Dia bukan lagi ngejauh, cuman sibuk persiapan ujian nasional.
Itu artinya sebentar lagi benar-benar jauh, dia lulus, enyah dari sekolah dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Tante Kasih bakal bahagia dengan situasi seperti ini, ibu mana yang rela anaknya bergaul dengan preman sekolah?!
Ini yang bikin Attala tidak menyukai suasana sepi. Logika dan hatinya leluasa bersahut-sahutan, bahkan membuat keributan. Namun bagaimana jika itu benar-benar terjadi? Hati kecilnya merasa itu beban yang berat, tapi terlalu melelahkan untuk dijadikan beban. Ringankan saja, lepaskan.
Bukannya itu tidak mudah ya? Iya benar, itu semua tidak mudah dan selama ini sudah dilaluinya sepanjang hidup, jadi tidak ada salahnya untuk berlelah dan membiarkan diri sendirian, berteduh di bawah naungan waktu yang dirasa sudah cukup mengelabu selama ini.
Suara klakson menggema hingga membuatnya tercelat seketika. Saat menoleh, didapatinya senyum manis Ranya di balik kaca mobil yang terbuka. Gadis lugu itu hendak dibawa pergi oleh Ivan kekasihnya.
Mereka kelihatan langgeng, Ranya ikut bahagia dengan kenyataan itu. Ia hanya heran terhadap dirinya sendiri, kenapa selalu bersikap emosional pada Elang, sampai-sampai perasaan keduanya mulai memudar bersamaan dan kandas. Attala tidak tahu mengapa sosoknya menjadi setempramental itu.
Iguana yang bergelayut di pundaknya terasa sangat berat. Tanpa diperhatikannya, binatang peliharaannya itu memang semakin bongsor saja, panjang tubuhnya nyaris satu meter. Mungkin hanya butuh beberapa hari lagi untuk mencapai bilangan pas ukuran itu.
Teringat jelas saat-saat terakhir bersama Elang di balkon rumahnya sore itu. Cowok itu mengungkapkan kenyataan dalam hubungan mereka yang seperti bukan sepasang kekasih. Kemudian benar-benar mematenkan pendapatnya itu dengan mengakhirinya saja. Caranya menatap seperti meminta persetujuan atau penolakan, tergantung bagaimana inginnya Attala. Gadis itu mengangguk saja.
"Semoga ini menjadi pelajaran buat lo, Ta, jadikan hubungan yang sempat terjalin ini, akhir dari bagaimana cara lo itu bersikap. Gue terlalu semena-mena kalau nyuruh lo berubah, tapi gue yakin lo bisa berubah karena buah pikiran lo sendiri. Kita semakin dewasa dan agaknya cukup bagi gue yang gak bisa selalu jagain lo. Gue yakin bokap lo gak akan mencemaskan lo lagi. Dia sayang banget sama lo, Ta."
Ekspressi Attala berubah secara siginifikan saat mendengar kata 'bokap' yang keluar dari bibir penuh itu. "Bokap? Tau apa lo soal bokap gue?"
"Semenjak lo gak mau lagi ketemu sama bokap lo, dia sempat nemuin gue di jalan, dia nitipin elu ke gue, dia sadar kalau dia udah salah besar dan gak bisa jadi figur ayah yang utuh buat lo, maka dari itu menginginkan gue bahagiain dan jagain lu, Ta."
Bukannya merasa dipedulikan, Attala malah semakin menampakkan wajah tak percayanya. "Jadi kebaikan lo selama ini tuh karena bokap gue? lu bener-bener gak tulus nyayangin dan ngelindungin gue gitu? Oh pantes, lo sempat nyakitin perasaan gue, Lang, gak ada bedanya lo sama dia. Gue kecewa sama lo."
Elang panik melihat getar bola mata milik gadis itu. Dia memegang pundaknya penuh keyakinan. "Gue tulus sama lo Ta, makanya kan kita dari kecil bersahabat?!"
"Dan lo baru sadar kalau kita gak pantes pacaran?!"
Elang mengerjap karena omongannya salah lagi bagi Attala.
"Serah lo deh Ta! lo pikir aja, apa selama ini lo juga sayang dan peduliin gue juga atau gak?!" Elang yang kehabisan sabar, terpaksa mengatakan itu sambil berlalu.
Saat ini, Attala memikirkan itu. Menyetujui setiap kata-kata yang diajukan cowok yang kini sudah menjadi mantan kekasihnya. Kisah mereka tidak ada bedanya dengan cinta monyet semasa kecil yang terulang kembali itu.
"Orang bilang cinta pertama gak akan menjadi cinta terakhir," lirihnya di antara semilir angin yang peka bahwa harapan di dalam diri gadis itu sudah berakhir.
"Salah satu novel yang gue baca juga bilang kalau dari persahabatan mudah menjadi cinta, tetapi setelah cinta itu kandas, belum tentu berakhir lagi menjadi sahabat."
"Maafin gue, Lang."
Wajah imut yang sedari tadi tegak itu akhirnya merunduk seperti dahan beringin yang diterpa badai. Air matanya menetes secara bergantian.
Bersambung ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Too Late
Teen FictionJangankan udara, suatu saat nanti namaku akan berhenti hilir mudik ke ruang dadamu. Belom direvisi.