Hari ini, Haidar sudah siap untuk mengikuti kompetisi renang. Ia memakai setelan santai dengan tas yang ia jinjing. Haidar tampak acuh saja kala ayah nya menatap nya tajam sembari bersedekap di ruang tamu. Ia hanya melenggang tak peduli.
Saat ia membuka pintu depan, tiba tiba seorang pria berbadan besar dan kekar muncul dan menghadang nya. Haidar mendecak, ini pasti ulah ayah nya.
"Minggir lo".
"Tuan muda, anda tidak boleh pergi".
Haidar mendesis. Lalu ia berbalik, lalu menatap tajam kearah ayah nya, "Apa yang ayah mau?"
"Cukup turuti perintah ayah, maka kau akan hidup bahagia, Haidar."
"Definisi bahagia seseorang itu beda beda ayah".
Gavin memicingkan mata. Ia menelisik penampilan putra nya, "Ayah tau, kau mau ke perlombaan renang kan? sudah ayah bilang, kau tidak boleh pergi ke sana".
Haidar mengepalkan tangan nya kuat, "Kenapa tidak boleh?"
"Kau lupa hari ini sudah janji akan ikut ayah ke kantor?"
"Aku tidak berjanji, ayah. Bukan nya kemarin aku menolak?"
"Lupakan itu. Ganti baju mu, dan bersiap".
"Tidak mau".
Gavin beranjak dari duduknya, "Haidar, ini masih pagi. Jangan memancing emosi ayah"
Haidar mendecih. Apa orang tua ini juga tidak sadar jika dirinya juga memancing emosi nya?
"Aku bilang tidak mau yaa tidak mau."
Bughhh
"Aishhh"
Haidar menyeka sudut bibir nya yang berdarah akibat hantaman keras ayah nya.
Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang mengintip pertengkaran mereka dari lantai atas. Yaitu Galih. Anak itu terdiam dengan hati yang gelisah. Ia tidak bisa meminta tolong kepada ibu nya sekarang. Karena ibu nya sedang ke supermarket bersama Mysha.
Melihat pertengkaran yang tidak berujung itupun Galih langsung menghubungi teman teman abang nya agar segera kerumah dan membawa pergi abang nya dari amukan ayah. Ia takut jika ayahnya akan melakukan kekerasan dan melukai abang nya lebih dari ini.
***
Di sisi lain, Daiz, Reyhan, Febio, dan Shana, sudah berkumpul didepan gedung OSP untuk melihat Haidar berkompetisi.
"Langsung masuk aja kenapa sih? daripada nunggu diluar. Mungkin juga cecunguk itu udah di dalem" ucap Daiz.
"Bentar njirr. Liat parkiran khusus atlet noh, motor nya si Haidar kagak ada. Berarti dia belum berangkat" ucap Reyhan.
"Mungkin dia dianter bokap nya".
"Lo tau sendiri kan Haidar sama bokap nya ga pernah akur? mana mau dia. Lagian kalo kita masuk dan ternyata si Haidar belum dateng terus kita keluar lagi, terus kita masuk lagi, bayar double dong? lo tau kan masuk ke gedung ini mahal nya pol. Kalo lo mau bayarin mah ayo aja udah," cerocos Reyhan.
Daiz mendengus. Lalu tiba tiba ia merasakan ponsel di saku celana nya bergetar. Ia mengernyit bingung kala melihat ternyata adik laki laki Haidar menelpon nya.
"Siapa?" tanya Febio
Daiz menoleh, "Galih".
Febio mengernyit, "Angkat cepet. Jangan lupa loudspeaker biar kita semua denger"
Daiz mengangguk. Lalu ia mengangkat panggilan itu.
"Halo, kenapa Gal?"
"Bang Daiz cepetan kesini kerumah, tolongin bang Haidar. Jangan sendirian bang, ajak bang Reyhan sama bang Febio juga. Soalnya papa marah besar bang"
"Abang kesana sekarang".
Mereka di sana tentu terkejut mendengarnya. Tak menunggu lama lagi, mereka berempat langsung tancap gas menuju rumah Haidar. Shana membonceng Daiz, karena gadis itu tadi diantar supir pribadinya ketika datang kesini. Padahal ia ingin diantar oleh Haidar, namun pacar nya itu tidak mengaktifkan ponsel nya sejak malam.
Shana terdiam. Hati gadis itu gelisah dan diselimuti rasa khawatir. Jadi ini penyebab Haidar tadi malam tidak bisa dihubungi?
***
"Tolong jangan memancing ayah untuk berbuat kekerasan lebih dari ini kepadamu. Pergilah ke kamar dan ganti bajumu. Kita akan ke kantor sebentar lagi".
Haidar mengangkat sudut bibir, "Aku juga akan ke perlombaan sebentar lagi".
Bughh
Lagi lagi Haidar meringis, tonjokan dari ayah nya tidak main main cuy. Tapi Haidar tidak heran sih.
Gavin menghela nafas, "Kenapa kau keras kepala sekali?"
"Karena buah jatuh tidak jauh dari pohon nya. Pasti ini adalah sifat warisan dari ayah sendiri."
Duakhhh
"Ssshhh"
Perut Haidar ditendang dengan keras oleh ayahnya dan membuatnya tersungkur ke dinding di belakang nya. Punggung dan kepala nya yang terbentur dinding dengan kuat serta menimbulkan suara yang cukup renyah membuat Haidar meringis sakit. Ayah nya ini benar benar jelmaan monster ketika marah.
"Kau yang meminta Ayah melakukan lebih. Jadi jangan merasa tersakiti padahal ayah sudah memperingatkan mu lebih dulu"
"Aku ga peduli ayah mau mukul atau bunuh aku sekarang juga. Aku hanya ingin memperjuangkan mimpi ku saat ini"
Gavin terkekeh sarkas, "Mimpi mu itu akan menjadi mimpi saja. Jangan berharap lebih"
"Dan mimpi ayah juga akan menjadi mimpi saja. Jangan berharap lebih aku akan mengikuti kemauan ayah itu"
Bughhh
Lagi lagi Haidar mendapat bogeman mentah. Haidar menatap ayah nya dengan nafas yang memburu, ia menahan emosi nya sekarang. Andai saja pria didepan nya ini bukan orang tua nya, pasti ia sudah berkelahi dengan nya sejak tadi. Tetapi, ia tidak bisa memukul ayah nya sendiri.
"Dengarkan ayah Haidar, kita mempunyai banyak musuh. Kau tahu sendiri kan? banyak pihak yang berniat ingin mencelakai dan memata matai keluarga kita saat ini"
Haidar terkekeh, "Bahkan ayah tau sendiri akan hal itu. Lantas kenapa ingin memperkenalkan ku di depan publik bahwa aku adalah anakmu? Para pegawai, kolega, bahkan musuh perusahaan mu akan tahu bahwa aku adalah anak mu. Mereka bisa saja mengincarku saat ini. Ayah ingin menjadikanku sebagai tumbal?"
Gavin menatap tajam kearah anak sulung nya itu, "Maka dari itu, mulai sekarang kau harus mengikuti perintah ayah. Tinggalkan hal hal yang berbau renang itu dan fokus untuk belajar ilmu bela diri"
"Tapi ayah melihatnya sendiri kan saat aku mencoba kabur dan melawan semua anak buah mu?"
Gavin memutar bola mata malas, "Baiklah ayah akui kamu hebat. Tapi, kemampuan mu itu harus ditingkatkan lagi"
"Cih. Tidak penting"
Brregg
Karena emosi, Gavin langsung mendorong Haidar menuju dinding dan mencekik anak sulung nya itu. Haidar membelalakan matanya terkejut. Apa ayah nya sudah gila?
Haidar dipepet dan bersandar pada dinding di belakang nya, serta lehernya di cekik kuat oleh ayah nya. Haidar tak melawan, toh ini pilihan nya karena melawan tidak menuruti perintah ayah nya.
"Kau harus tahu ini bocah sialan. Kemampuan mu tidak cukup hanya sekedar bisa melawan dan menghajar musuh. Tetapi juga harus tahu cara menggunakan senapan ataupun pistol serta cara menembak musuh dengan tepat sasaran".
"A-apa itu p-penting?" ucap Haidar dengan terbata. Ia merasakan udara menipis di paru paru nya dan mulai merasa sesak. Haidar mencoba meraup oksigen tetapi tidak bisa. Ayah nya itu malah semakin mencekik nya dengan kuat. Ia tidak bisa bernapas sekarang.
"Kenapa masih bertanya? tentu saja penting untuk orang seperti kita, bodoh"
"S-sepertimu, bukan s-seperti ku"
"ANAK SIALAN"
BRAKKKK
"OM GAVIN STOP"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
BLUE TRACKS
Teen Fiction(Lintasan biru) "Apa jadi Atlet Renang itu sesuatu yang ga bisa dibanggain?" *** "Lantas lo mau apa?" kesal Haidar pada gadis di depan nya ini. "Besok lo harus tembak gue di rooftop sekolah." Gadis gila. *** Ini hanya kisah seorang atlet renang y...