27. Yakin Mau Menikah dengan Azka?

30 8 0
                                    


“Menikahlah dengan orang yang tepat, karena kamu akan hidup bersamanya seumur hidup. Salah memilih pasangan, maka tidak akan ada kebahagiaan yang datang.”

Pagi ini sosok Azka terlihat sedang duduk di teras rumah Aira, menunggu gadis itu keluar. Karena Aira tidak bekerja hari ini, maka Azka di tugaskan oleh Liana untuk menjemput gadis itu dan membawanya ke rumah. Sebelum kemari, Azka sudah lebih dulu menyambangi kediaman Ridwan dan Herra dan meminta izin kepada kerabat terdekat Aira itu untuk membawa Aira menemui keluarganya.

Azka pun mulai mengingat pesan Ridwan yang disampaikan pria itu padanya.

"Aira kehilangan peran ibunya sejak masih bayi, kakak ipar saya yang berperan sebagai ayah sekaligus ibu untuk dia. Aira memang terlihat galak, tapi hatinya begitu lembut. Ayahnya pernah berpesan kepada saya, jika suatu saat nanti beliau tidak ada dan Aira akan menikah, maka laki-laki itu harus datang langsung menemui saya. Memang keputusan ada di Aira, tapi tentu harus ada pertimbangan dari saya," ucap Ridwan.

"Aira mudah tertawa, dan saya sangat senang mendengar tawanya. Pesan saya, tolong jangan sampai kamu hilangkan senyum dan tawanya setelah kamu menikahinya. Saya mengenal kamu sebagai orang yang paham agama, tapi saya hanya ingin mengingatkan lagi, tolong menjadi imam yang baik untuk Aira."

Ridwan tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca, kemudian dia menepuk pundak Azka. "Na'udzubillah, jika suatu saat kamu inginkan memulangkan putri kami, tolong beritahukan pada saya, saya akan menjemputnya tanpa harus kamu usir dari rumahmu," ucap Ridwan begitu pelan.

Azka tersadar dari lamunannya ketika mendengar suara langkah kaki yang tak lain pasti Aira. Laki-laki itu tersenyum melihat kedatangan gadis bergamis hitam senada dengan hijabnya itu.

"Maaf kalau nunggu lama," ucap Aira tidak enak hati.

Azka tersenyum tipis. "Ayo, ayah sama bunda udah nunggu di rumah,"

Aira mengangguk pelan kemudian berbalik badan untuk mengunci rumahnya sebelum mendekati Azka dan mengikuti langkah kaki lelaki itu menuju mobil.

Suasana canggung begitu terasa ketika keduanya sudah masuk ke dalam mobil. Aira menyibukkan dirinya menatap keluar jendela demi mengusir ketegangan yang terasa, sedangkan Azka mulai melajukan mobilnya menuju rumah orang tuanya.

"Bisa tolong angkat telepon saya?" pinta Azka memecah keheningan. Lelaki itu meminta tolong pada Aira karena ponselnya terletak tidak jauh dari posisi gadis itu.

Aira seketika menatap Azka hingga beberapa detik sebelum mengambil ponsel lelaki itu. Aira bingung, kenapa Azka semudah itu memintanya mengangkat telepon padahal bisa mungkin hal itu privasi?

"Dari siapa?" tanya Azka dengan tatapan fokus pada jalanan.

"Arcel," ucap Aira kemudian menggeser lingkaran hijau pada layar ponsel calon suaminya itu.

"Assalamu'alaikum Aka?" Suara Arcelio terdengar di detik ke-tiga setelah panggilan tersebut terhubung.

"Wa'alaikumussalam, ada apa, Kak?" tanya Azka menyahuti ucapan ayah satu anak itu.

"Bulan depan rencananya aku sama Ceisya dan Shaka mau pulang ke Indonesia," ujar Arcelio menjelaskan maksudnya menelepon sang adik sepupu.

"MasyaAllah, turut seneng dengernya, Kak. Semoga semuanya di lancarkan, ya," ucap Azka tersenyum kecil mendengar kabar kepulangan sang kakak sepupu ke tanah air.

"Aamiin. Kamu sendiri rencananya gimana? Kapan tanggal pernikahannya? Maharnya Zuna mau apa?" tanya Arcelio mengalihkan topik.

"Nanti di bicarakan lagi sama Aira-nya, Kak. Ini lagi mau ke rumah ketemu ayah sama bunda," ujar Azka kemudian berbelok memasuki kawasan perumahan orang tuanya.

"Gercep banget, Adek," kekeh Arcelio yang gemas dengan adiknya itu. "Ehh, ngomong-ngomong, berarti sekarang lagi sama Zuna?" tanya Arcelio kemudian.

"Iya, Kak," balas Azka sekenanya.

"Anaknya mana? Tumben kalem, pencitraan?" Arcelio malah sengaja memancing Aira.

"Arcel!" Aira begitu kesal dengan suami dari adik sepupunya itu.

Arcelio tergelak, setelah beberapa saat barulah dia diam. "Oh, iya. Ngomong-ngomong kita ini jadinya gimana, nih? Aku nikah sama Cei yang statusnya adek sepupunya Zuna, otomatis aku manggil Zuna, Kakak juga. Nah, nanti kamu sama Zuna bakalan nikah, kamu adek sepupuku, berarti Zuna manggil aku Kakak juga, dong?" Arcelio menanyakan hal yang membuatnya bingung sejak kemarin malam Azka memberitahukan rencananya yang ingin menikah dengan Aira.

"Nanti tanyakan sama ayah, Kak. Aku kurang ngerti," ucap Azka yang kurang paham tentang hal seperti itu.

***

Liana tersenyum hangat menyambut kedatangan Aira yang begitu ia tunggu sejak dulu. Wanita itu langsung menggandeng Aira masuk ke dalam tanpa menunggu Azka yang terdiam memandangnya.

"Kakak Ai!" Ara berlarian menghampiri Aira ketika melihat kedatangan calon kakak iparnya itu.

"Eh, Ara udah sembuh?" tanya Aira seraya mengusap kepala Ara ketika gadis kecil itu menyalami tangannya dengan sopan.

"Udah! Kan Kakak yang bantu sembuhin," ujar Ara memamerkan senyum manisnya membuat Aira begitu gemas sampai mencubit pelan pipinya.

"Ayah, calon menantu kita udah datang, nih," ujar Liana pada sang suami yang sudah menunggu di ruang keluarga.

Abizar tersenyum simpul ketika Aira menyalami tangannya. Pria itu menatap sang putra yang berdiri di belakang Liana.

"Ara, kamu main dulu sama Mas Nazar, ya? Orang dewasa mau bicara sesuatu," ucap Abizar pada putri kecilnya.

"Iya, Ayah!" Ara langsung berlari meninggalkan ruang keluarga dan menemui Nazar di kamar laki-laki itu.

Setelah semuanya duduk, Abizar menatap Azka selama beberapa detik sebelum menatap Aira.

"Zunaira, apa kamu yakin mau menikah dengan Azka?"





Cerita Garis Takdir ini sudah di novel-kan.

Cerita ini berisi Kisah Inspiratif berupa perjalanan kisah Aira dalam menemukan jodohnya. Dalam setiap bab, akan ada satu ayat yang InsyaAllah bisa bermanfaat bagi kita semua.

Novel Garis Takdir sudah tersedia di Shopee : penerbit.lovrinz01 *Official account Penerbit

Novel Garis Takdir open pre-order dari tanggal 2 s/d 12 Maret. Thank you 💗

Garis Takdir [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang