Part 8

113 14 4
                                    

Attala berdiri dengan menebarkan pandangannya ke seluruh penjuru halaman rumah. Dia selalu tampak riang ketika mengenakan mahkota ranting buatan Elang yang khusus dibuatkannya sejak jaman sekolah dasar.

Di sekelilingnya tampak berpendar lampu-lampu kecil yang menghiasi pelataran rumah pohon. Bunga-bunga LED ditata rapi di setiap sudut rumah pohon. Kupu-kupu LED menjadi penghias dinding dan batang pohon.

Lalu menari-nari ke sana ke mari. Kemudian duduk di hammock yang juga pemberian Elang sebagai dekorasi halaman rumah pohonnya. Dia mengeluarkan ponsel. Selfie sesaat dan segera menghubungi teman-teman mereka.

Malam ini Attala mengenakan boyfriend jeans sebagai outfit favoritnya seperti biasa. Dibalut oversize sweater yang menghangatkan tubuhnya dari cuaca dingin. Rambut hitam legamnya diurai bebas.

Dua puluh lima menit kemudian terdengar deru mesin kendaraan yang sangat dikenali Attala. Dia berlari membukakan pagar, dan mobil merangkak masuk. Attala menyambutnya dengan ceria.

Keempat temannya keluar dari semua pintu dan agak melompat karena perawakan kendaraan itu yang tinggi. Lantas mereka terkesima melihat pemandangan di rumah pohon yang hingar bingar dengan gemerlap lampu. Mereka semua berdecak kagum. Termasuk Sasa dengan heboh mengeluarkan ponselnya untuk membuat snapgram.

"Ini lo yang bikin?" tanya Elang menatap wajah cerah Attala. Gadis itu mengangguk percaya diri.

"Gue mau tunjukkin seseorang, ayok!" Attala mempimpin mereka beranjak lebih dekat ke rumah pohon.

"Siapa? Pacar lu, Ta?" tanya Sasa. Pertanyaan itu membuat Attala dan Elang saling melirik satu sama lain.

"Ah bukan!" Attala melayangkan telapak tangannya. "Gue panggil ya," ucapnya lantas menengadah ke atas rumah pohon seolah mencari seseorang yang tak nampak seujung kuku pun. "Ini saatnya lo keluar, mereka udah datang!"

Tapi tak ada sahutan dari atas. Sementara di dalam rumah pohon itu, Ranya berselimut gugup. Setelah bertahun-tahun, untuk pertama kalinya lagi dia akan berhadapan dengan mereka, teman-teman kecilnya. Attala mengerti dengan karakternya yang introvert. Cewek tomboy itu memanggilnya sekali lagi. Barulah, Ranya memberanikan diri untuk tampil di hadapan mereka.

Mata Elang mengerjap tatkala sesosok gadis bergaun minim perlahan muncul di balkon rumah pohon. Jack, Sasa dan Marin sampai melotot mengira-ngira siapakah gerangan. Mereka semua terperangah setelah sosok itu menampakkan wajah cantiknya yang tersipu malu.

Attala yang mengerti dengan ekspressi wajah mereka yang bertanya-tanya, segera menjelaskan siapa itu. "Selamat gaes, sekarang formasi kita lengkap karena Ranya kembali hadir!"

Ranya? Mendengar nama itu, mereka lantas semakin memperhatikan gadis itu yang kini menuruni anak tangga. Penerangan yang kurang tajam membuat wajah cantik berpoles make up tipis itu sedikit samar dan asing di mata Elang, Jack, Sasa dan Marin.

Angin kencang berhembus menerbangkan rok payung milik gadis itu yang kini sudah menginjakkan kakinya di padang rumput. Rambutnya yang tipis kepirangan dengan mudah menari-nari di udara. Jepitan pita tersemat di bagian samping rambutnya.

"Jadi ini kejutannya?" tanya Elang masih tak berkedip. Attala mengangguk pasti. Dia menyaksikan bagaimana cowok itu menghampiri Ranya yang tersipu malu. Mengelilinginya disertai tatapan menelisik setiap jengkal penampilan gadis itu dari ujung kepala sampai kaki.

Elang kembali menghampiri Attala. Mereka bertatapan. Senyuman Attala yang nyaris merekah, mendadak urung tatkala cowok itu mengambil mahkota dari puncak kepalanya. Kening Attala berkerut, apa maksud dari sikap Elang? Sejurus kemudian cowok itu berpaling pada Ranya dan memasangkan mahkota tersebut di puncak kepala gadis itu.

Never Too LateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang