05. Mulai Terbiasa

14 8 0
                                    

"Merelakan adalah cara terbaik untuk terbiasa tanpa seseorang yang kita cintai."

Aira tersenyum ketika sinar mentari menyapa dunianya. Tak terasa, sudah empat puluh hari sosok Syabian tidak lagi bersama dengan Aira menemani hari-harinya. Gadis itu berencana untuk mengunjungi makam sang ayah untuk melepas rindu sekaligus mengingat kematian.

Aira sudah ikhlas dan merelakan kepergian Syabian. Meski masih di hantui oleh bayang-bayang kenangan bersama sang ayah, namun Air sudah mampu mengontrol diri dan mulai terbiasa tanpa kehadiran seseorang yang begitu ia cintai.

Tadi malam, Calon Jodoh Aira mengunggah sebuah foto langit mendung dengan caption 'Kullu nafsing zaaa-iqotul mauut' yang artinya: Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Seperti yang tertulis dalam Al-Qur'an surat Ali 'Imran ayat 185. Dan Aira seolah tertampar oleh untaian kalimat yang Azka tuliskan tersebut.

"Ayah udah pulang, suatu saat juga aku akan ketemu ayah lagi," ucap Aira tersenyum hingga matanya menyipit.

Ponselnya yang berada di nakas tiba-tiba berdering, ada panggilan masuk dari Arcelio hingga Aira langsung mengangkatnya.

"Syalom, Zuna," Suara Arcelio memasuki indra pendengaran Aira ketika baru menempelkan ponsel di telinga.

"Wa'alaikumussalam, Arcel. Tumben pagi-pagi telepon, ada apa?" tanya Aira seraya bangkit dan berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci wajahnya.

"Aku udah di depan pagar rumah kamu, di samping tong sampah," ucap Arcelio membuat Aira mengernyitkan dahinya bingung.

"Masuk aja, aku mau cuci muka dulu," ucap Aira pada akhirnya.

"Ke tong sampah?" tanya Arcelio begitu polos.

Aira berdecak pelan. "Masuk ke dalam rumahku, Arcel! Tunggu di teras nanti aku ke sana habis cuci muka," ucap Aira tak habis pikir dengan jalan pikiran Arcelio yang begitu aneh.

"Kirain," kekeh Arcelio.

Aira meninggalkan ponselnya di atas kasur sedangkan dirinya bergegas untuk cuci muka sebelum menemui Arcelio yang entah mengapa datang pagi-pagi begini. Begitu kegiatannya selesai, Aira segera menemui Arcelio yang kini sedang duduk anteng di kursi teras rumahnya sembari memangku anak kucing cantik berwarna abu-abu.

"Hallo, Buna!" Arcelio mengangkat salah satu kaki anak kucing itu, kemudian melambaikan kaki mungil itu ke arah Aira seolah menyapa.

"Buna?" Aira kebingungan.

"Bunda Zuna," ucap Arcelio semakin membuat Aira bingung. "Ini namanya Zeyo, anak kucing yang baru aku beli tadi malam khusus untuk kamu." Arcelio menjelaskan begitu rinci.

"Buat aku?" Aira makin-makin bingung.

"Kamu pasti kesepian kalau sendirian di rumah, jadi ini hadiah buat kamu," ucap Arcelio mengulurkan tubuh mungil kucing di tangannya yang di sambut baik oleh Aira.

Aira tersenyum senang melihat anak kucing tersebut yang terlihat begitu menggemaskan. Gadis yang mengenakan baju tidur motif kucing dan jilbab biru muda itu ikut duduk di kursi sebelah Arcelio sembari mengajak anaknya-Zeyo-berbicara.

"Terima kasih, Arcel. Aku suka banget sama hadiahnya," ucap Aira pada Arcelio yang kini tersenyum menatapnya.

"Sama-sama, Zuna. Kalau emang ada masalah yang kamu gak bisa berbagi sama aku, kamu bisa ceritain semuanya sama Zeyo," ucap Arcelio tersenyum tipis. Jelas sekali ada binar kebahagiaan di matanya begitu melihat Aira kini tertawa lucu saat berinteraksi dengan Zeyo meski kucing itu hanya membalas dengan suara meong meong.

"Kamu baik banget, Arcel. Pasti seseorang yang jadi pasangan kamu di masa depan, beruntung dapetin kamu," ucap Aira.

***

Aira tidak menyangka bahwa Arcelio akan menemaninya mengunjungi makam sang ayah. Sungguh di luar perkiraan. Aira pikir, Arcelio akan pulang setelah mengantarkan Zeyo, tapi ternyata laki-laki itu bertanya apa rencana Aira hari ini dan berakhir ikut gadis itu sampai ke pemakaman.

"Kamu itu definisi manusia kuat, Zuna. Dari bayi udah di tinggal sama ibu kamu, dan sebelum wisuda, ayah kamu juga pergi ninggalin kamu. Aku salut sama kamu," ucap Arcelio benar-benar kagum pada Aira.
"Kalau orang lain yang ada di posisi kamu, pasti depresi berat bahkan mungkin nekat bunuh diri," ucap Arcelio lagi.

"Ngapain bunuh diri, Arcel? Ayah pernah bilang, jangan pulang sebelum di jemput," ujar Aira dengan penuh makna.

Arcelio memandangi Aira yang kini memilih untuk berdo'a setelah lumayan lama hening menyelimuti mereka. Arcelio baru sadar bahwa sosok Aira begitu dewasa dalam menyikapi suatu masalah. Harusnya Arcelio belajar dari Aira bagaimana caranya bersabar. Kalau Arcelio berada di posisi Aira, pasti dia sudah nekat mengakhiri hidupnya karena terlalu lelah dengan kehidupan yang tak pernah adil.

"Semesta itu adil, buktinya semua orang bilang kalau hidup ini gak adil," ucap Aira tiba-tiba seusai dia memanjatkan do'a pada Sang Maha Kuasa untuk sang ayah. Aira seolah tahu apa yang Arcelio pikirkan.

"Didikan ayah kamu bagus banget, sampe-sampe lahir gadis cantik dengan hati yang tulus dan bisa bersikap dewasa seperti kamu," ucap Arcelio dengan senyum meneduhkan.

Aira hanya tersenyum tipis mendengar ucapan Arcelio itu.

"Zuna, seseorang yang jadi pasangan kamu di masa depan nanti, pasti beruntung banget bisa dapetin kamu," ucap Arcelio.






Cerita Garis Takdir ini sudah di novel-kan.

Cerita ini berisi Kisah Inspiratif berupa perjalanan kisah Aira dalam menemukan jodohnya. Dalam setiap bab, akan ada satu ayat yang InsyaAllah bisa bermanfaat bagi kita semua.

Novel Garis Takdir sudah tersedia di Shopee : penerbit.lovrinz01 *Official account Penerbit

Novel Garis Takdir open pre-order dari tanggal 2 s/d 12 Maret. Thank you 💗

Garis Takdir [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang