Part 11

115 14 3
                                    

Keesokan harinya pada saat Elang CS menjemput Attala untuk pergi sekolah bersama seperti biasa, akan tetapi hening yang mereka dapat. Rumah sederhana itu tampak tertutup seolah-olah sudah ditinggalkan oleh penghuninya. Atau memang sudah ditinggalkan, terus kemana hilangnya mereka? benak Elang.

Ranya dan Sasa sudah mengetuk pintu depan dan bekang rumah tersebut, juga mengintip di jendela tapi tidak ada yang terlihat di dalam, gordeng tertutup rapat. Mereka memutuskan untuk pergi berempat ke sekolah dengan segelayut tanda tanya mengenai Attala.

"Harusnya kemarin kita nemenin Kak Atta, Bang." Marin berpendapat.

"Nemenin gimana orang rumahnya masih rame, dia butuh waktu sendiri, gue tau itu!" sahut Elang sembari fokus ke jalanan.

"Iya, Rin. Tragedi kemarin pasti bikin Atta ngerasa malu banget. Ingat kan dulu kita sering denger yang aneh-aneh di rumahnya tapi dia selalu berusaha terlihat baik-baik aja itu karena dia berusaha menyembunyikan ini dari kita." Sasa menjelaskan.

"Tumben pikiran lo dewasa, Sa." Elang nyengir.

Sasa memutar bola mata. "Selain cantik, itulah kelebihan lain gue yang tersembunyi!" ujarnya angkuh.

"Lama berpisah dengan kalian, ternyata banyak kejadian mengejutkan yang baru aku tau ya." Ranya ikut berkomentar, "selama ini dia selalu terbuka dan menceritakan apapun lewat telepon, kecuali rahasia yang satu ini. Benar kata lo, Sa. Atta terlalu malu untuk menceritakannya."

Elang tersenyum melirik ke gadis yang ada di sampingnya. "Sedekat-dekatnya kita dengan seseorang, pasti ada sesuatu yang dia sembunyikan dan cukup diketahui oleh dirinya sendiri. Gak semua hal harus kita bagikan ke orang lain, meski terdekat sekalipun."

Semuanya mengangguk melow.

*

Sasa menyerahkan amplop berisi surat ijin Attala tidak bisa bersekolah yang tadi dibuatnya, kepada Dion. Cowok itu memeriksanya sekilas. "Ini tulisan lo?" tanyanya setelah membaca isi suratnya.

"Iya, tadi Atta nyuruh gue bikinin itu karena demam."

"Kok gak ada surat keterangan dari dokter?"

"Mungkin tadi baru rencana ke dokter, ribet amat sih lo! Masih untung dia inget surat seenggaknya buat ijin!" gerutu Sasa.

"Nyolot!"

Sasa yang tidak sengaja mendengar gumaman ketua kelas itu langsung berteriak di dekat kupingnya, "Nih nyolot nih!"

"Gue kan nanya baik-baik!" Dion balas berteriak.

"Itu kan menurut lo, bukan menurut gue!" Sasa kembali ke tempat duduknya. Dion juga tidak ingin memperpanjang. Dia tipe cowok simpel yang paling tidak suka berurusan dengan makhluk perempuan terutama di kelasnya sendiri.

*

Sementara itu sepasang anak dan ibu terbangun dari tidurnya. Runi tercekat menatap jam dinding di kamar putrinya yang menunjukkan pukul delapan pagi. Biasanya mereka tidak pernah bangun sesiang ini. Tapi tragedi kemarin membuat Runi dan Attala tidak bisa tidur di malam hari karena dirundung berbagai pikiran kacau. Semuanya menjadi kacau setelah Runi ditalak oleh suaminya yang lebih memilih istri mudanya.

"Atta, kamu gak sekolah?" tanya Runi menatap putrinya yang sedang mengucek mata.

"Atta malu, kemarin temen-temen jadi tau semuanya!"

"Loh kok gitu? Mereka kan sahabat-sahabat kamu, mama yakin gak bakalan mereka cerita-cerita ke murid-murid yang lain."

"Tetep aja malu aku tuh, Ma! Apalagi tetangga, mereka lagi panas-panasnya ngegosipin kita!"

Never Too LateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang