Part 28

81 4 1
                                    

Sasa sedang cemberut di mejanya sendiri ketika Ranya masuk kelas sambil mendorong kursi roda yang diduduki Attala. Beberapa teman mereka meraihnya sekadar menanyakan kabar dan perkembangan kesehatannya.

"Atta, apa kabar lo?"

"Sini-sini gue bantuin!"

"Gue sempet denger berita lo kecelakaan di grup, gue kira itu hoaks."

Attala tersenyum sumringah sebagai tanda terimakasihnya karena telah disambut dengan baik dan penuh perhatian dari mereka, meski beberapa orang tampak cuek dan hanya menyimak obrolan saja.

"Thanks ya semuanya!"

"Ssst!" desis Attala menoleh ke teman sebangkunya. Tidak mendapat respon dan kembali berdesis sampai akhirnya cewek berkuncir dua itu menyahut galak.

"Apaansiii?"

"Udah dong jangan cemberut terus. Si Jengkol emang nyebelin, gosah dikasih jatah kecupan aja!"

"Hih amit-amit, siapa juga yang suka berbagi kecupan sama dia?!"

Ranya cengengesan di bangku sebelah. "Kiki tumben jam segini belom dateng yah?" tanya Attala keheranan.

Terdengar suara langkah kaki mendekat, dua pasang sepatu memasuki kelas. Mereka bertiga serentak menoleh dan yang tampak malah Sarmia dan Sarnia. "Dateng-dateng dah diliatin aja, susah emang jadi seleb sekolah!" Sarmia berpaling angkuh menuju bangkunya.

"Tapi kok followers kita di instagram dikit ya?" celetuk Sarnia polos dan langsung mendapat pelototan dari kakaknya. Kecuali Atta Squad yang menertawakan kebodohan mereka.

"Ada yang baru sembuh nih, kalah ring di mana neng?" ujar Sarmia menatap remeh kursi roda yang dipake Attala.

Attala mendengus kesal dan meliriknya tajam. "Gini-gini gue masih bisa lempar meja loh. Jangan ngarang!"

"Ish takut. Gak yang ini gak yang ono, mukanya sama-sama asem. Katanya jadian tapi kok gak dianggap pacar ya hahaha!" Sarnia ikut memanaskan suasana kelas di pagi itu.

Sasa langsung menggebrak meja. Berdiri. Dengan gerakan leher patah-patah dia melemparkan sorot mata bengisnya. Membuat Sarnia takut dan berusaha bersembunyi di punggung kembarannya. "Ini gue mau otewe ke bangku lo atas nama temen gue. Gak ada otaknya lo ngatain temen yang lagi sakit. Gimana, mau nawar gak?" Sasa memberi ultimatum agar mereka berpikir.

"Santai aja keles, gue becanda! Urat-uratnya jangan dimunculin ngapa ntar itu muka kek baso!"

Dalam gerakan dingin, kaki Sasa melangkah menuju bangku si kembar. Dalam sekali jurus, kuku panjangnya sudah mencengkram rambut Sarnia. Mereka terlibat pertengkaran yang menambah suasana kelas yang tadinya sejuk, panas-dingin, kini hot menegangkan.

Kebetulan Dion baru saja masuk mengucapkan, "Selamat pagi." Kemudian melongok kaget sambil teriak, "Woyyy apaansi!" Lantas menarik bahu Sasa hingga mundur beberapa langkah membuatnya berteriak histeris.

"Baru masuk sekolah udah kacau begini, bukannya kangen-kangenan sama temen malah penganiayaan!" gerutu Dion tidak habis pikir melihat mereka.

"Ih najong banget gue kangen-kangenan sama kembar gaib yang kerjaannya gangguin ketenangan orang!"

"Udah Sasa, lo sama geng lo itu emang demen banget kekerasan!"

Saudara kembar itu tampak puas melihat Atta Squad disalahkan. Tapi kebahagiaan mereka tandas begitu saja setelah mendengar kalimat selanjutnya. "Lo berdua juga, sar-sar, jaga tuh mulut lemes!"

"Bentar Yon, maksud lo gue sama Sasa itu suka kekerasan?" tanya Attala tak terima. Dion malah mengangguk mantap.

"Kita gak akan bertindak tanpa sebab. Mereka emang gak bisa didiemin! Gue kesel sebenernya sama kalimat lo barusan yang bikin persepsi baru di kelas ini, tapi karena lo bersikap adil, sama-sama peringatin mereka. Gue maafin deh!"

Sasa kembali ke tempat duduknya. Dia mengerti jika Attala berusaha sabar menyikapi ini semua. Attala tampak ingin menghajar mereka semua tapi kondisinya membuatnya harus lebih bersabar tahan emosi demi proses penyembuhan.

"Yayaya gue paham maksud lo, Ta, tapi selalu menggunakan kekerasan bukan solusi juga. Gue harap kalian bisa lebih menahan emosi demi menjaga kekondusifan kelas ini."

Tanpa menoleh Attala menyahut lagi, "Lo harusnya juga peringatin si kembar juga! Boleh aja sih gue terima ceramahan bijaksana lo itu, dengan satu syarat, setelah gue sembuh kita tanding bola, kalau tim gue menang, lo harus bisa membungkam atau kalau perlu menyumpal mulut lemes itu! Kalau tim lo yang menang, maka gue dan temen-temen gue bakalan selalu mengalah di kelas ini!"

Sejenak seisi kelas saling menatap satu sama lain.

"Gue tunggu!" Dion dan Attala bertatap sengit.

Bersambung ...

Komentar yang banyak dong biar semangat nulisnya eykeuh!

Lafyuuuh:*

Never Too LateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang