03. Belajar Mengikhlaskan

28 7 0
                                    

“Apa yang Allah ambil, akan di gantikan dengan sesuatu yang jauh lebih baik.”

Aira masih bersedih atas kehilangan seseorang yang sangat dia sayangi. Gadis itu enggan untuk tertidur padahal sudah pukul dua belas malam. Aira meringkuk di atas kasur Syabian dengan memeluk baju koko yang biasa Syabian kenakan ketika shalat ke Masjid.

Ceisya mengintip di cela pintu yang tak tertutup rapat. Ceisya ikut sedih melihat kondisi Aira saat ini.

"Aku harus apa biar Aira senang lagi?" Ceisya berguman kecil. Dia mengambil ponsel kemudian memutar video ceramah seorang Azka, sang idola Aira. Ceisya tidak tahu rencananya akan berhasil atau tidak, tapi tidak ada salahnya untuk mencoba, kan?

Ceisya masuk pelan-pelan dan duduk di tepi kasur dengan tatapan sendu menatap Aira yang terdiam dengan tatapan kosong. Cairan bening itu terus membasahi pipi Aira tanpa henti, seolah tak akan habis meski dia menangis sepanjang hari bahkan sampai esok hari.

"Sedih boleh, tapi apa gunanya meratapi?"

Ketika suara tersebut terdengar, suara tangisan Aira seketika tidak terdengar. Ceisya tersenyum kecil, ternyata Aira menyadari keberadaannya.

"Ikhlas adalah sesuatu yang sangat mudah untuk di ucapkan, tapi sangat sulit untuk di lakukan. Meskipun sulit, kita harus belajar untuk ikhlas dan bersabar atas kehilangan seseorang yang begitu berarti untuk kita,"

"Maka, mintalah pertolongan kepada Allah seperti yang sudah Allah firman-kan dalam surat Al-Baqarah ayat 153 yang berbunyi yaaa ayyuhallaziina aamanusta'iinuu bish-shobri wash-sholaah, innalloha ma'ash-shoobiriin

"Yang artinya, wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan sholat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar."

Aira merubah posisinya menjadi duduk kembali sembari menatap Ceisya dan ponsel gadis itu bergantian. Ceisya merentangkan tangannya dan Aira langsung masuk dalam dekapan hangat gadis itu.

"Denger apa yang di bilang calon jodoh kamu, kan? Harus sabar," ucap Ceisya yang baru kali ini mau mengakui bahwa Azka adalah calon jodohnya Aira. Itu dilakukan Ceisya semata-mata agar Aira kembali ceria.

"Gak apa-apa kalau hari ini kamu mau nangis. Tapi aku harap, besok Aira-nya Ceisya udah balik lagi!" ucap Ceisya seraya mengusap punggung Aira.

Aira dan Ceisya beda dua tahun, tapi Aira tidak mau di panggil kakak oleh Ceisya sejak kecil. Alhasil, sampai dewasa pun Ceisya terbiasa memanggil Aira dengan nama, dan Aira pun tidak mempermasalahkannya.

Keduanya saling menyayangi, saling mengerti, dan selalu berbagi. Keduanya begitu dekat, tak jarang mereka dijuluki sebagai anak kembar oleh tetangga. Meski Aira lebih tua, justru Ceisya yang jauh lebih tinggi daripada Aira. Tinggi badan Ceisya seratus enam puluh lima, sedangkan Aira hanya seratus lima puluh saja. Tak jarang pula banyak yang mengira jika Ceisya-lah yang lebih tua daripada Aira.

"Aku sedih, Cei. Besok aku gak bisa lagi sarapan berdua sama ayah, aku gak bisa lagi tanya banyak hal tentang bunda sama ayah, aku ... aku gak bisa lagi nangis di pelukan ayah," Tangis Aira kembali terdengar.

Herra menyaksikan anak dan keponakannya dari daun pintu. Wanita itu tersenyum kecil dengan derai air mata yang kembali membasahi pipi.

"Kata orang, jika seseorang banyak menderita, maka dia akan di buat sangat bahagia oleh seseorang yang akan menjadi pendampingnya kelak. Aku harap, itu benar-benar nyata dan terjadi kepada Aira," gumam Herra.

***

Seminggu telah berlalu, dan Aira harus kembali menjalankan aktivitasnya setelah libur kuliah begitu lama. Gadis itu mengukir senyumnya ketika menatap wajahnya dari pantulan cermin.

"Jangan nangis lagi, Aira. Ayah bakalan sedih kalau kamu nangis terus," Gadis dua puluh dua tahun itu berusaha menyemangati dirinya sendiri.

Setelah menyelesaikan segalanya, Aira segera berangkat ke kampus agar tidak terlambat karena dia ada kelas jam sembilan pagi ini. Gadis itu mengunci pintu rumah dan mulai menyalakan motor matic-nya untuk segera berangkat.

Selama di perjalanan, pikiran Aira terus tertuju pada bayang-bayang kenangannya bersama Syabian. Kalau boleh jujur, Aira belum bisa melupakan sosok pahlawan di hatinya itu sampai saat ini. Tapi, Aira sedang belajar untuk mengikhlaskannya.

Karena tidak fokus berkendara, Aira menabrak sebuah mobil yang berhenti hingga menyebabkan dirinya terjatuh. Gadis berhijab hitam itu meringis pelan membuat si pemilik mobil yang berada di seberang jalan langsung menghampirinya.

"Ya Tuhan, Mbak! Mobil berhenti kenapa di tabrak?" Laki-laki pemilik mobil pajero berwarna putih itu tertawa pelan, mengejek tingkah konyol Aira.

"Maaf, aku gak sengaja," ucap Aira kemudian mengangkat wajahnya hingga tatapan keduanya bertemu selama tiga detik sebelum Aira memalingkan wajahnya.

"Zuna?" Arcelio buru-buru menegakkan motor Aira dan menuntun Aira untuk duduk di tepi jalan.

"Aira," Gadis itu mengoreksi.

"Kamu mikirin apa sampe nabrak begini?" tanya Arcelio melirik mobilnya yang aman, hanya saja motor Aira yang mengalami kerusakan di bagian depannya.

Aira menggelengkan kepalanya lemah. "Aku gak mikirin apa-apa," kilahnya.

"Motor kamu di bawa ke bengkel aja, kamu perginya berdua sama aku ke kampus," ucap Arcelio.

"Gak usah, Arcel. Motor aku cuma lecet dikit, aku gak mau ngerepotin kamu," Aira menolaknya secara halus. Tentu saja Aira segan, ia dan Arcelio baru kenal, jadi Aira tidak mungkin ingin merepotkan laki-laki itu.

"Aira, kamu sendiri yang bilang kalau kita itu harus saling membantu. Jadi, apa salahnya aku bantu kamu?"

"Tapi—"

"Kamu gak usah khawatir, aku sama sekali gak ngerasa di repotin," Arcelio menyela. Lelaki itu tersenyum ketika seorang pria mendatangi mereka berdua.

"Nak Lio, apa ada masalah?"

"Pak, bisa minta tolong bawa motor temen saya ke bengkel?" pintar Arcelio dengan sopan.

Pria setengah baya itu mengangguk. "Boleh, atuh. Sini kuncinya, biar Bapak bawa ke bengkel. Aman pokoknya mah,"

Aira akhirnya menurut dan memberikan kunci motornya pada pria yang sepertinya sudah dekat dengan Arcelio itu. Meski baru kenal, Aira menaruh kepercayaan bahwa Arcelio adalah orang yang baik.

Setelah urusan motor Aira selesai, Arcelio pun memastikan bahwa Aira tidak mendapatkan luka yang serius sebelum keduanya meluncur ke kampus. Ya, keduanya memang satu kampus dengan jurusan yang berbeda. Arcelio jurusan manajemen sedangkan Aira kedokteran.

***

Semoga suka💗





Cerita Garis Takdir ini sudah di novel-kan.

Cerita ini berisi Kisah Inspiratif berupa perjalanan kisah Aira dalam menemukan jodohnya. Dalam setiap bab, akan ada satu ayat yang InsyaAllah bisa bermanfaat bagi kita semua.

Novel Garis Takdir sudah tersedia di Shopee : penerbit.lovrinz01 *Official account Penerbit

Novel Garis Takdir open pre-order dari tanggal 2 s/d 12 Maret. Thank you 💗

Garis Takdir [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang