Happy reading
•••
Semalaman Gevan tidur disamping Arinn sambil memeluknya erat. Rasa bersalahnya tidak beranjak sedikitpun, ketika kemarin malam dokter yang sengaja didatangkan ke rumahnya menyebutkan bahwa kandungan Arinn kian melemah setelah banyak sekali pikiran dan tenaga yang gadis itu keluarkan.
Semua itu salahnya, Gevan sangat benci dirinya yang terkesan mirip banci ini. Kemarin ia membentaknya, bahkan menyekik lehernya, ia sudah melakukan KDRT pada istrinya yang tidak bersalah itu?
Gevan bodoh.
Kedua mata merah yang sembab milik Arinn sedikit terbuka. Tubuhnya terasa lemas nyaris tak bisa digerakan. Lehernya yang memerah juga masih terasa perih jika tersentuh sesuatu.
Satu tangan kekar milik suaminya melingkar sempurna di atas perutnya. Arinn cukup terkejut, ia pikir cowok itu sudah pergi entah kemana.
"Kak." astaga suaranya tidak keluar, hanya mulut yang terbuka.
Gevan yang merasa ada gerakan disebelahnya langsung membuka mata dan menatap Arinn, "Udah bangun?" tanyanya dengan suara seraknya.
"Hey kenapa?" panik Gevan ketika melihat Arinn yang menangis. "Ada yang sakit? Bilang sama gue." Gevan berkata dengan lembut. Tangannya mengusap kedua pipi perempuan itu dengan pelan. Reflek Arinn menutup kedua matanya.
Arinn menggeleng, "Jangan jahat sama aku, di mimpi bunda bilang aku harus hidup lebih lama lagi." cicit Arinn.
Deg
Gevan memejamkan matanya, kemudian meraih tubuh Arinn untuk ia dekap dengan erat. "Maaf, Rin. Gue minta maaf. Gue janji gak akan kayak gitu lagi. Maaf Rinn, maaf, gue minta maaf," gumam Gevan yang didengar dengan jelas oleh Arinn.
Arinn merasakan sesuatu menetes pada kepalanya, apa Gevan menangis?
"Gara-gara gue, anak kita jadi kena imbas." ucap Gevan yang terdengar parau.
Lagi-lagi kata maaf itu Gevan ucapkan tanpa henti. Cukup lama mereka di posisi ini.
Gevan mengusap wajahnya sendiri, berusaha menutupi wajah sedihnya. "Lo laper? mau makan?" tanya cowok itu pada istrinya yang masih ia peluk.
Arin mengangguk.
"Mau makan apa? Apapun gue turutin." tekad Gevan.
"Mau mie huhah." pinta Arinn
Gevan melirik jam yang masih menunjukan pukul tujuh pagi, mana ada Mie Huhah yang buka jam segini.
"Masih pagi jangan pedes-pedes ya?" Gevan mulai bangun dan duduk.
"Level 5 aja." cicit Arinn.
"Nggak, level satu aja."
"Lima" keukeuh Arinn.
"Satu." balas Gevan sambil mengotak atik hpnya, ia memesan Mie Huhah pada pemiliknya langsung supaya segera dibuatkan sekarang juga dengan jaminan dibayar mahal.
"Lima, kak."
"Satu, Rin."
"Empat deh,"
"Satu."
"Empat!" Arinn tak mau kalah.
"Satu." jawab Gevan tetap.
"Empat." rengek Arinn.
"Empat." pancing Gevan.
"Satu.."
Kena..
"Oke level satu ya," Gevan tersenyum kemenangan.
"Eh ngga, empat maksutnya. Iss pelit." Arinn cemberut.
"Jangan makan pedes dulu, nanti bayinya keget, sayang." ucap Gevan dengan lembut.
HAH APA KATANYA? Arinn tidak salah dengar kan?
Perempuan itu jadi tak minat berbicara lagi, dia salting. Hal itu membuat Gevan terkekeh saat melihatnya.
•••
"Emang sekolah kamu libur, kak?" tanya Arinn yang sedang makan Mie Huhah bersama Gevan.
"Nggak, gue bolos, mau jagain lo." ucap Gevan yang menyuapi mulutnya dengan pangsit daging Huhah.
Arinn mendengarnya jadi terkejut, " Loh iya? Padahal sekolah aja gapapa, aku bisa sendiri kok."
"Kalo biasanya lo apa-apa bisa sendiri, sekarang ada gue, gue temenin." ucap Gevan yang masih fokus pada makanannya.
Arinn menaikan pandangannya melihat wajah Gevan, ekspresinya seperti serius. Gevan si ketua geng yang disegani orang-orang kini bisa luluh kepada seorang Arinn si perempuan biasa?
Tiba-tiba suara bel rumah berbunyi.
"Siapa ya, Kak?" tanya Arinn melirik arah pintu utama yang memang sedikit terlihat dari meja makan.
"Mama, sengaja gue suruh kesini." jawab Gevan.
"Loh ngapain?" bingung Arinn.
Gevan berdiri hendak membukakan pintu, "Aku aja, Kak." usul Arinn. Gevan pun kembali duduk semula.
Ceklek, pintu dibuka oleh Arinn.
"Eh, mama?" Arinn sungguh sumringah.
"Sayang, kamu beneran sakit? Aduh menantu Mama." mimik wajah mertuanya terlihat sangat khawatir.
Arinn tersenyum, "Ayo Ma masuk dulu."
Mereka berdua duduk di sofa ruang tamu. "Mama bawa apa? Banyak banget?" heran Arinn yang melihat barang bawaan mama mertuanya ini.
"Mama bawain susu hamil buat kamu, biar cucu Mama sehat, tuh udah makin besar." senyum hangat tercetak jelas diwajah wanita kepala empat ini. Tangannya mengelus perut buncit Arinn.
"Mama juga bawain buah, cemilan, obat-obatan, sama ini nih, ada beberapa baju daster Mama dulu waktu masih hamil Gevan. Masi bagus buat kamu pake, tapi kalo kamu gak mau ya gapapa, Mama bawa lagi." cerocos wanita itu.
Arinn jadi terenyuh, ia jadi ingat bundanya. Dulu bundanya juga selalu rempong jika masalah Arinn, tapi sekarang..
"Arinn, kamu kenapa, Nak?" tanya Mertuanya itu ketika melihat Arinn yang malah melamun.
"Arinn jadi kangen Bunda. Mama mirip sama Bunda." cicit Arinn.
Wanita itu lantas memeluk Arinn dengan hangat, "Jangan sedih, sekarang ada Mama. Kalo kamu lagi kangen sama Bunda, dateng aja ke Mama ya, Nak." tangannya mengelus rambut Arinn dengan lembut. Orang tua Gevan memang mengetahui semua tentang Arinn termasuk ibu kandungnya yang sudah tiada.
"Makasih banyak, Ma." lirih Arinn.
"Nah daripada kamu sedih, mending kita jalan-jalan. Biar tubuh kamu tetep sehat, yuk?" usul sang Mama.
"Boleh, Ma."
"Eh leher kamu kenapa merah gitu, sayang?" sial Mamanya melihatnya.
"Eumm itu Ma." gugup Arinn.
Mamanya semakin meneliti leher kemerah-merahan itu, "Ini bukan bekas ciuman, Mama juga tau. GEVAN!!!" teriak sang Mama memanggil anaknya yang sedari tadi sedang makan.
Gevan yang memang masih bisa mendengar obrolan kedua perempuan ini, langsung berhenti mengunyah serta mata melotot terkejut, bingung, takut, menyesal, entahlah Gevan akan habis setelah ini.
•••
GIMANA PART INI?
JANGAN LUPA MAMPIR KE CERITA REVANDRA, DISANA BAKAL SERING UP KARENA PARTNYA YG PNDEK PNDEK (diusahain)😁😁
MAKASI YA
KAMU SEDANG MEMBACA
GEVARI
Teen Fiction"Gue hamil!! Puas lo?!" ••• Seorang gadis remaja yang nampaknya biasa saja. Namun tak ada yang menduga di balik kata biasa-nya itu ternyata cukup menyedihkan. Setelah bundanya pergi untuk selamanya, Arinn, gadis itu tinggal bersama ayah kandung ser...