Gevari 8

3.1K 90 13
                                    

Hai gess balik lagiii

Jangan lupa happy reading

•••

"Kenapa?"

Arinn mengeluarkan sebuah surat dari dalam tasnya. Kemudian memberikan surat itu pada Gevan.

"Apaan?" bingung Gevan, siang tadi ia diminta Arinn untuk menemuinya sebelum pulang sekolah.

Tanpa menunggu jawaban dari Arinn, Gevan dengan segera membuka kertas tersebut. Seketika kerutan kening cowok itu muncul. Raut wajahnya nampak sangat terkejut.

"Maksudnya, lo..." Gevan mengangkat pandangan tajamnya dan melihat Arinn tengah menunduk sembari menangis dalam diam.

"Rinn. Siapa yang kasih tau mereka?" tapi Arinn hanya diam, sepertinya ia sudah mati rasa karena hal yang tertulis di surat itu.

Surat yang menyatakan dirinya resmi dikeluarkan dari sekolah. Bukan tanpa sebab, Gevan sudah dapat menebak alasan semua ini terjadi. Karena apa lagi kalau bukan karena Arinnia ketahuan hamil.

"Semua orang tau?" tanya Gevan sekali lagi. Kali ini ia cukup miris melihat keadaan Arinn. Sungguh, dia terlihat sangat menyedihkan.

Arinn menggelengkan kepalanya guna menjawab pertanyaan Gevan.

"Ayo ikut." Gevan menarik tangan Arinn agar mengikuti langkahnya. Menaiki motor, mereka pergi meninggalkan sekolah yang mulai sunyi ini.

•••

Sampai mereka sampai di suatu tempat, bukan rumah. Tapi di salah satu gazebo pinggir danau, ya danau yang selalu Arinn dan Erika datangi bedanya kali ini mereka di gazebo bukan di rumah pohon.

Gevan sengaja berhenti di tempat seperti ini dengan tujuan suasana yang mendamaikan pikiran. Mungkin saja bisa membantu Arinn untuk lebih bebas berekspresi. Keadaan disini memang cukup ramai, tapi Gevan mengajak Arinn pada gazebo yang tak ditamui.

"Mau ngapain disini?" tanya Arinn tanpa minat.

"Duduk dulu." suruh Gevan setelah memarkirkan motornya. Sedangkan Arinn menurut saja.

Lalu Gevan ikut duduk disamping Arinn dengan pandangan pada air danau didepannya. "Kenapa?" tanyanya tanpa melihat lawan bicara.

Arinn malah menunduk dalam. Bahunya bergetar, isaknya pun mulai terdengar. Gevan sedikit terkejut saat ia memindahkan atensinya ke arah Arinn, sekarang gadis itu terlihat sangat rapuh. Gevan jadi tidak tega melihatnya.

Cowok dengan pakaian seragam acak acakannya itu bergeser kedekat Arinn. "Gak ada yang ngelarang lo buat nangis." ucapnya seraya merangkul dan mengarahkan kepala Arinn untuk menyender di pundak kokohnya.

Dibuat seperti itu Arinn semakin ingin menangis sekencang kencangnya. Bukan kenapa, tapi saat ini ia hanya butuh sandaran serta sedikit penenangan dari seseorang. Dan saat ini ia mendapatkannya langsung tanpa ia minta dari suaminya sendiri.

Gevan yang biasanya terlihat tidak peduli kenapa sekarang jadi seperti ini? Bahkan saat ini tangan cowok itu tak tinggal diam, ia gunakan untuk mengusap usap kepala Arinn dengan lembut. Apa apaan ini woi?!

"Lo bisa ceritain sama gue 'kan?" tanya Gevan.

"A-aku harus apa? S-semuanya udah s-selesai hiks," tutur Arinn dengan disertai isakan.

"Sekolah a-aja udah selesai hiks, mungkin sebentar lagi hiks, hidup aku juga cepet selesai hiks." tambah gadis dengan wajah sembab itu.

"Gak usah ngomong yang gak guna. Meskipun lo udah gak sekolah lagi, bukan berarti perjalanan hidup lo sampe sini aja." Ucap Gevan dengan keadaan masih mengusap rambut gadis itu.

GEVARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang