05

65.1K 5.9K 142
                                    

Seminggu setelah kejadian arkana dan Marvin bertengkar selama itu juga keduanya kembali seperti biasa tidak ada yang berubah, saling tidak perduli dengan urusan masing-masing.

Selama seminggu itu juga arkana merasa bosan, lelah dengan peran nya yang sekarang. Bagaimana juga Arkana masih remaja di dunia nya yang dulu, jiwa remaja nya masih ada.

Arkana juga iri dengan teman-teman barunya disini atau lebih tepatnya teman-teman alkana. Iya, Arkana sudah kenal dan akrab soalnya beberapa hari yang lalu mereka datang mengunjungi Arkana.

Teman-teman nya juga merasa heran karena alkana yang mereka kenal dulu tidak sebaik itu kepada anak sambungnya. Tapi mereka juga bersyukur karena temannya sudah mendapatkan hidayah.

Eh mereka tidak tahu saja, raga yang sama dengan jiwa yang berbeda.

"Huuu gue cape banget, pengen main." Gumam Arkana, padahal jam sudah menunjukkan pukul satu malam.

Arkana sudah mencoba memejamkan matanya sedari tadi tapi tetap saja dirinya tidak bisa tidur.

Tiba-tiba saja handphone alkana berdering menandakan ada yang menelfon nya, ia mengerutkan keningnya sebentar. Siapa yang menelfon nya malam-malam seperti ini?

Lalu tangan nya mengambil handphone itu dan ternyata teman nya yang menelfon.

Arkana mengangkat telfon itu.

"Al lo lagi sibuk ga?" tanya nya dari sebrang sana.

"Ga, kenapa emang?"

"Sini lah ke basecamp." Arkana terdiam sejenak, boleh juga tuh pikirnya.

"Otw." Balas nya lalu mematikan sambungan telfon nya.

Arkana beranjak dari kasurnya untuk bersiap-siap, lumayan untuk menghilangkan setres setelah berhari-hari mengurus anak kecil.

Setelah siap Arkana keluar dari kamar dengan langkah kaki yang pelan, ia tidak mau menimbulkan suara dan membangun kan seseorang. Sungguh arkana malas berdebat.

Sesekali Arkana melihat ke belakang untuk memastikan. Tapi karena dirinya sekarang sedang melihat kebelakang membuat arkana tidak sadar di depan nya sudah ada Marvin dengan muka datarnya, menatap Arkana.

Arkana menolehkan lagi kepalanya ke depan dan terkejut, kapan manusia rese itu sudah ada di hadapannya?

Arkana tidak takut kepada Marvin hanya saja malas berdebat dan takut suara tinggi mereka berdua membangunkan Niel dan nia nantinya.

"Cih! Mengendap-endap seperti maling?" Ucap Marvin memandang Arkana dengan tatapan yang sulit di artikan.

Arkana menegakan tubuhnya. "Gue gak ada urusan sama lo!" Arkana akan melangkah pergi meninggalkan Marvin namun lengan nya di cekal duluan oleh Marvin.

Arkana berbalik, menatap Marvin sengit. "Lepasin! Kita ga punya urusan!"

Marvin tetap tidak melepaskan cekalan nya pada lengan Arkana. "Mau lo apasih? lepasin, gue mau keluar."

"Seorang istri keluar malam-malam apakah bagus?" Tanya nya tajam.

"Lah anjing terus apa urusannya sama lo?!" Arkana kesal, kenapa juga tuh manusia rese.

"Saya suami kamu alkana! Kamu keluar malam-malam begini pasti main dengan teman-teman mu itu kan? jika ada yang tahu lalu mereka akan menilai mu yang tidak-tidak bagaimana? Itu juga akan merusak reputasi ku!" Arkana kesal, dengan kuat ia mencoba melepaskan cekalan tangan nya dari marvin.

"Wah wah terus apa bedanya sama lo? lo malah terang-terangan bawa pacar kesini sedangkan lo udah punya istri! Gausah munafik deh, reputasi lo emang udah jelek but sayang mereka nya aja yang belum tau itu, gue jamin kalo mereka tau, reputasi lo bakalan jelek sejelek-jelek nya!" Murka Arkana, ia kesal kenapa mau main aja sesusah ini sih harus bertengkar dulu.

Apa bedanya main malam sama siang, ia juga butuh menjernihkan pikiran bukan Marvin doang.

Kenapa Marvin bisa sebebas itu keluar kesana-kesini sedangkan dirinya tidak bisa karena harus mengurus kedua anak itu.

Kalo Arkana egois dan tega ia juga akan melakukan hal yang sama dengan alkana tapi ia tidak tega melakukan nya.

"Udah deh Vin gue cape setelah ngurus anak-anak seharian penuh terus sekarang harus ngeladenin lo bisa-bisa setres gue disini. gue cuma mau main, jadi urus-urusan lo sendiri. Lo tenang aja, gue keluar malam ini gak bakal bikin reputasi lo rusak!" Ucap nya kesal lalu keluar begitu saja meninggalkan Marvin.

Marvin memandang istrinya dan bergumam lirih. "Dia bukan pacar saya.."

Setelah nya Marvin pergi ke kamarnya untuk tidur.

•••

"Gue tuh kesal anjing, terus juga ngapain dia ngaku-ngaku suami gue? ogah gue punya suami yang main sama jalang, idih jangan-jangan udah gak perjaka." Teman-teman nya yang mendengar dumelan arkana hanya bisa meringis, pasalnya lelaki manis itu sudah sedari tadi mendumel tak henti-henti nya.

Gio, yang dudukan dekat dengan Arkana pun langsung menoyor kening teman nya itu.

"Suami lo emang udah ga perjaka anying, kan lo nikah sama dia aja udah punya dua buntut. Lagian udah deh lo ngedumel terus, gue yang dengerin aja pegel al. Mending lo nikmatin main disini, ntar di rumah kan lo berpusing-pusing ria lagi menjadi ibu rumah tangga." Yang lainnya tertawa mendengar ucapan akhir gio.

Arkana cemberut mendengar nya. "Tau ah, gue doa in lo semua juga dapetnya duda amin. Biar kalian ngerasain jadi gue yang berpusing-pusing ria ngejaga anak."

Seketika mereka terdiam mendengar ucapan Arkana. "Eh jangan gitu anying, ga asik doa nya." Ucap salah satu teman nya yang bernama, Adi.

"Bener tuh, gio yang ngomong ko kita semua yang kena." Timpal, Rey.

Gio yang mendengar ucapan Rey sedikit tidak terima. Ia melemparkan bantal sofa kearah Rey dan tepat sasaran.

"Eh bangke! Lo semua juga ngikut ketawa ya. Jadi bukan gue doang."

"Ya gausah lempar bantal juga dong!" Balas nya tak terima dan balik melempar bantal sofa tersebut ke gio.

Arkana hanya diam, ia menikmati perdebatan si pendek gio dan si tinggi Rey.

"Berantem mulu, ntar jodoh awas loh." Gio dan Rey menatap Arkana bersamaan.

"Najis." Ucap keduanya.

Arkana dan Adi tertawa terbahak-bahak. Walaupun Rey selalu di bilang pihak bawah oleh mereka tapi Rey juga ada sifat dominan nya. Dengan warna kulit sawo matang dan wajahnya pun cenderung dominan namun sedikit manis.

Kalau gio parasnya tidak jauh berbeda seperti alkana, tapi bedanya gio lebih pendek ah atau lebih kecil dari alkana. Dengan kulit seputih susu, wajah manis dan cantik serta imut itu sering mengundang para dominan untuk menjadikan milik mereka.

Namun tidak ada salah satu dari mereka yang membuat gio tertarik, entahlah apa alasannya.

Sedangkan Adi, sebenarnya pria itu pihak atas namun ya sama seperti Rey nasibnya, ia selalu di bilang pihak bawah oleh kedua temannya itu.

Jika gio dan alkana taruhan, Rey akan menjadi pihak bawah, Adi pun setuju. Karena Rey sendiri masih bimbang walaupun ia mengaku-ngaku dirinya pihak atas.

Lain halnya dengan Adi, ia memang benar-benar pihak atas. Adi sempat berkencan dengan lelaki manis yang lebih tua dari dirinya, namun juga lelaki itu bisa di bilang janda eh atau duda?

Ke tiga temannya tidak ada yang tahu, biarlah kalau sudah ada kejelasan dari hubungan nya Adi akan memberi tahu kan kepada teman-temannya.






















TBC

Transmigrasi Arkana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang