Singkat dan hanya sebuah kecupan saja tapi mampu membuat keduanya salah tingkah.
"Lanjut?" Tanya Eka.
"Lanjuuuut." Seru Tomi dan Riri.
"Nggak." Pungkas Evan.
"Lha?!" Eka melongo. "Nggak boleh ada yang keluar setelah suara terbanyak bilang lanjut."
"Iya udahan ahh." Timpal Jelita.
"Hmmm si Neng mentang-mentang si Aa mundur, ikut mundur juga. Tapi suara terbanyak tetep lanjut. Tomi, Riri sama aku pilih lanjut. Cuma kalian yang nggak."
Akhirnya permainan tetap berlanjut. Beruntung kini bagian Riri yang kena giliran. Riri memilih menjawab jujur. Ia tidak ingin menjadi gila karena memilih opsi berani.
Dan kesempatan terakhir, botol mengarah ke Jelita. Jelita menghela nafas, pasrah.
"Lit, jujur atau berani?" Tanya Eka.
"Jujur." Jawab Jelita pelan.
"Jujur semua ya rata-rata." Ujar Eka.
"Cari aman." Timpal Tomi.
"Iya itu." Seloroh Eka.
"Jangan yang susah ya." Pinta Jelita penuh harap.
"Nggak khusus buat kamu mah, nggak bakal susah." Janji Eka.
"Apa pertanyaannya?" Jelita ingin segera mengakhiri debaran jantungnya.
"Evan kalau tidur mendengkur nggak?" Tanya Eka jahil.
Jleb, sederhana pertanyaannya tapi bagi Jelita itu sangat sulit ia jawab. Bagaimana ia bisa menjawab, tahu saja tidak. Jelita menelan saliva.
Gimana ini kalau salah jawab kan ambyar, batin Jelita.
Riri, Eka dan Tomi terkekeh. Sedang Evan mendelik, sejak kapan hari tepatnya beberapa tahun yang lalu, saat mereka berlibur bersama, mereka yang tidur bersama Evan mengatakan tidur mereka agak terganggu karena malam itu Evan mendengkur. Evan tidak terima. Dan momen ini mereka gunakan agar Evan tahu, dirinya memang suka mendengkur jika tidur.
"Lit?" Eka mengibaskan tangan, menyadarkan Jelita dari diamnya.
"Nggak." Geleng Jelita lemah.
"Tuh kan?" Evan merasa ada yang membela dengan jawaban Jelita. Meski ia tahu, Jelita hanya asal menjawab.
"Serius?" Eka memastikan. Jelita tersenyum tipis. "Kok bisa? Sama kita dia suka mendengkur." Tambah Eka. Lita tercekat. Duh salah kan?! Kalau ketahuan gimana? Batin Jelita.
"Ehh lagi pada ngapain? Ayo gabung. Mau mulai pengocokan." Lisa menghampiri dan mengajak putra putri juga keponakannya bergabung di titik pusat acara.
"Ayo, semoga Eka yang menang ya, Tan." Seloroh Eka.
"Iya." Cengir Lisa. "Buat apa gitu?"
"Nebus mobil di bengkel." Jawab Eka jujur.
"Ya ampun. Ya udah Tante doain kamu yang menang, atau kalau Tante yang menang, boleh kamu pake dulu."
"Waaah makasih Tante."
"Iya, ayo." Lisa meminta semua beranjak termasuk Jelita. "Lita, ayo ikutan juga."
"Iya, Ma."
Mereka lalu berkumpul di titik pusat acara. Sebenarnya arisan ini hanya sebuah upaya mempersatukan keluarga besar. Karena besaran iuran pun tidak besar, sehingga semua anggota keluarga bisa ikutan.
"Ehh biar netral, kali ini dikocok sama Lita ya?! Gimana?" Ujar Lisa.
"Setuju." Seru yang lain.
Jelita memang belum menjadi anggota, karena ia masuk ke keluarga ini baru tiga bulan yang lalu. Sedang arisan keluarga ini sudah berjalan setengah perjalanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jelita
RomanceJelita pernah sesumbar ingin memiliki pasangan seperti calon kakak iparnya. Bagaimana jadinya jika calon kakak iparnya itu tiba-tiba menjadi suaminya, bukan iparnya. Cuma cerita ringan ya ini... Happy Reading ❤️