“Perbedaan kita begitu nyata. Antara adzan-ku yang berkumandang, dan lonceng-mu yang berdentang.”
Aira dan Arcelio terlihat bagitu dekat dan akrab. Arcelio yang memang merupakan laki-laki ceria, tak sungkan bercerita banyak hal pada Aira. Dari yang Aira tangkap selama mereka bersama, Aira tahu bahwa Arcelio adalah laki-laki yang begitu senang berbagi cerita.
"Kamu orangnya asik, ya?" celetuk Aira usai Arcelio selesai bercerita.
"Kata sepupuku, sih, iya." Arcelio terkekeh kecil menanggapinya.
"Kalau boleh tau, kamu ada masalah apa? Maaf kalau lancang, tapi di liat dari mata kamu, kayaknya kamu lagi ada masalah. Cerita aja kalau berkenan," ujar Arcelio membuat Aira menghela napas singkat.
"Ayahku baru aja meninggal," ucap Aira begitu pelan.
Langkah keduanya yang menuju parkiran sontak terhenti. Arcelio menatap Aira yang kini menunduk menatap sepasang sepatu miliknya."Zuna, maaf kalau pertanyaan aku tadi bikin kamu sedih," ucap Arcelio sungguh-sungguh.
Aira mengukir senyum kecilnya. "Gak pa-pa," balas Aira singkat.
Keduanya sama-sama diam sampai di depan mobil Arcelio. Karena jam kuliah sudah berakhir, jadi keduanya memutuskan untuk segera pulang. Hari sudah menjelang magrib, jadi harus secepatnya sampai di rumah karena Aira tidak mau terlambat melaksanakan kewajibannya untuk sholat.
Sebelum mulai melajukan mobilnya, Arcelio menatap Aira yang masih diam di sampingnya. "Zuna, kalau ngerasa punya beban, kamu bisa berbagi sama aku," ucap Arcelio dengan tulus.
Jika kalian mengira ini hanyalah modus, Arcelio tidak peduli. Yang jelas, niat Arcelio hanya ingin menjadi teman dan pendengar yang baik bagi Aira.
Sebenarnya, Arcelio ingin sekali menjadi psikolog agar bisa menjadi 'teman' bagi orang-orang yang memang membutuhkan 'dukungan'. Namun sayang, orang tuanya melarang keras hal tersebut dengan alasan Arcelio anak satu-satunya dan harus meneruskan usaha ayahnya.
Meski tidak bisa mewujudkan impiannya itu, Arcelio tetap ingin menjadi orang yang berguna bagi orang-orang yang memang membutuhkan 'teman' dan mungkin Aira adalah salah satunya.
"Jangan di pendam sendirian, kita temenan sekarang, kamu bisa cerita semuanya ke aku kalau mau," ucap Arcelio lagi. Dan kali ini, Aira memberikan senyum tipis padanya.
***
Aira pikir, Ceisya akan menginap. Ternyata adik sepupunya itu pulang setelah menemaninya makan malam. Karena merasa tidak ada lagi pekerjaan yang harus dilakukan, Aira pun segera pergi ke kamarnya untuk beristirahat sembari menunggu waktu isya.
Aira menatap ponselnya ketika benda itu berdering. Melihat nama Arcelio yang tertera di layar ponselnya, Aira segera mengangkatnya takut ada hal penting yang ingin Arcelio bicarakan."Zuna," panggil Arcelio ketika sambungannya terhubung.
"Salam dulu, Arcel," tegur Aira membuat Arcelio terkekeh pelan.
"Syalom, Zuna,"
Aira terdiam untuk beberapa detik. Tatapannya berubah bingung ketika mendengar salam yang Arcelio ucapkan. "Arcel? Kamu ..." Aira menggantung ucapannya.
"Iya, Zuna. Maaf kalau belum cerita karena aku pikir itu gak penting," ucap Arcelio pelan.
"Aku pikir kita seiman," ujar Aira.
"Emangnya kalau tak seiman, kita gak boleh berteman, Zuna?" tanya Arcelio terdengar lirih.
Aira sontak menggelengkan kepalanya meskipun Arcelio tidak melihatnya. "Boleh, kok. Aku seneng kenal sama orang kayak kamu," ucap Aira spontan.
"Zuna, aku mau curhat," ucap Arcelio.
"Silakan,"
"Beberapa waktu lalu, aku di tolak sama seseorang karena dia gak di bolehin pacaran. Tapi, Zuna, aku beneran cinta dan sayang sama dia, cuma kita berdua gak seiman," Arcelio mulai bercerita. "Menurut kamu, apa mungkin aku dan dia bisa bersatu?" tanya Arcelio.
"Kalau kamu belum beriman, jelas kalian gak akan bersatu, Arcel. Dalam surat Al-Baqarah ayat 221 yang berbunyi Wa laa tung-musyrikiina hattaa yu-minuu, yang berarti Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman," ucap Aira menjelaskan.
Arcelio terdiam mendengarkan penjelasan dari Aira. Laki-laki itu terkekeh sumbang. "Ternyata, bener kata Ziva, bentengnya terlalu tinggi, sulit banget untuk di gapai," ucap Arcelio.
"Cara satu-satunya adalah, kamu yang ikut dengan agamanya, atau dia yang ikut agama kamu," ucap Aira.
"Aku gak mau egois, Zuna. Aku gak mungkin ambil seorang hamba dari Tuhan-nya," lirih Arcelio.
"Kalau gitu, kamu yang jadi hamba dari Tuhan-nya," ucap Aira.
Arcelio terkekeh kecil. "Udah kepikiran ke sana, cuma masih ragu. Untuk saat ini, cuma mau bilang sama Allah kalau aku mencintai salah satu hamba-Nya," ujar Arcelio tersenyum tipis meski Aira tidak melihatnya.
"Cinta beda agama pasti gak enak, ya?" ucap Aira begitu pelan.
"Lebih ke nyesek, sih," ungkap Arcelio.
"Sabar, Arcel. Semua pasti ada jalannya," ucap Aira memberi semangat.
"Kalau kamu, gimana?" tanya Arcelio yang ingin mengetahui kisah percintaan Aira.
"Kisah percintaan aku lebih nyesek, Arcel. Aku cinta sama dia, tapi dia aja gak tau kalau aku hidup," ucap Aira mengingat sosok Azka yang ia idamkan dari dulu.
Semoga sukaa💗💗
Cerita Garis Takdir ini sudah di novel-kan.
Cerita ini berisi Kisah Inspiratif berupa perjalanan kisah Aira dalam menemukan jodohnya. Dalam setiap bab, akan ada satu ayat yang InsyaAllah bisa bermanfaat bagi kita semua.
Novel Garis Takdir sudah tersedia di Shopee : penerbit.lovrinz01 *Official account Penerbit
Novel Garis Takdir open pre-order dari tanggal 2 s/d 12 Maret. Thank you 💗
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Takdir [SUDAH TERBIT]
Romance[PART MASIH LENGKAP - NOVEL GARIS TAKDIR BISA DI PESAN MELALUI SHOPEE PENERBIT LOVRINZ] Ketika kita menerima dengan ikhlas atas takdir hidup yang telah Allah tetapkan, maka di sanalah kelegaan dan kebahagiaan akan datang dengan perlahan. Satu hal...