Bab 36. Quarrel

590 23 4
                                    

*Cakra*

Gue berjalan ke arah lobi. Menyerahkan mobil gue ke valet parking sebelum akhir-nya benar-benar masuk ke dalam apartemen. Buru-buru menemui Sherly dan Dhira yang katanya udah nunggu di dalam.

Beruntung mereka masih ada di sana waktu gue datang. Duduk di ruang tunggu saling ngobrol satu sama lain, sayangnya gue nggak ngerti apa yang mereka obrolin.

Beneran bikin gue bete.

Sambil pura-pura menunjukkan senyum lebar, gue melambaikan tangan ke arah mereka. Sherly lebih dulu membalas karena saat itu pandangan kita nggak sengaja ketemu.

"Udah lama?" tanya gue langsung memberikan kecupan hangat ke Dhira.

Dhira nggak merespon tapi juga nggak nolak.

"Baru kok," jawab Sherly waktu itu.

"Kita mau di sini atau di dalam?" tanya gue akhirnya. Gue nggak mau bikin Dhira nggak nyaman, itu sebabnya gue tanya.

"Sebenernya sih ada yang mau Dhira diskusikan. Dan kayaknya gue nggak ikut, kalian aja ya." Yang gue tangkap waktu itu Sherly udah berencana untuk pergi.

Dhira kelihatan panik. "Kak? Kok gitu sih? Tadi kan Kakak bilang kalau mau temenin aku?!"

"Ini masalah kalian, kalian harus cari jalan keluarnya sendiri." Sherly kemudian memeluk erat Dhira. Meyakinkan kalau semuanya baik-baik saja. Sherly juga meyakinkan kalau gue nggak bakal berbuat buruk. Jadi Dhira terpaksa harus mempercayai semua perkataan Sherly dan melepaskan Sherly begitu saja.

"Mau di sini atau di dalam Yang?"

Dhira menggeleng. Menolak ajakan gue.

Tatapannya kelihatan tajam. Bikin gue bergidik. Apa yang mau dibicarakan Dhira? Gue beneran jadi nggak bisa nebak apa mau dia.

"Kamu sebenarnya mau ngomong apa sih, Yang?" tanya gue waktu itu. Duduk di kursi tunggu. Menunggu Dhira bereaksi tentu saja.

"Kamu hutang penjelasan sama aku, Mas."

Gue diam saja. Menunggu Dhira melanjutkan perkataannya. Gue harus berlatih sabar menghadapi Dhira. Dia agak menyebalkan akhir-akhir ini.

"Kamu pikir aku nggak tau semuanya?"

Gue menyipit. Maksudnya tahu semuanya ini apa? Yang akhirnya bikin gue membuka mulut lebar-lebar. "Penjelasan apa sih yang kamu maksud, Yang?" tanya gue berusaha seramah mungkin. Nggak mau lah gue kalau tiba-tiba Dhira makin curiga.

"Aku lihat kamu jalan sama Mbak Ceyla di restoran Prancis."

Gue membelalakkan mata. Itu beberapa hari yang lalu, waktu gue lagi pengen dinner bareng Ceyla. Kalian tahu lah kalau gue sama Ceyla udah jarang banget makan di luar.

Kalau yang dimaksud Dhira adalah dinner yang kemarin, kacau sih ini. Kalau nggak salah inget gue sempat mengecup bibir Ceyla. Semoga saja Dhira nggak tahu.

"Kami cuma dinner biasa kok. Nggak ada yang spesial, kenapa nggak kamu samperin?"

"Makan malam biasa sama dress seperti itu, Mas? Kamu pikir aku bodoh?" Suara Dhira mulai meninggi.

Kemarahan itu menghantam dada gue buat ngelawan Dhira. Beruntung waktu itu masih gue tahan karena nggak mau bikin keributan.

Dhira beruntung nggak minta ke dalam buat ngobrolin ini, kalau enggak gue pasti udah tonjok muka dia sekarang.

"Dhira..." Gue berusaha membuat Dhira melunak.

Gue lihat mata Dhira langsung beralih menghindari tatapan gue.

Dandelion [END-LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang