04. Pelukan
Saat mendongakkan kepalanya ternyata yang memeluknya barusan adalah Papanya sendiri. Sosok pria yang sangat di sayangi Celina, sosok pria yang sangat Celina banggakan.
"Papa" panggil Celina sangat lirih, hampir tak terdengar.
Celina bangkit dan berdiri lalu memeluk tubuh Papanya sangat erat dan menangis sejadi-jadinya.
"Pa, Celina minta maaf. Lagi, Celina telat pa. Celina ga maksud buat abaikan keluarga kita pa. Papa Celina-" suara Celina tercekat di tenggorokan. Ia tak sanggup lagi untuk melanjutkan kalimatnya.
Erwin, Papanya Celina menatap anak gadis yang sangat Ia sayangi ini. Lalu mengelus kepala Celina dengan lembut.
"Celina kenapa kamu belum ganti baju nak?" ujar Erwin dengan sangat lembut.
Erwin sadar anak bungsu nya ini pasti lagi-lagi kena kekerasan dari anak sulung nya. Terlihat dari kedua ujung bibirnya yang terlihat lebam. Ingatkan Erwin nanti untuk memberi pelajaran pada Vian anak sulungnya yang mudah tersulut emosi itu.
"Papa, Celina tadi baru pulang ekskul terus Celina mampir Pa. Te-terus" Celina sungguh tidak sanggup lagi. Tatapan Erwin, Celina benci itu. Tatapan yang menyiratkan kekecewaan.
Erwin lagi di kecewakan oleh anak gadisnya, tapi Ia tidak bisa marah. Lantas dengan halus Ia berujar. "Celina pulang nak, sudah larut. Besok kamu bisa datang ke mari lagi setelah pulang sekolah. Papa bisa jaga Mama di sini sendiri."
Setelah meyelesaikan kalimatnya dan mengecup lembut kening Celina, Erwin pergi begitu saja.
Celina melangkahkan kakinya keluar area rumah sakit.
***
Di lain tempat, Rey sedang merebahkan tubuh di kasur king size nya. Pikirannya tidak tenang, selalu tertuju pada seorang gadis yang Ia tolong beberapa jam lalu.
Rey bangkit dari rebahan lalu mengambil kunci mobilnya yang tergeletak di atas meja nakas sebelah kasur nya.
Mengendarai mobil dengan kecepatan sedang. Tujuannya ke arah terakhir Ia mengantarkan gadis itu.
Dugaan Rey tidak meleset. Kini gadis itu kembali meringkuk di tepi jalanan yang tidak jauh dari lokasi Rey mengantarkan gadis itu.
Rey turun dari mobilnya dan menghampiri Celina.
Merasa ada yang datang Celina mendongakkan kepalanya, lalu Celina berdiri. Entah dorongan dari mana Celina memeluk erat tubuh pemuda yang ada di hadapannya ini.
Sangat erat Celina memeluk Rey, dan Celina menangis kencang. Entahlah, saat ini Celina menang sedang membutuhkan pelukan.
Persetan dengan gengsi Celina mengenyampingkan gengsi dan ego nya dulu.
Tangan Rey terangkat ingin membalas pelukan gadis itu, namun terurungkan karena Celina lebih dulu melepaskan pelukan nya.
"Maaf ya kak, baju Lo jadi basah. Dan maaf Gue lancang udah meluk Lo" ujar Celina sambil mengelap air matanya dan ingusnya di hadapan Rey tanpa tahu malu.
"Lo mau pulang?"
Celina mengangguk kan kepala pelan.
"Di mana alamat rumah Lo. Gue anter!"
Celina terdiam, ingin menolak tapi dirinya tidak punya uang untuk pulang. Dan jika berjalan tapi jarak untuk ke rumah nya masih sangat jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Beda Agama [end]
أدب المراهقينTerkadang kita harus merasa sakit, agar kita tahu bagaimana cara bersyukur. Namun bagaimana jika sudah bersyukur pun rasa sakit itu tak kunjung menghilang malah bertambah. Mencintai seseorang dengan sangat namun beda keyakinan. Sudah beda keyakinan...