Baiklah teman-teman yang semoga gak jomlo, author kece ini nih bakalan melanjutkan lagi kisah Attala si cewek tomboy yang suka galauin teman masa kecilnya. Uhuk curhat.
"Hadoh thor mau lanjut aja banyak batjod banget sih ah tinggal upload ngapa sih?!"
Iya juga sih ya? Aduh kalo author kece gini gak batjod gak seru atuh.
Oke demi kalian, author bakal lanjut lagi ceritanya meski mungkin gak ada yang baca, tapi yakin deh malaikat di sisi kanan dan kiri acuuu baca hehehe ... peace my angel.
See you on new part gaisss :*
***
"Mama apaansi pake tarik-tarik Elang segala? Elang tahu kalau Elang tuh cakep dan gemesin, tapi bukan anak kecil lagi yang bisa Mama tarik-tarik dari tukang cilok di pinggir jalan!" gerutu remaja laki-laki berambut potongan spiky itu. Cerewetnya yang melebihi perempuan bikin Marin adiknya sendiri kadang geli tak tertolong.
Kasih sang mama mengerjapkan matanya. "Sayang, kamu tuh dibutakan cinta atau apa sih, lihat aja kelakuan si Atta ke kamu, dia udah gede tapi sikapnya gak berubah, sampe ibunya aja udah kebingungan!"
"Ya udah sih, Ma, jangan dimasukin ke hati, dia kayak gitu ke Elang karena kita emang udah deket banget kan, lagian tadi dia tetep berusaha sopan ke Mama sama Papa, ya kan Pa?" Kali ini Elang meminta pembelaan dari papanya.
Mahawira jadi pusing tidak tahu dan tidak mau berpihak pada siapa pun. "Udah-udah, sebagai orang tua, Mamamu cuman gak suka anaknya yang udah ganteng dan baik kayak kamu diperlakukan seperti itu. Mama juga harus memaklumi bahwa mereka masih labil, kita tadi lihatkan gimana Mbak Rumi gak enaknya sama kita. Yuk masuk-masuk." Kedua tangannya menggiring mereka yang baru saja turun dari mobil untuk masuk rumah. Tidak enak juga kalau sampai dilihat tetangga.
"Pokoknya mama sebel! dasar laki-laki, gampang banget nyepelein ini dan itu!"
Wira membiarkan istrinya itu berjalan lebih dulu. "Apa bedanya mamamu itu sama si Atta, hah?"
Elang jadi terbahak.
***
"Dengerin Bunda, Attala!"
Kali ini Attala tidak bisa menggubris bundanya lagi. Ia terduduk dengan wajah menunduk di sofa. Bundanya berdiri tegap sambil melipat tangan di dada. Kemudian melanjutkan ucapannya, "Bunda tuh gak habis pikir sama kamu, sama sekali gak ngerti! Elang dan semua temanmu itu begitu baik dan perhatian, tapi kenapa kamu segitu galaknya sama mereka? Bunda paham mungkin emosimu sedang labil, tapi memangnya gak bisa usaha sedikit saja untuk bersikap yang wajar? Bunda juga tahu kamu gak bermaksud menyakiti mereka, tapi lihat, orang tua mana yang suka melihat anaknya dibentak-benat seperti itu? dan kamu harus tahu satu hal Attala, gak semua kepala bisa memaklumi sesuatu."
Mulut bergelombang Attala mengerucut sempurna. "Terus Attala kudu ngapain, Bun? tadi kan udah berusaha sopan sama mereka!"
"Kamu udah umur tujuh belas, dan masih tanya soal itu? ya kamu minta maaf dong Attala! kamu mampir ke rumah mereka dan klarifikasi semuanya!"
Sekilas bola mata bundar gadis labil itu berputar ke atas melirik bundanya sekilas, kemudian buang napas kasar. "Iya deh, besok sepulang sekolah, Attala akan minta maaf."
"Bagus kalau kamu mengerti."
Attala menutup wajahnya gusar setelah bundanya beranjak ke dapur.
Bersambung ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Too Late
Teen FictionJangankan udara, suatu saat nanti namaku akan berhenti hilir mudik ke ruang dadamu. Belom direvisi.