Bab 35. 7 Days Again

624 28 0
                                    

*Dhira*

Setidaknya akan ada seminggu lagi pernikahanku dengan Mas Cakra dilaksanakan. Akan ada pernikahan megah, bergaya klasik dan juga gaun mahal menjadi bahan tontonan untuk para undangan yang akan datang nanti. Setidaknya konsep itulah yang mereka plan kan untuk pernikahanku. Bahkan orang wedding organizer bilang kalau pernikahanku akan dibuat sama hal-nya dengan konsep pernikahan seorang princess.

Seharusnya semua itu membuatku bahagia. Pernikahan seorang princess adalah impian semua wanita bukan?

Dulu waktu aku kecil mungkin memimpikan pernikahan yang seperti ini juga. Hanya saja sekarang menjadi sangat hambar.

Kepalaku tak pernah berhenti berpikir. Sama sekali tidak ada yang positif, semuanya negatif.

Setelah apa yang aku ketahui tentang Mbak Ceyla dari Kak Sherly. Aku diam-diam mencari tahu tentangnya lebih jauh. Mulai dari tempatnya bekerja sampai urusan pertemanannya dengan Mas Cakra yang sedekat itu. Terakhir kali aku pergoki keduanya sedang makan di restoran. Saat itu aku lihat mereka mendiskusikan sesuatu. Entah apa itu tapi cukup membuatku hanya bisa menahan diri untuk tidak meledak saat itu.

Untuk sekarang aku tidak bisa menahannya lagi. Sejak tadi air mataku tidak berhenti mengalir.

Ada sesuatu yang mengganjal. Ingin menanyakan maksud semua itu ke Mas Cakra. Namun aku hanya berani berpikir. Tidak ada sedikitpun keberanian untuk menanyakannya secara langsung. Ditambah lagi para orang tua meminta untuk tidak keluar. Yang akhirnya semakin memperburuk keadaan. Aku dan Mas Cakra sama-sama tidak bisa menyelesaikan masalah yang semakin menumpuk seperti ini.

"Makan dulu gih, udah siap tuh di meja makan."

"Kak?" panggilku.

Aku menoleh seketika mendapati Kak Sherly menghentikan langkah begitu mendengarkan panggilanku.

"Makan dulu, ditunggu Ayah tuh di bawah."

"Habis ini kita bisa ngobrol kan?"

"Kenapa enggak?"

Setelah mendapatkan jawaban, aku akhirnya melangkah menuju lantai bawah. Mendahului Kak Sherly yang masih bertanya-tanya tentang maksudku.

"Kalau mau ngomongin sesuatu ya bilang aja Dhi? Ngapain butuh izin?" tanya Kak Sherly menyipitkan mata keheranan.

Aku mengangguk. "Nanti aja Kak, setelah makan. Aku nggak mau Ayah denger."

"Okey, jangan kebanyakan bengong."

"Try my best," jawabku kemudian. Hanya tersenyum hambar. Menuruni setiap anak tangga menghampiri Ayah yang sudah duduk di sana bersama Mas Baim. Pemandangan yang jarang aku lihat lagi setelah Kak Sherly menikah. Terakhir kali kita makan malam seperti ini ya waktu sebelum Kak Sherly menikah.

"Lama banget kamu turunnya," tanya Ayah disertai senyum hangatnya. Setiap kali melihat Ayah tersenyum seperti itu menjadi salah satu kebahagiaan tersendiri.

"Bengong dia, Yah," tuduh Kak Sherly sambil menunjukku.

"Kenapa sih putri Ayah bengong terus? Mikirin apa?" tanya Ayah sangat lembut. Hampir membuatku salah tingkah.

"Masih belum percaya dia Yah kalau mau nikah. Eh dilihat lagi ternyata kurang seminggu."

Semua kalimat itu meluncur dari mulut Kakak. Aku hanya tersenyum malu. Tidak mau menanggapi, salah-salah nanti aku malah membuat Ayah semakin khawatir nanti. Terlebih ada Kak Bayu di sini, aku tidak mau memperburuk keadaan.

"Ya udah makan dulu."

Aku mengangguk, lantas tersenyum. Menarik piring yang sudah disediakan di sana.

Dandelion [END-LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang