Bab 14. Disappear

1.1K 44 1
                                    

*Dhira*

Aku sesekali memperhatikan Drew menghela napas panjang. Pandangannya lurus ke depan, memperhatikan layar monitor laptop. Seperti biasa dia sedang mengedit video untuk konten youtube anak-anak teater. Sela pekerjaan yang di lakukan setiap hari. Dia bilang untung-untung nanti kalau bisa menghasilkan uang dari sana. Drew bilang kalau ini berhasil, dia tidak akan kerja di cafe lagi. Aku tahu Drew langsung datang ke sini sepulang dari cafe tadi. Lebih baik jadi editor katanya daripada kerja cafe. 

"Kok Pak Cakra nggak kedengeran kabarnya lagi sih, Dhi," ocehan Tara membuatku menoleh yang semula melihat Drew sekarang malah berbalik menatapnya.

"Lagi sibuk kali, Ra," jawabku sekenanya.

"Ya gimana ya, gue kangen banget sama Pak Cakra soalnya. Biasanya kan dia suka kirim vidio-vidio motivasi gitu di grub bimbingan. Sekarang kok jadi nggak pernah lagi sih. Kenapa ya?" guman Tara. Tidak lama aku lihat Adrian juga masuk ke dalam sekretariat langsung menggantikan Drew. "Drew... Drew. Lo mau ngapain?" tanya Tara. Saat itu Drew sudah berniat duduk di bawah untuk tidur. "Beliin kita ropang dong, laper nih."

Aku lihat Drew langsung bangkit. Mengucek matanya. Sebenarnya dia kelihatan capek banget, terlihat dari tatapan matanya yang tidak terlalu antusias seperti biasanya. "Lo mau Dhi?" tanya Drew malah bertanya kepadaku.

Sontak aku menggeleng. "Nggak usah Drew. Lo kelihatan capek banget gitu." Tanpa diminta Drew berdiri. Menarik dompet dan kunci motornya hendak pergi.

Aku bukan orang yang tega membiarkan Drew pergi sendirian dengan keadaan seperti itu, langsung berkata,"Ya udah perginya ama gue aja."

Tara yang sedari tadi memperhatikan kita hanya senyum-senyum saja. Drew awalnya sempat menolak kalau aku ikut, tapi aku mencoba untuk meyakinkan bahkan sempat merampas kunci motornya. Pasrah Drew mengikutiku dari belakang. "Gue aja yang bawa motornya ya Drew?"

Drew diam. Tidak banyak bicara. Langsung duduk di jok belakang. Jangankan bicara, tersenyum pun tidak. Rasanya ada yang hilang dari Drew. Dia tidak seperti Drew yang aku kenal. Kalau pekerjaan yang membuat Drew berubah, aku mau dia berhenti. Tapi siapa aku yang bukan siapa-siapa. Menyarankan pun salah kecuali aku kasih uang buat Drew, ya kan?

"Drew? Kamu capek banget ya?" Saat aku bertanya, Drew mulai bergerak tidak nyaman. Terasa waktu aku mulai melajukan motor.

Kita berhenti di cafe yang biasa kita datangi. Drew duduk tak jauh dariku. Meneguk secangkir kopi yang lebih dulu dia pesan sambil menunggu roti panggang pesanan kita. Dia beberapa kali menggeleng untuk menghilangkan rasa kantuk. Membuatku sedikit prihatin. Drew sama sekali tidak mengatakan apa-apa. Hanya tersenyum saat menawarkan secangkir kopi sebelum dia minum. Itu senyuman pertamanya. Kemudian beberapa kali aku lihat dia sedang membuka ponsel. Sepertinya untuk bermain game.

"Capek ya Drew kerja malam?"

"Nggak," jawab Drew. "Lebih capek lagi kalau nggak kerja diem-dieman di rumah."

"Kenapa tadi nggak nolak waktu Tara minta beliin makan?"

"Kalau lo mau juga, gue jadi nggak tega nolak. Gue tau kok kalau lo pengen juga ya kan?"

"Bisa berangkat sendiri, Drew."

Drew menggeleng. "Ngebiarin elo ngelakuin apa-apa sendiri bikin gue nggak bisa tenang, Dhi." Lalu dia menatapku. "Gue juga nggak suka lihat lo ngomongin tentang Pak Cakra sama Tara."

Aku terkejut dengan jawaban Drew. Sedikit membuatku menyunggingkan senyum samar. Jawaban yang tidak aku harapkan, tapi mampu membuatku salah tingkah di depan Drew.

"Tapi kalau lagi capek yang logis dong, jangan ngorbanin sesuatu buat orang lain."

Drew reflek menatapku. Tatapannya lebih tajam. Meninggalkan game di ponselnya. "Lo nggak lagi mikirin yang lain kan, Dhi?"

Dandelion [END-LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang