19. Siapa sangka

20 5 0
                                    

19. Siapa Sangka

Kini seluruh siswa siswi Galaxy sudah berbaris dengan rapi. Celina baris paling depan, karena calon pacarnya menjadi pengerek bendera. Guna melihatnya, Celina harus baris paling depan. Di belakangnya ada Reni, lalu Vanya, dan Ziva.

Reni memperhatikan punggung Celina, entah apa yang ada di benak Reni. Sehingga tanpa sengaja air matanya menetes. Reni tersadar, lalu dengan cepat menghapus nya.

Upacara berlangsung dengan baik dan benar. Pasukan pengibar juga sudah selesai, kini tubuh Celina mulai melemah. Akibat terik matahari dan berdiri berjam-jam.

Vanya di belakang Reni pun mulai menggerutu. "Aduh panas banget. Nanti kulit gue kebakar nih!" Ziva yang mendengar nya pun merotasikan matanya.

"Sabar Nya, bentar lagi siap," ujar Reni yang mendengar gerutuan Vanya.

Tiba-tiba terdengar kegaduhan dari arah barisan laki-laki belakang.

Semua pandangan mata teralih ke arah belakang. Mata Ziva terbelalak kala melihat siluet tubuh yang sangat ia kenali.

Itu Nathan.

Ziva dan Celina dengan kompak berlari ke arah kerumunan itu.

Mulut Celina menganga melihatnya.

"UDAH, NATHAN UDAH!" Teriakan itu berasal dari Ziva.

"PISAHIN DONG, TOLONGIN. JANGAN DIEM AJA." Ziva berusaha keras memisahkan perkelahian yang terjadi itu.

"TOLONG!!"

Celina maju selangkah, "ATAN STOP!"

Refleks Ziva yang panik, menghentikan pergerakan tubuh nya. "Atan?" Beo Ziva. Tersenyum lirih, padahal dirinya sudah berusaha untuk tetap berfikir positif. Tapi ia rasa ini sudah kelewatan batas.

Nathan dan pria, sebut saja namanya Joel. Menghentikan pergulatan mereka.

Nathan kenal betul suara itu. Joel tersenyum melihat gadis yang menjadi target mereka berkelahi.

Nathan dengan cepat menarik pergelangan tangan Celina, tanpa sadar jika Ziva tepat ada di samping Celina.

Ziva merasa sesak di dadanya. Nathan, lelaki yang selalu Ziva sayang dan cintai untuk pertama kalinya pria itu melewati dirinya untuk melirik pun tidak.

Ziva memegang dadanya.

Nafasnya menderu hebat.

Kedua tangan nya mengepal di sisi tubuhnya.

Lihat saja, Ziva tidak akan tinggal diam. Ia pasti dan akan pasti membalas semua ini.

Cukup sudah drama ini, Ziva tidak butuh alasan yang lain lagi, ia sudah muak bahkan sangat muak.

Nathan milik nya dan hanya miliknya.

Mutlak.

***

Ternyata Nathan membawa Celina ke UKS.

"Nathan? Lo ga papa?" Tanya Celina dengan khawatir.

Nathan hanya diam membisu.

"Kenapa bisa gini?" Tanya Celina sekali lagi.

Nathan kembali mengepal kan tangan nya emosi. Kala mengingat penyebab ia berkelahi.

flashback on.

Di barisan Joel memperhatikan tubuh Celina.

"Tuh cewe aslinya semok parah bro." Ujar Joel pada salah seorang temannya.

"Tau dari mana lo?" Tanya pemuda tersebut.

"Kemarin gue liat dia make seragam ketat, beuhh ngiler." Balasnya sambil menunjukkan simrik nya.

Nathan yang mendengarnya lantas merasa emosi. Dan langsung saja menerjang pemuda yang berbicara itu dengan bogeman bertubi-tubi.

flashback off.

"Nathan?" Panggil Celina lagi, saat melihat Nathan malah melamun.

Nathan tersadar dari lamunannya. "Urusan laki-laki." Setelah itu Nathan melangkahkan kakinya keluar ruang UKS.

Celina menghela nafasnya sesaat. Jujur saja tubuh nya terasa amat lemah dan lelah.

"CELINA ASTAGA, LO GA PAPA? TOLONG AMBULANCE PLEASE" Teriakan membahana itu tentu saja berasal dari Reni. Perempuan yang heboh tiada tara.

Vanya lantas menendang pelan dengkul Reni.

"Mending lo diem deh! Nafas lo bau naga bonar." Ujar Vanya dengan santai dan berjalan santai mendekati Celina yang terlihat pucat.

Celina tersadar akan sesuatu, "Di mana Ziva?" Pertanyaan tersebut membuat kedua gadis di hadapan Celina terdiam. Masalahnya mereka pun tak tahu di mana keberadaan Ziva setelah kejadian tadi.

"Di panggil Bu Alust tadi, di suruh bawa buku ke kantor." Tentu saja itu alibi dari Reni.

Reni tahu betul, Ziva pasti akan dendam kepada Celina.

Saat kejadian di lapangan tadi sekalipun pandangan Reni tak terlepas dari Ziva, ia memperhatikan gerak-gerik sahabatnya itu. Reni pun paham situasi. Untuk sekarang Reni ingin membuat rencana agar Celina mau melakukan terapi dan segala pengobatan. Urusan Ziva itu belakangan, keselamatan sahabatnya yang terutama.

Mengingat semuanya Reni rasa-rasanya ingin menangis. Membayangkan sudah berapa lama Celina bertahan tanpa siapapun ada di sampingnya, di tambah penyakit yang sedang ia derita.

***

Seorang gadis berada di belakang sekolah, sejak tadi yang ia lakukan hanyalah duduk terdiam melewatkan jam pelajarannya, tidak peduli akibat dari dirinya yang membolos.

Ziva. Ya gadis itu adalah Ziva.

"Gue pastikan lo bakal terima dari perbuatan lo ini Celina!" Lirih gadis itu.

Nathanio hanya miliknya seorang.

Nathan memang sering mengabaikannya.

Dan sekarang Ziva sudah tau alasan dari semua ini. Celina. Gadis bodoh dan miskin itulah yang membuat Nathan nya mengabaikan Ziva, yang notabenenya pacar pria itu sendiri.

"Cukup. Gue ga mau hancur sendirian, gue mau lo hancur juga Celina!"

Dan tanpa Ziva sadari bahwa ada seseorang yang memperhatikan Ziva sejak tadi. Setelah mendengar kalimat terakhir dari Ziva, lantas seseorang itu tersenyum puas.
***
















Hai semuanya...
Maaf ya udah sekian purnama ga up cerita ini.

Soalnya niat aku buat ngelanjut cerita ini udah berkurang dan pikiran aku buntu banget buat ngelanjut cerita ini:)

Tapi ada 1 orang yang selalu nanyain cerita aku 'kapan up cerita?'

Nih aku up^^

Semoga suka ya,

Jangan lupa vote & komen!

see u next chap🤍💐


25 Oktober 2023

Kita Beda Agama [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang