11. Oke
Ketika Celina membuka pintu rumah nya untuk berangkat sekolah. Celina tersenyum melihat Revy yang sudah nangkring di atas motor pria itu di halaman rumah Celina. Revy memang seringkali mengajak Celina untuk berangkat sekolah bareng, namun Celina juga sering menolak tawaran Revy alasannya tetap ingin terlambat agar bisa melihat Reyhan. Tapi Hari ini Celina akan menerima tawaran Revy untuk berangkat bersama.
Celina berani keluar dari kamar juga karena sejak kejadian malam tadi Vian belum juga pulang. Celina semakin mengembangkan senyumnya, semoga saja mengawali pagi dengan senyuman semua tidak terjadi apa-apa.
"Ojek bang?" Canda Celina sambil terkekeh pelan. "Khusus buat neng cantik doang" balas Revy sambil mengedipkan sebelah matanya.
Celina menutup pintu rumah tidak lupa untuk mengunci nya. Celina langsung saja naik ke motor Revy. "Padahal belom ada gue suruh." Yang langsung saja di balas pukulan ringan dari Celina.
***
Karena datang bersama Revy terlalu cepat, Celina ke rooftop sekolah untuk sekedar menunggu bel masuk berbunyi.
Nyatanya sampai jam mata pelajaran ke 3 pun Celina tidak beranjak dari tempatnya. Ketika bel istirahat barulah Celina pergi dari tempat itu menuju kantin.
"Anjip Celina. Lo dari mana aja?" Begitu Celina duduk bergabung dengan ketiga sahabat nya, langsung saja Reni menyerobot pertanyaan pada Celina.
"Kecepatan dateng sama Revy. Jadi nunggu di rooftop malah ketiduran gue. Sorry ya Ziv." Jelas Celina lalu menatap ke arah Ziva di akhir kalimat nya.
Ziva tak menanggapi ucapan Celina. Ziva langsung memalingkan wajahnya, tanda Ziva kecewa. Ziva tentu tidak ingin salah satu teman nya terlibat dalam masalah, Ziva ingin teman-temannya jadi anak sekolah mestinya tidak usah membuat onar.
Celina menundukkan kepalanya, jelas Celina tahu kalau Ziva kecewa. Tapi Celina tidak ingin kesedihannya terlihat. Juga luka memar nya pasti dengan jelas bisa di lihat, Celina tidak ingin ada yang tahu tentang dirinya. Cukup tahu namanya saja tidak perlu lebih. Itulah prinsip Celina, cukup teman-temannya ini sudah membantu sangat banyak dia tidak mau menambah beban lagi.
"Udah ayo makan, gue ga sabar" ujar Vanya mencari kan suasana. "Kalo makan lo mah cepat Nya" Celina angkat bicara sambil terkekeh.
Saat sedang asik makan tiba-tiba Nathanio menarik tangan Ziva. Mereka sudah biasa melihat pemandangan ini, Nathan yang sifatnya pemaksa dan tidak mau di bantah. Ziva yang orang juga tidak bisa untuk melawan.
***
"Nathan lepasin, sakit" ringis Ziva, merasakan pergelangan tangannya yang di tarik kuat terasa nyeri.
"Apa maksud lo ga balas pesan gue dari tadi malam? Hah? jawab!" Nathan sambil mencekam dagu Ziva. "Handphone aku di sita mama Nath! Aku di suruh buat belajar" Balas Ziva sambil menahan perih di dagunya.
Nathan menghempas kan cengkraman nya dengan kasar. "Alasan lo itu terus. Nipu kan lo! Mana ada orang tua gila nyuruh anaknya belajar mulu" sakras Nathan.
Ziva tersenyum getir lalu membalas perkataan Nathan. "Ada! Buktinya orang tua aku. Selalu nyuruh belajar dan belajar" ucap Ziva sambil menahan air matanya agar tidak jatuh. "Aku anak pertama Nath. Apalagi kakak sepupu aku yang udah sukses di bandingin terus sama aku! Di suruh jadi contoh buat adik-adik aku. Aku harus juara terus itu tuntutan dari keluarga aku." Ziva sambil menatap mata Nathan teduh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Beda Agama [end]
Teen FictionTerkadang kita harus merasa sakit, agar kita tahu bagaimana cara bersyukur. Namun bagaimana jika sudah bersyukur pun rasa sakit itu tak kunjung menghilang malah bertambah. Mencintai seseorang dengan sangat namun beda keyakinan. Sudah beda keyakinan...