19. Mata Mata

19 12 15
                                    

Bangun tidur di hari libur memang nikmat yang harus disyukuri. Haidar merenggangkan tubuhnya, tersenyum melihat sinar matahari yang mulai menembus gorden kamarnya.

Ia pun beranjak mengambil handuk dan bersiap untuk mandi. Hari ini, ia berencana untuk latihan renang. Di daerah nya, dibangun sebuah kolam renang besar yang tidak terbuka untuk umum, hanya dikhususkan untuk para atlet latihan dan juga sebagai tempat lomba. Biasa dikenal Olympic Swimming Pool (OSP).

Dahulu ia mengajak Shana untuk menemaninya latihan disitu, namun itu hanya satu kali. Hari ini, ia akan mengajak Shana untuk menemaninya latihan di tempat itu lagi. Itu juga kalau Shana tidak sibuk sih.

Selesai mandi dan berganti baju, ia bersiap untuk pergi ke OSP. Ia hanya menoleh singkat pada ayah nya yang sedang membaca koran di ruang keluarga, dengan kopi hitam mengepul di meja. Namun, panggilan ayah nya membuatnya menghentikan langkah nya.

"Mau kemana? sini duduk. Ayah ingin bicara."

Haidar memutar bola mata malas. Jangan lupakan ia masih marah pada ayah nya ini yaa. Namun walaupun begitu, ia tetap menuruti perintah ayahnya itu.

"Ayah ingin menjelaskan tentang kejadian di malam itu."

Haidar hanya diam.

"Ayah membunuh dia itu bukan tanpa alasan, nak. Jadi dia itu orang jahat. Akhir akhir ini, ayah merasakan, bahwa ada yang suka mengikuti ayah dan juga menguntit keluarga kita."

"Lalu ayah memerintahkan anak buah ayah untuk mencari tahu semuanya. Dan benar ternyata ada seseorang yang menjadi mata mata perusahaan saingan ayah. Dialah orang nya, orang yang ayah bunuh tadi malam."

"Ayah dulu bergabung menjadi kelompok gangster. Namun karena ayah sibuk untuk persiapan kuliah, jadi tak lama ayah keluar. Lalu saat ayah sudah bekerja melanjutkan perusahaan milik kakekmu, ketua gangster itu tiba tiba menemui ayah. Dan kau tahu apa yang dia katakan? dia tiba tiba menyerahkan kelompok gangster nya untuk dipegang ayah."

"Kenapa ayah menerima nya?" tanya Haidar.

Gavin menoleh, lalu merangkul anak sulung nya itu, "Bukan tanpa alasan ayah menerima tawaran itu. Memang sih awalnya ayah menolak. Tapi setelah dipikir pikir lagi, ada untung nya juga. Contoh nya tadi malam."

"Tapi kenapa dia menyerahkan gangster nya ke ayah? bukan ke anggota lain?"

"Alasan nya sih karena dia melihat kemampuan ayah dulu. Bukan hanya dalam berkelahi, namun dalam mengatur strategi. Jadi, bukan tanpa alasan dia menyerahkan gangster nya kepada ayah."

Haidar tak menampik pernyataan itu sih. Ayahnya bahkan bisa mematahkan kaki karyawan nya dengan mudah.

"Apa ibu tahu soal ini?"

Gavin tersenyum, "Tentu saja."

Haidar hanya diam.

"Maka dari itu, dulu ayah kan memintamu untuk belajar ilmu bela diri, namun kau malah tertarik pada renang yang tidak ada guna nya itu?"

Haidar hanya diam dan mengepalkan tangan nya.

"Lihatlah adikmu, Galih. Dia semangat sekali belajar ilmu bela diri, tidak seperti mu."

Gavin menggenggam tangan Haidar, "Kamu itu anak pertama. Kamu harus bisa melindungi adik adikmu. Kamu juga yang bakal menjadi penerus perusahaan. Jadi mumpung belum terlambat, belajarlah ilmu bela diri dan lepas gelarmu sebagai atlet renang."

Haidar menoleh, menatap tajam ayahnya, "Kenapa aku harus?"

"Tentu saja harus. Apa kamu lupa apa yang baru saja ayah ceritakan tadi? ada seseorang yang memata matai keluarga kita. Keselamatan keluarga kita terancam sekarang."

BLUE TRACKSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang