23. Berlatih

87 61 48
                                    

"OM GAVIN BERHENTI."

Mendengar gebrakan pintu serta teriakan seseorang membuat Gavin terkejut. Ia menoleh, mendapati teman teman dari anak nya berdiri dengan tatapan tak bersahabat.

"Lepasin Haidar atau gue lapor polisi atas kasus kekerasan anak!" ucap Reyhan.

Gavin mendesis. Lalu ia melepaskan cengkraman tangan nya pada leher anak sulung nya. Haidar yang memang sudah lemas itu akhirnya bernafas lega. Ia jatuh terduduk dengan mencoba meraup udara sebanyak banyaknya agar bisa bernafas dengan normal kembali.

Shana, dan Febio langsung menghampiri Haidar. Daiz mencoba menyusuri keberadaan Galih, ia takut anak itu juga menjadi korban sebelumnya. Sedangkan Reyhan, cowok itu sedang beradu mulut dengan Gavin.

"Sudah lama om melakukan ini?" ucap Reyhan dengan tajam.

Gavin memilih tak peduli. Ia dengan santai nya duduk di sofa dengan satu kaki diangkat, lalu membaca majalah nya, "Melakukan apa?"

"Kekerasan terhadap anak om sendiri."

"Kenapa kau ikut campur, bocah?"

Reyhan mengepalkan tangan menahan emosi. "Haidar temen gue om. Tentu saja gue berhak ikut campur masalah ini."

"Saya tidak peduli. Hanya orang yang suka membuang waktu saja yang mau berurusan dengan mu."

Gavin beranjak dari duduknya. Lalu ia berjalan menghampiri Haidar. "Cepat ganti baju mu, kita sudah terlambat untuk pergi ke kantor. Ayah akan meeting sebentar lagi."

Haidar terdiam.

"Haidar kau dengar ayah tidak? menurutlah untuk kali ini saja."

Haidar masih tetap terdiam.

"Haidar Bintara D---"

Ucapan Gavin terpotong karena tiba tiba Haidar melenggang pergi dari sana. Dengan cepat ia menyalakan motornya dan langsung tancap gas pergi dari rumah itu.

Gavin menggeram. Berani nya anak itu melarikan diri. Ia menatap tajam anak buah nya, "Kalian sebanyak ini, tetapi kenapa tidak ada yang mencoba mencegah anakku pergi?"

"Maafkan kami tuan. Tuan muda Haidar membawa pisau lipat di tangan nya dan mengancam akan melukai kami jika kami mencoba menahan dirinya pergi."

"DAN KALIAN TAKUT DENGAN ANCAMAN BOCAH ITU?"

Mendengar suara bentakan yang menggelegar dari bos nya, membuat mereka semua menunduk. Tak berani menatap wajah bos nya yang dirundung amarah.

Gavin terkekeh sinis, "Gangster takut dengan anak SMA? yang benar saja. Seharusnya kalian malu pada diri kalian sendiri karena bangga dengan pekerjaan kalian sebagai gangster."

Gavin menghela nafas, "Pergi cari anak itu sekarang dan bawa dia pulang. Jika tidak berhasil, kalian semua akan dikenai hukuman."

Mendengar ancaman hukuman itu, membuat mereka merinding. Mereka tahu betul bagaimana cara bos nya itu yang tidak manusiawi dalam memberikan hukuman bagi anak buah nya. Karena tak mau mengalami hukuman itu, mereka semua pun pergi berpencar mencari anak sulung dari bos nya.

Gavin mengecek jam tangan nya. Karena masalah ini, ia terlambat pergi ke kantor hari ini. Tapi ia tak ambil pusing, toh ia pemilik perusahaan itu.

Gavin berbalik, menatap teman teman Haidar satu persatu. Ia yakin jika gadis disana adalah kekasih dari anak nya. Ia menghela nafas, "Kalian pulanglah. Jangan mencoba ikut campur masalah ini."

***

Haidar menghembuskan nafas lelah. Ia duduk diatas batu besar di tepi sungai yang damai. Suara riak air, hembusan angin, pepohonan yang menari merupakan kesatuan padu suasana disini. Haidar memejamkan matanya sejenak. Menikmati semilir angin dan juga dingin nya air sungai yang menyapa kulit kaki nya.

BLUE TRACKSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang