Runi, Ibunya Attala menyambut kedatangan Kiki dengan baik. Mereka sudah duduk manis di meja makan. Kiki teramat senang diterima dan diperlakukan hangat oleh keluarga kecil itu.
Attala risih karena ibunya dan cowok itu tampak akrab bertukar cerita. Bagi Runi, hal tersebut penting untuk mengetahui karakter dan asal-usul teman anaknya.
"Atta!"
Mereka bertiga berpaling. Suara teriakan itu tidak asing lagi. "Ta, pintunya udah kebuka, masuk aja ya gue!" Suaranya terdengar lagi kemudian muncul di ambang pintu dapur. Elang tersenyum percaya diri seperti biasanya.
"Siang Tante, maaf aku lancang. Lagi ada tamu ya?" sapanya kemudian melirik Kili yang tampak tersenyum kikuk. Sementara Attala merasa tersindir tapi ini kesempatan yang baik untuk ngomporin Si Elang yang sejak tadi bertengger di sana.
"Iya sini-sini, kamu ikut makan juga!" Runi menyambutnya juga. Kiki sadar kalau Ibunya Attala memang ramah dan baik pada semua orang, selama ini dirinya terlalu geer.
"Wah makasih Tante, kebetulan Elang lapar!" Elang beranjak menarik kursi yang tersisa dan langsung duduk.
"Ngapain lo ke sini?" tanya Attala ketus.
Elang kaget mendengarnya, tapi dia sudah terbiasa dengan bola mata yang berputar-putar itu. "Jangan jutek-jutek, Ta. Ntar gak ada yang naksir loh."
"Kata siapa? Buktinya nih!" Attala melemparkan pandangan ke samping, Kiki yang duduk berhadapan dengan Elang. Cowok culun itu tampak sumringah.
"Lo beneran suka, Ki?" tanya Elang tampak kaget.
"Itu pun kalau Tante Runi gak keberatan," sahut Kiki sontak membuat semua orang terbelalak. Termasuk Attala, bagaimana mungkin cowok culun seperti itu beraninya mengaku suka di depan ibunya pula?
"Cieee anak Bunda udah gede," goda Runi menatap anaknya. Tetapi Attala malah mendelik sinis.
"Apaan sih? Kiki lo pasti bercanda kan? Iya kan?" Attala bertanya pada cowok culun itu disertai tatapan mengancam. Bukannya menurut, Kiki malah menunduk ketakutan.
"Bagus deh, lo ajak dia nonton down hill besok biar gak kesepian!" Elang berkelakar sambil menenggak segelas air putih dengan rakusnya.
*
Attala baru saja mau memasuki mobil Elang, tiba-tiba Kiki muncul dengan sepedanya. Di dalam, Marin, Sasa, Ranya dan Elang menggodanya.
"Pacar lo tuh!" celetuk Elang.
Attala menggebrak pintu mobil. "Apaan sih Lang? Gak lucu!"
"Sana deh lo bareng dia biar berwarna dikit hidup lo!"
"Bilang aja lo gak mau lagi kan gue tumpangin? Oke gue gak akan naik mobil lo ini!" Attala menendang ban mobil tapi langsung meringis kesakitan.
"Waduh brutal." Elang menutup mulutnya. Kemudian melirik gadis elegan di sampingnya. "Memang cuman kamu deh yang paling manis."
Elang melajukan mobilnya sesuai dengan laju sepeda Kiki yang tampak berat oleh beban Attala. Cewek itu berdiri di boncengan sambil memegang bahu Kiki.
"Peluk dong biar gak jatoh!" goda Elang.
"Gue tunggu pajak jadiannya, Ta!" teriak Sasa dari balik jendela mobil yang terbuka.
Tiba-tiba muncul pengendara motor ugal-ugalan menyelip di tengah-tengah mereka. Semuanya kompakan menutup telinga. Deru motor trail semakin menjadi-jadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Too Late
Teen FictionJangankan udara, suatu saat nanti namaku akan berhenti hilir mudik ke ruang dadamu. Belom direvisi.