14. Janji?

11 5 0
                                    


“Pundakmu pastilah kuat, maka dari itu Allah beri kamu ujian yang berat.”

Arcelio menangis di pangkuan Liana—ibunya Azka. Laki-laki itu di jemput oleh Azka ketika Liana mengetahui bahwa sang kakak akan segera bercerai. Liana mengenal betul bagaimana Arcelio, maka dari itu dia segera meminta Azka untuk membawa Arcelio ke rumah. Sejak kecil, orang tua Arcelio memang sibuk dengan urusan bisnis mereka, dan Arcelio akan di titipkan pada Liana karena Liana begitu sayang pada Arcelio.

"Aku emang pernah mikir kenapa mereka gak pisah aja kalau sama-sama tapi kerjanya berantem terus. Tapi aku gak pernah mau itu terjadi, Bunda. Aku pengen punya keluarga yang lengkap," ucap Arcelio mengadu pada Liana.

Liana mengusap kepala Arcelio dengan penuh kelembutan. Dia akan terus mendengar semua keluh kesahnya sampai anak laki-laki itu merasa lega.

"Tapi sekarang aku yakin kalau perpisahan ini memang pilihan yang terbaik. Aku gak mau kalau mama harus terluka lebih jauh," lirih Arcelio.

"Sayang, Bunda ngerti gimana rasanya ada di posisi kamu saat ini. Wajar bila seorang anak menginginkan orang tua yang lengkap, itu bukan salah kamu. Dan keputusan yang kamu ambil sekarang, Bunda juga berharap itu yang terbaik untuk kalian ke depannya," tutur Liana begitu lembut.

Arcelio menganggukkan kepalanya yang masih terletak di pangkuan Liana. "Terima kasih udah denger curhatan aku, Bunda," ucap Arcelio dengan tulus.

Liana tersenyum dan menghapus air mata di wajah Arcelio. "Mau merasa lebih tenang? Ingatlah Allah dan kamu pasti akan merasa jauh lebih baik,"

Arcelio mengangkat kepalanya dan menatap Liana penuh tanya. Melihat tatapan itu, Liana pun menjelaskannya agar Arcelio mengerti.

"Dalam surat Ar-Ra'd ayat 28, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: Allaziina aamanuu wa tathma-innu quluubuhum bizikrillaah, alaa bizikrillaahi tathma-innul-quluub. Yang artinya: (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram."

***

Satu minggu telah berlalu. Kini Aira kembali mendatangi panti asuhan yang biasa ia kunjungi untuk berbagi bersama adik-adik kesayangannya. Gadis itu tidak pernah datang dengan tangan kosong, selalu ada makanan yang ia bawakan khusus untuk semua anak-anak dan pengurus panti di sini.

Jika biasanya kedatangan Aira akan di sambut begitu heboh oleh anak-anak panti, kini dia hanya di sambut oleh ibu panti karena anak-anak sedang bermain bersama seseorang yang Aira tidak tau siapa. Setelah memberikan bawaannya pada sang ibu panti, Aira pun menemui adik-adiknya sekaligus untuk melihat siapa gerangan yang datang sebelum dirinya.

"Eh," Aira terkejut ketika Zio tiba-tiba memeluknya.

Sontak saja anak-anak yang lain dan juga seorang laki-laki yang tengah duduk di atas rerumputan itu menatap ke arah Aira dan Zio.

"Zuna?"

"Arcel?"

Arcelio kaget melihat Aira, dan Aira juga terkejut melihat keberadaan Arcelio di sini. Keduanya bertatapan cukup lama sebelum akhirnya Aira yang memutuskan kontak mata tersebut ketika Zio menarik tangannya.

"Zio kenapa gak duduk bareng mereka?" tanya Aira seolah lupa dengan sifat Zio yang tidak suka berada di tengah-tengah keramaian.

Zio nungguin Kakak, Zio pikir Kakak tidak akan datang. Tulis Zio di buku andalannya.

"Kakak udah bilang, kan, kalau Kakak akan datang kalau Kakak punya waktu luang. Dan sekarang Kakak punya waktu luang itu," ucap Aira.

Arcelio menghampiri keduanya dan berjongkok di hadapan Zio. "Zio belum percaya sama Kakak?" tanya Arcelio membuat Zio kembali memeluk Aira.

Aira menatap Arcelio dengan pandangan berbeda. Tersirat kebingungan dari tatapan Aira karena gadis itu mengira jika Arcelio pasti masih memikirkan tentang masalah perceraian kedua orang tuanya.

"Aku baru tau kalau kamu sering ke sini," ucap Arcelio yang kini sudah menegakkan tubuhnya menghadap Aira.

"Aku suka main sama mereka," ucap Aira tersenyum menatap adik-adiknya yang kini bermain menggunakan mainan yang sepertinya Arcelio bawakan.

Arcelio membalikkan badannya melihat anak-anak yang Aira tatap. "Ternyata emang selama ini aku kurang bersyukur," ucap Arcelio tiba-tiba.

"Meskipun orang tuaku pisah, aku masih bisa ketemu mereka. Tapi mereka, ke mana mereka pergi kalau suatu saat mereka merindukan sosok orang tua mereka?" kekeh Arcelio dengan tatapan teduh.

Aira ikut tersenyum ketika melihat ketulusan dalam ucapan yang Arcelio lontarkan.

"Seberat apapun masalah yang kita hadapi, kita harus ingat bahwa kita masih lebih beruntung dari orang lain," ucap Aira kemudian menunduk menatap Zio yang masih memeluknya.

"Mereka di dewasakan oleh keadaan. Mengadu nasib yang entah akan seperti apa di masa depan mereka," ujar Aira dengan mata yang berkaca-kaca.

Arcelio memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya, kemudian menghela napas pendek. "Itulah kenapa sekarang aku bersyukur atas takdir yang Allah berikan. Karena setelah berkunjung ke sini, aku jadi tau kalau kehidupanku jauh lebih baik daripada mereka," ucap Arcelio pelan.

"Dan udah sepatutnya kita berbagi sama mereka, meringankan beban mereka," imbuh Aira.

Arcelio menatap Aira sedikit lama, kemudian memberikan senyum tipisnya. "Zuna, ayo berjanji untuk datang ke sini sama-sama dan berbagi sama mereka semua sampai kita bertemu jodoh kita suatu saat," ucap Arcelio tiba-tiba.





Cerita Garis Takdir ini sudah di novel-kan.

Cerita ini berisi Kisah Inspiratif berupa perjalanan kisah Aira dalam menemukan jodohnya. Dalam setiap bab, akan ada satu ayat yang InsyaAllah bisa bermanfaat bagi kita semua.

Novel Garis Takdir sudah tersedia di Shopee : penerbit.lovrinz01 *Official account Penerbit

Novel Garis Takdir open pre-order dari tanggal 2 s/d 12 Maret. Thank you 💗

Garis Takdir [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang