*Cakra*
Gue bahkan nggak percaya sama apa yang gue lihat hari ini.
Nggak berhenti di situ. Apalagi pas lihat Mami berdiri tepat di sana, bersama Ceyla yang udah nunduk. Gue baru sadar kalau gue ketahuan. Dengan gerakan tubuh setengah melayang, gue menghampiri keduanya. Tatapan Mami kelihatan horor menghakimi gue.
Gue tahu cepat atau lambat yang kayak gini bakal ketahuan. Apalagi nyokap bukan orang bodoh yang gampang dikibulin. Mungkin semua perilaku gue selama ini sangat mencurigakan sampai Mami akhirnya sadar, bahwa gue menyembunyikan sesuatu.
Plak! Satu tamparan keras mendarat di pipi gue. Rasa panas akibat tamparan itu beneran kerasa, pas ngelihat muka Mami yang udah kelihatan marah banget bikin hati gue tambah sakit. Bukan nggak suka ngelihat Mami kayak gitu, malah gue ngerasa nggak dihargai sebagai seorang anak. Gue marah banget sekarang karena lebih nggak dihargai buat ngambil keputusan sendiri. Apalagi pas lihat Ceyla berdiri dengan wajah bersalah seperti itu.
Sama sekali nggak ada hal baik yang musti dibicarakan lagi. Bikin gue langsung menarik tangan Ceyla untuk pergi dari sana. Seenggaknya hanya itu yang bisa gue lakukan buat melindungi orang yang paling gue sayangi.
Ada penolakan waktu gue paksa Ceyla buat pergi. Dia ingin sekali menjelaskan sesuatu ke Mami katanya. Tapi gue udah terlanjur marah kalau buat basa basi doang. Gue berbisik kepada Ceyla untuk membahasnya nanti. Toh Mami juga nggak bakal terima penjelasan kami. Gue paham Mami dan inilah yang terbaik yang bisa gue lakukan sekarang.
Gue sewa apartemen baru untuk Ceyla. Sekarang bahkan gue nggak peduli lagi bakal ketahuan atau nggak. Yang penting sekarang Ceyla ada tempat. Sedari tadi gue lihat Ceyla lebih banyak diem. Gue yakin Mami ada ngomong sesuatu yang bikin Ceyla jadi pendiem kayak gini. Tapi waktu gue tanya, Ceyla malah jawab kalau dia hanya mau sendiri. Jadi gue nggak banyak nanya lagi. Apalagi besok adalah hari pernikahan gue. Gue nggak mau semakin memperumit masalah.
****
Hari berganti. Seperti yang gue bilang ini adalah hari pernikahan gue. Gue tiba di rumah tepat pukul setengah lima pagi. Waktu itu semuanya terlihat sangat sibuk menyiapkan sesuatu untuk acara akad. Gue nggak tau apa-apa, yang gue lihat adalah Mami berdiri dengan wajah kusam. Seperti nggak tidur seharian.
Sebenernya gue males berinteraksi sama Mami. Hanya saja di acara sepenting ini, nggak melibatkan Mami hanya akan memperburuk situasi. Itu sebabnya yang gue lakukan sekarang menghampirinya. Seolah semalam nggak terjadi apa-apa. Di depan semua orang gue membuang kecanggungan itu. Sementara Mami masih kelihatan bete banget sama gue.
Kalau gue boleh berpendapat. Harusnya gue juga sebel ke Mami. Sok ikut campur sama urusan pribadi gue. Kalau Mami nggak harus ikut campur, hal-hal seperti ini nggak mungkin terjadi. Sekarang bahkan mungkin gue bakalan hidup bahagia dengan Ceyla. Tanpa harus memikirkan pernikahan bodoh ini dengan Dhira. Hanya saja gue nggak berani mengungkapkan semua yang ada di hati gue sekarang. Nurut aja kayaknya udah yang paling aman buat gue sekarang.
"Mami nggak tahu apa yang kamu rencanakan menikah sama Dhira. Murni memang mau melepaskan Ceyla atau ini hanya rencana kamu buat bikin malu keluarga," sindirnya waktu itu.
Gue bukan nggak mendengarkan, tapi gue hanya malas berdebat sama Mami. Beruntung ada mbak-mbak butik yang minta gue segera ke ruang ganti untuk ganti pakaian akad. Gue hanya menurut, langsung meninggalkan Mami. Didampingi Elis yang kebetulan memang dipasrahi buat ngatur masalah pakaian gue. Memang lebih nyaman ditemani Elis daripada orang lain. Apalagi Mami.
Waktu gue lagi pasang beskap. Gue lihat raut Elis berubah. Bikin gue menyipitkan mata buat cari jawaban, kayaknya Mami juga mengatakannya ke Elis. Atau mungkin semua orang juga sudah tahu. I don't know.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion [END-LENGKAP]
Ficção Geral21+ (Completed) "Aku hanya orang ketiga yang nggak pantas mendapatkan cintanya." - Dhira Kirana Sundari **** Start: Kamis, 22 Desember 2022 Ending: Rabu, 07 Juni 2023