"Assalamualaikum, orang ganteng masuk nih"
Haidar memasuki kelas nya yang suram. Kenapa suram? ia baru masuk kelas langsung disuguhkan dengan tuyul dewasa berkepala botak dengan penggaris papan tulis sepanjang tol andalannya.
Haidar hanya bisa menyengir. Ia tau setelah ini akan dihukum oleh guru matematika botak itu akibat terlambat.
"Haidar Bintara Dharma!!"
"Dalem."
Ia terlambat bukan tanpa alasan, tidak semua orang tau ia harus mengurus kedua adiknya sebelum berangkat. Layaknya seorang ayah pengganti, ia menyiapkan segala kebutuhan adiknya mulai dari membeli sarapan, tetapi terkadang ia memasak sendiri.
"Berdiri di depan kelas sekarang! saya tidak suka ada murid terlambat yang ikut pelajaran saya," ucap Pak Ujang.
"Iya Pak."
"Eits sebelum itu, kumpulin Pr kamu dulu di meja bapak."
Haidar tertegun. Ia lupa. Lalu ia berbalik, dan terkekeh pelan, "Maaf pak, itu buku nya ga sengaja nyemplung got pas berangkat sekolah tadi."
"Halah gausah banyak alesan. Bilang aja ga ngerjain," ucap Pak Ujang kesal.
Pak Ujang tersenyum sabar, "Baik kalau begitu, hukuman kamu double ya, berdiri dengan satu kaki diangkat di depan kelas sampai istirahat pertama, lalu pulang sekolah bersihin toilet!"
Haidar menghela nafas sabar. Cobaan orang ganteng emang random.
Haidar melirik ke arah duduk Shana yang sedang cekikikan menertawainya. Ia memberi isyarat mata mengancam, tetapi bagi Shana malah menjadi raut wajah lucu.
***
Haidar menghela nafas lega kala bell istirahat pertama sudah berbunyi. Ia menyudahi hukuman nya dan segera mendudukan kaki nya lemas di teras depan kelas.
"Heh kok duduk?! kan saya suruh berdiri."
"Udah bell pak, hukuman nya udah selesai dong. Lemes banget pak belum sarapan. Mau beliin sarapan di kantin ga pak? nanti tak kasih ongkir deh."
"Heh berani sama guru kamu?! nih tak kasih bekal bapak saja deh. Bapak ngeliat kamu kasihan juga."
Pak Ujang mengeluarkan kotak bekal dari tas nya. Haidar kaget, beneran dikasih dong?!
"Eh Pak gak usah. Saya cuma bercanda kok tadi. Maaf Pak, bekalnya dimakan aja. Saya sebenarnya udah sarapan kok." Haidar menundukan badan nya hormat, lalu pergi.
Pak Ujang menyeringai, "Beneran mirip ck ck."
***
"Wih ini anak lanang yang kemarin malem menang balapan," ucap Reyhan
"Makan makan dong Dar. Duit banyak buat apa tuh."
"Traktir gue dong Haid," ucap Daiz
"Iz sekarang lo mau pilih kapak atau celurit?" ucap Haidar dengan senyum yang menurut Daiz menyeramkan.
"Sekali lagi panggil pake nama itu, tak gorok."
Daiz memeluk Haidar dengan mulut yang dimonyong monyongkan, "Itu kan panggilan sayang buat lo anak lanang ku."
"Jijik anjir Iz"
"Yaudah sana pesen, gue traktir. Tapi jangan ngelunjak juga ya anjing."
***
Pulang sekolah. Haidar sibuk menjalani hukuman nya membersihkan toilet. Memang hari ini sial bagi Haidar. Ketika pulang sekolah akan kabur, tetapi Pak Ujang mengawasi nya dan menyeretnya menuju toilet.
Setelah selesai, ia menuju tempat biasa, yaitu rooftop. Ia menemukan Shana yang sedang berkutat dengan laptop nya.
"Nih buat lo. Pasti belum makan kan?" ucap Shana, sembari menyodorkan satu nasi bungkus.
Haidar tersenyum manis, "Makasih, makin sayang deh. Sini peluk."
"Najis. Lo bau toilet."
Haidar menghela napas, "Masih belum peka juga sih Sha."
Shana yang mendengar itu hanya diam. Selama ini ia tau kalau Haidar menyimpan rasa padanya. Bahkan secara terang terangan menyatakam suka dan sayang. Tetapi ia hanya cuek dan tak peduli. Menurutnya, Haidar hanya main main dan ia menganggap Haidar hanya sahabat saja.
"Sha, kenapa anak kodok jalannya lompat-lompat?" tanya Haidar.
"Yaa karena takdir."
"Salah. Karena dia senang ibunya bukan babi."
"Woy jangan babi seming lo," semprot Shana.
Haidar terkekeh pelan, "Nih kalau rambut putih kan namanya uban, rambut merah namanya pirang, kalo rambut hijau namanya apa?
Shana tampak berpikir, "Wig?"
"Salah."
"Trus apa anjir."
"Rambutan belum mateng."
"Loh- eh KOK IYA? GA KEPIKIRAN."
"Gausah ngegas juga bego. Suara lo tuh kayak, kayak-"
"Kayak apa?"
"Yaa kayak lo."
Shana memicing, "Gajelas bocah prik satu ini."
"Nih telor apa yang diinjak nggak pecah?"
"Apaan emang?"
"Te-
Drtt Drtt
Haidar tak melanjutkan kalimatnya karena tiba tiba ada yang menelpon nya. Lantas ia merogoh saku nya, mengambil ponsel nya yang bergetar.
"Halo Gal, kenapa?"
"Abang pulang sekarang."
Haidar tertegun, sedikit panik, "Hah emang kenapa? ada apa?"
"Galih mau minta uang."
Ingin sekali Haidar menggeplak kepala adik nya itu sekarang. Padahal ia sudah panik, ia kira ada hal darurat.
"Kan abang udah ngasih uang ke Galih tadi pagi."
"Galih kan bilang mau buat bayar buku modul. Abang ngasih nya pas pas an sih. Masih muda udah pikun."
Shana terkekeh pelan mendengarnya.
"Oh iya abang lupa. Ini abang pulang. Jangan kelayapan udah sore," ucap Haidar, lalu memutus panggilan sepihak
"Sha gue pulang dulu yaa," pamit Haidar.
"Tadi telor apa anjir? lo belum selesai jawab," ucap Shana yang masih kepo dengan tebak tebakan tadi.
Haidar tersenyum jahil, "Pikir aja sendiri. Buat Pr dirumah."
Bukk!!
Haidar menutupi kepala nya menggunakan tas kala Shana tiba tiba melemparkan sepatu mengarah kearahnya.
Bukan nya kesal, Haidar malah tertawa terbahak bahak. Seru juga membuat Shana kesal seperti ini.
"Mau pulang bareng ga? daripada lo disini sendirian takut nya ada apa apa," tawar Haidar.
"Gapapa, lagian Gea katanya mau kesini."
"Lah? Gea belum pulang?"
"Belum, tadi disuruh ke kantor bantuin Bu Yuyun."
"Yaudah gue pulang dulu ya, kalo ada apa apa telpon."
"Iye"
Setelah memastikan punggung Haidar menghilang ditelan pintu, diam diam Shana mencari jawaban teka teki Haidar tadi di internet.
Tbc
Gada yang baca yaudalaya, lagian ini nulis buat mengisi waktu luang doang
Buat kamu yang udah baca makasi banget, sini peluk
17-3-2k23
KAMU SEDANG MEMBACA
BLUE TRACKS
Teen Fiction(Lintasan biru) "Apa jadi Atlet Renang itu sesuatu yang ga bisa dibanggain?" *** "Lantas lo mau apa?" kesal Haidar pada gadis di depan nya ini. "Besok lo harus tembak gue di rooftop sekolah." Gadis gila. *** Ini hanya kisah seorang atlet renang y...