Ucapan = Doa ?!

3.1K 108 19
                                    

Seorang gadis tengah duduk sembari memainkan ponsel di sudut ruangan. Menyendiri di tengah keramaian. Sesekali ia mengangkat kepala, tengok kiri kanan lalu kembali fokus ke ponsel yang ia genggam semenjak tadi.

Ballroom sebuah hotel berbintang di Sukabumi hari ini didekorasi sedemikian rupa. Ramai dan meriah itu kesan yang ditangkap inderanya. Di samping kiri kanan pintu ada banyak stall makanan juga minuman. Mulai zupa soup, dimsum, hingga thai tea. Tidak lupa ada aneka dessert kekinian sebagai makanan penutup.

Gadis itu menarik nafas. Ia menjadikan layar ponsel sebagai cermin, memastikan riasannya masih utuh. Lama, batinnya.

Jelita pun memutuskan untuk bangkit dari duduknya. Ia beranjak hendak ke luar ballroom.

"Lama ihh, kebiasaan dia mah." Keluh Juwita.

"Dikontak coba, tanya udah sampai mana." Ujar Fara.

"Oke, aku kontak." Sambar Moza.

"Bilangin cepetan gitu." Ujar Juwita, kesal.

Jelita mengurungkan niat, tepat di depan pintu ballroom ternyata ada Juwita, kakaknya dengan dua sabahatnya yang hari ini bertugas sebagai pendamping Juwita di acara pertunangan Juwita yang megah ini.

Jelita mundur, kembali duduk di tempat semula. Ia kembali membuka kunci layar ponselnya lalu membuka satu persatu pembaharuan status di aplikasi WhatsAppnya.

"Datang... Datang..." Seru Rosa pada seluruh keluarga besarnya.

Rosa, ibu Juwita dan Jelita itu tampak cantik hari ini, secantik Juwita, sang pemilik acara. Rosa dan Juwita memang memiliki paras bagai pinang dibelah dua. Berbeda dengan Juwita, paras Jelita lebih 'berat' pada sang ayah. Warna kulit Jelita pun tidak sekuning langsat Rosa dan Juwita.

Jelita menoleh, semua sudah bersiap di posisi masing-masing sesuai arahan crew Sukabumi Party Planner. Ya acara pertunangan Juwita ini ditangani oleh ahlinya. Sehingga dipastikan acara demi acara sudah terkonsep secara matang dan sempurna.

Di ambang pintu ballroom, kini berdiri seorang laki-laki yang diapit oleh kedua orangtuanya sedang bersiap menghampiri Juwita yang diapit oleh Rosa dan Ferdi.

Laki-laki itu beserta kedua orangtuanya mulai melangkah mendekat diikuti rombongan yang jika dihitung seksama hanya berjumlah 15 orang saja.

Rosa tampak sumringah menyambut calon menantu dan calon besannya itu. Bagaimana tidak sumringah, orangtua Evan, laki-laki itu, adalah seorang pengusaha sukses di kota Sukabumi. Perusahaannya menggurita di bidang perdagangan. Evan sendiri adalah seorang karyawan BUMN.

Jelita menelan saliva. Rosa tidak pernah sesumringah itu sebelumnya. Diam-diam dalam hati ia berdoa.

Ya Tuhan, aku juga pengen punya pasangan kayak Kak Evan. Biar Ibu juga bisa bangga sama aku. Ucapnya dalam hati.

***

Satu Tahun Kemudian

"Lit, diliatin mulu tuh."

"Biarin."

"Berondong."

"Hooh, anak kemarin sore." Angguk Jelita. "ABG." Tambahnya.

"Lu sih, umur boleh dua puluh lima tahun tapi tampilan masih belasan."

"Ahh dia aja matanya minus. Masa nggak bisa bedain mana yang kepala satu sama kepala dua?" Seloroh Jelita.

"Mungkin dia cuma bisa bedain mana yang muka satu mana yang muka dua." Ujar Raya.

"Ngaco lu." Ucap Jelita. Jelita dan Raya pun terkekeh. "Ehh gue duluan ya?!"

JelitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang