencintai.
Attala tidak ingin berlama-lama di situasi seperti ini, ia memutuskan melepaskan pelukannya dan meminta maaf sambil berlari kecil tidak sabar ingin keluar dari sana.
"Gue bakal anterin lo pulang," ucap Elang tanpa meminta persetujuan.
Attala masih terdiam.
"Rumah lo di mana?"
"Lok lo gak pamitan sih pindah rumah?" tanya balik Attala.
"Lo nyari gue?"
"Enggak. Kebetulan lewat."
"Ya gue pikir lo benci banget sama gue."
"Pikiran kita sama."
Mereka tiba di tempat parkir dan memasuki rubicon putih.
Di perjalanan, Elang salah fokus dengan penampilan Attala yang baru disadarinya. Duduk di sampingnya dengan tubuh yang hanya berbalut gaun sepaha. Menyadari lirikan Elang, Attala segera merentangkan tangannya untuk melebarkan roknya tapi sia-sia karena ia sedang duduk, bukan berdiri yang menampakkan lututnya masih bisa tertutup.
"Lo banyak berubah ya," gumam Elang fokus menyetir.
"Apa penampilan gue malam ini terlalu mencolok?"
"Iya, bagi gue yang biasa melihat lo tomboy."
"Oh ya, anterin gue ke hotel Taurus." Attala berharap obrolan mereka berjalan santai dan cepat tiba di tempat tujuan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Too Late
Teen FictionJangankan udara, suatu saat nanti namaku akan berhenti hilir mudik ke ruang dadamu. Belom direvisi.