Bab 39. After Wedding

1K 25 0
                                    

*Dhira*

Bagun lebih awal dari Mas Cakra setelah menjadi istrinya mungkin akan menjadi kewajiban. Tentu saja ada banyak yang harus aku sesuaikan setelah menjadi istrinya. Mulai dari menyiapkan sarapan sampai menyiapkan segala keperluannya sebelum berangkat kerja. Aku hanya beruntung hari ini Mas Cakra masih cuti, jadi tidak terlalu sibuk pagi ini. Hanya menyiapkan sarapan itupun sudah disediakan oleh pihak hotel.

Yap, ini sudah hari ke dua nginap di hotel seperti yang diminta Mama mertua. Beliau minta agar kami menginap di hotel sambil menunggu renovasi rumah selesai. Katanya empat sampai lima hari.

Mas Cakra sendiri selalu sibuk dengan ponselnya, sementara aku menyesap teh seperti biasa. Menikmati aroma pappermint yang merilekskan tubuhku. Setelah menikah, Mas Cakra menjadi lebih pendiam. Hanya sesekali bicara kalau memang penting.

"Mas, kita makan di bawah yuk. Sudah dua hari ini kita minta di antar terus," tawarku.

Kami memang tidak pernah turun hanya untuk sarapan bersama. Selalu minta pelayan untuk mengantar paket sarapan kami.

"Lebih simpel kalau di antar," jawaban Mas Cakra selalu seperti itu. Pertanda dia malas keluar kamar.

"Kita udah dua hari ini nggak keluar kamar loh Mas! Mas serius kita makan di kamar lagi?" tanyaku dengan nada setengah tinggi, sungguh tidak bisa dipercaya.

Mas Cakra menanggapi dengan dehaman.

"Di bawah ribet, Yang," elaknya.

"Nggak ada yang ribet kalau Mas mau."

"Ya udah kita makan di luar," jawab Mas Cakra setengah terpaksa. Aku tahu karena dia malas-malasan menjawabnya. Bahkan tidak ada hasrat untuk merealisasikan perkataannya.

Tentu saja karena terpaksa aku hanya diam saja. Diam akan terasa lebih baik daripada bertengkar. Aku juga tidak mungkin memaksa orang yang sebenarnya tidak mau. Itu sebabnya aku ikut memilih bersandar di punggung ranjang sambil bermain ponsel. Persis seperti yang Mas Cakra lakukan setiap saatnya.

Sesuatu yang ingin aku protes tapi tetap saja tidak bisa kulakukan.

Mas Cakra terlalu tidak bisa dibantah. Sementara aku takut sendiri untuk mengungkapkan isi hatiku.

Aku semakin terdiam begitu merasakan sapuan hangat di keningku.

"Mau makan dimana?" tanya Mas Cakra kemudian.

"Ga usah, makan di sini aja. Lagian Mas sibuk kan?"

"Tuh kan marah, minta maaf, Yang." Mas Cakra menarikku ke dalam rangkulannya. Sementara aku hanya diam saja. Masih kesal dengan tingkah Mas Cakra yang seenaknya.

Mas Cakra berkali-kali menyunggingkan senyum. Berusaha membujukku untuk tidak marah.

"Marah terus sih," kata Mas Cakra. Sengaja menekuk wajahnya seolah-olah kecewa dengan tingkahku. Tetap saja yang harusnya kecewa ya aku, bukan dia kan?

Dengan tatapan sinis aku melirik ke arah Mas Cakra, lalu menjawab, "Aku bisa kok Mas cari makan sendiri. Kalau Mas emang nggak mau."

"Iya iya aku minta maaf. Ya udah kita mau kemana?"

Aku masih cemberut. "Aku nggak mau keluar sama orang yang lagi terpaksa."

"Kalau jutek kelihatan cantik banget," komentar Mas Cakra sambil tersenyum manis ke arahku. Membuatku tersipu karena pujiannya.

"Siapa yang jutek coba?!" protesku sambil mendorong Mas Cakra menjauh.

Mas Cakra tertawa kecil malah semakin mempererat pelukannya. Sedikit menggoda sambil mengelitik pinggulku.

Dandelion [END-LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang