12. Keputusan

17 11 14
                                    

Tok tok tok

Haidar mengetuk pintu rumah kekasihnya. Tak lama muncul lah orang yang ditunggu tunggu.

"Itu lo ngapain pake masker? tumben amat" tanya Shana

"Biar ketampanan gw ga dilirik cewe lain"

"Dih biasanya aja pamer badan di kolam renang."

"Trus gua renang harus pake hoodie gitu? atau sekalian mukenah?" sulut Haidar

Shana terkekeh pelan. Cowok satu ini pandai membuat mood nya naik.

"Yuk jalan sekarang."

"Ijin dulu dong sayang. Papa sama Mama mu dimana?"

"Sayang sayang pala lo peyang."

"Wow galak banget pacar gua."

Shana memutar bola matanya malas, "Papa sama Mama lagi ke luar kota, urusan bisnis. Gausah banyak bacot lagi, buruan."

"Iya iyaa."

***

Mereka memutuskan untuk menonton terlebih dahulu. Kebetulan, Shana dan Haidar satu frekuensi, sama sama menyukai film horor. Bahkan ketika satu bioskop teriak ketakutan dan menutup mata, mereka berdua duduk dengan tenang tanpa reaksi, sembari memakan popcord ditangan, seolah olah yang mereka lihat itu hanya film kartun anak anak.

Pemberhentian kedua setelah bioskop yaitu taman bermain Dufan. Awal nya Haidar menolak, dengan alasan itu permainan anak kecil. Namun akhirnya terbujuk karena Shana merajuk dan berniat untuk pulang.

Setelah puas bermain main, akhirnya mereka menepi duduk di salah satu stand makanan yang ada disana.

"Ayo beli es krim!!" seru Shana sembari menarik tangan kekasihnya menuju kedai es krim yang ada disana.

"Lo mau nya rasa apa?" tanya Haidar

"Choco mint!!!"

Haidar membeli 2 ice cream. Shana kira itu satu es krim untuk dirinya, dan satu es krim yang lain untuk Haidar sendiri. Namun dugaan nya salah. Ternyata 2 ice cream tersebut untuk dirinya semua.

Shana mengernyit, "Beneran buat gue semua?"

"He'em sayang."

"Tumben. Yaudah makasih."

"Lo kalau cuma beli satu, bakal ngerengek minta lagi."

"Hehe tau aja. Ini cobain, enak tau."

"Gak."

"Lo lagi puasa emang?"

"Lah lo galiat tadi gua minum di bioskop?"

Shana mencebik, "Yaudah sih, maap."

Haidar tersenyum, lalu mengelap sisa es krim yang meleber di bibir Shana, "Belepotan banget."

Shana mencebik, "Kalau lo pengen punya cewe yang makan es krim ga belepotan, gua mundur."

"Jangan diambil hati dong, maksud nya tuh lo lucu makan belepotan begini."

Shana mendesis kesal. Lalu ia menyodorkan es krim nya kepada Haidar, "ini cobain deh."

"Ga."

"Cobain!"

"Gak."

Shana membuka paksa masker Haidar, lalu ia menyodorkan ice cream ny kepada pacar nya itu. Namun Shana tertegun, ia terkejut kala melihat wajah cowok itu lebam, dan sudut bibir nya pun berdarah. Jadi ini alasan kekasihnya itu memakai masker.

Haidar terkekeh, "Yahh ketahuan deh."

Shana menghela napas, "Kenapa lagi hm? tawuran? kalah balapan?"

"Biasa, masalah keluarga."

Shana diam. Kalau urusan pribadi atau keluarga, Shana tidak mau bertanya lebih lanjut. Biarlah itu menjadi privasi Haidar. Shana menghargai privasi Haidar, jadi ia hanya menunggu cowok itu menceritakan nya sendiri.

Shana menyentuh pelan luka Haidar, "Sakit ga? kita pulang ya?"

"Engga. Jangan pulang dong, kita masih punya pemberhentian terakhir hari ini kan?"

"Yaudah. Tapi nanti mampir ke minimarket terdekat dulu, gue mau beli sesuatu."

***

Dan disinilah mereka. Tempat pemberhentian terakhir kencan mereka hari ini. Pantai.

Selain udara sore yang sejuk dominan dingin, mereka juga ingin melihat matahari dilahap oleh samudra alias sunset

Haidar menggandeng tangan Shana, menuntun nya untuk duduk disalah satu kursi yang ada disana. Pantai pada waktu sore hari juga tidak terlalu ramai, ditambah suara deburan ombak yang menambah kesan damai.

Shana menyalakan handphone nya, bersiap untuk mengabadikan matahari tenggelam. Tiba tiba pundak nya terasa berat, ia menoleh, mendapati Haidar yang sedang menyandarkan kepala nya di pundak Shana.

"Apa jadi atlet renang itu sesuatu yang salah ya sha?"

Shana diam. Terkejut dengan pertanyaan tiba tiba dari pacar nya itu. "Lo ngomong apasih. Apa salah nya jadi atlet? itu malah jadi sesuatu yang membanggakan, bukan sesuatu yang salah."

Haidar terkekeh, "Tapi kenapa keluarga gue memandang nya lain? menyebut bahwa jadi atlet renang itu sesuatu yang gabisa di banggain."

"Jangan dimasukan hati. Anggap itu angin lalu."

"Menurut lo, gue mending berhenti aja jadi atlet renang dan nerusin perusahaan Papa atau sebalik nya?"

Dahi Shana berkerut, "Kenapa nanya gue? ikuti kata hati lo Haidar. Semua keputusan ada di tangan lo. Gue selalu dukung dan selalu disisi lo."

"Aduh pacar gua udah mulai gombal. Bahaya banget nih."

"Lebay anjir." ucap Shana sembari menggeplak pipi Haidar, yang membuat cowok itu mengaduh sakit.

"Eh iya lupa. Sakit ya? sini hadap gue."

Haidar menurut. Ia memandangi Shana yang sibuk membuka sesuatu yang dibeli nya di minimarket sebelum kesini. Ternyata gadis itu membeli beberapa obat luka, dan kapas untuk mengobati luka kekasih nya itu.

"Kalau sakit bilang yaa."

"Hm."

"Lain kali kalau gini lagi itu bilang. Kalau lo bilang kan gua obatin dulu tadi sebelum berangkat."

"Malu gua sama orang tua lo. Masa calon mantu nya dateng wajah nya jelek banget gini, nanti kalau tiba tiba ga direstuin gimana?"

Shana hanya menggeleng kan kepala mendengar penuturan cowok itu.

"Nahh udah selesai." lalu gadis itu pun merapikan kembali sisa kapas dan obatnya. Setelah nya ia terbelalak kala melihat cahaya orange yang mulai akan terbenam. Dengan semangat ia menghidupkan ponsel nya dan mengambil gambar sebanyak mungkin, tidak boleh sampai terlewat.

"Ayo dong kita foto juga. Masa matahari doang yang difoto."

"Gak. Muka gua masih jelek gini, nunggu gantengan dikit kek."

"Emang muka ada timer ganteng sama jelek nya ya?" tanya Shana

Haidar terkekeh. "Muka gua bonyok gini masa mau foto. Ga bagus nanti nya."

Sebenarnya menurut Shana, Haidar itu selalu tampan. Walaupun dalam keadaan bonyok, pucat, aib, dan lainnya. Tetapi wajah cowok itu masih terpancar ketampanan nya. Bahkan cewek lain pun mengakui nya. Memang garis keturunan keluarga 'Dharma' itu tidak main main.

Lo dalam keadaan apapun selalu ganteng.

Shana ingin mengatakan itu, namun ia tak berani memuji terang terangan didepan kekasih nya, gengsi nya tinggi.

Haidar memicing kala matanya melihat seseorang yang menurut nya familiar.

"Itu si Daiz bukan sih yang?"







Tbc

see you chapter depan

BLUE TRACKSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang