Jelita menggeliat, balik badan dan memeluk guling yang berada di belakangnya tadi. Tapi tiba-tiba ia sedikit membuka mata saat merasakan gulingnya agak keras, tidak seempuk biasa.
"Hah?!" Pekiknya tertahan saat melihat Evan tengah berbaring di dekatnya, Evan malah tengah menatap dengan tatapan lekat dan posisi Jelita masih memeluk laki-laki itu, laki-laki yang sudah menikahinya tiga bulan lalu. "Maaf." Cicit Jelita tidak enak hati. Perlahan ia lepaskan pelukannya.
Evan tidak merespon, ia terus menatap lalu beberapa menit kemudian memejamkan matanya tenang.
Dia salah masuk kamar? Kan biasanya juga dia tidur di kamar sebelah?
Jelita kebingungan, tidak mungkin ia membelakangi Evan. Tubuhnya kaku. Ia hanya berhasil mundur beberapa sentimeter. Malam ini tidur sekamar? Satu ranjang? Batin Jelita. Tapi setenang mungkin ia berusaha memejamkan matanya kembali.
Otak Jelita yang sudah traveling, mendapati dirinya aman semalaman meski tidur bersama Evan. Ia yang bangun lebih awal segera mandi dan bersiap-siap seperti biasa.
Tadinya hendak memasak, tapi ingat kemarin. Ia pun memutuskan membuat roti bakar untuk dirinya sedang untuk Evan akan ia pesankan seporsi bubur spesial khas Cianjur melalui aplikasi go-eat.
Jelita masuk ke kamar untuk mengambil ponsel saat ia melihat Evan ada di kamarnya tengah sibuk menelepon sembari mengancingkan kemeja kerjanya. Melihat Jelita masuk, Evan memberi kode pada Jelita agar mau membantunya. Jelita pun patuh. Ia membantu mengancingkan kemeja Evan.
Mendapatkan bantuan Jelita itu, sudut bibir Evan terangkat, senang. Karena memang ia sudah kesiangan tapi kerepotan. Pasalnya saat sedang siap-siap, ia malah mendapat telepon dari Irwan yang ingin memastikan sesuatu, tentunya urusan pekerjaan. Terlebih ada briefing dengan beberapa staff pagi ini. Sedang tadi ia bangun agak terlambat daripada biasanya.
"Aku berangkat sekarang." Pamit Evan setelah menutup telepon dan Jelita selesai mengancingkan kemejanya.
"Nggak sarapan?"
"Sama apa?"
"Tadinya mau pesen bubur ayam. Ini baru mau ambil hpnya."
"Nggak akan keburu, nanti aja aku minta OB beli sarapan di kantor."
"Ohh iya."
Evan beranjak. Tapi melihat di meja makan dua sepotong roti, ia mampir sejenak.
"Roti punya kamu?" Tanyanya sembari melirik Jelita.
"Iya."
"Bagi satu ya?!" Pintanya sembari mengambil sepotong roti.
"Semuanya juga boleh, aku gampang bisa bikin lagi."
"Satu aja, thanks." Ujarnya sembari berlalu.
"Ya."
***
Sore ini Evan baru selesai menghadiri acara launching sebuah produk di ruang meeting hotel Sukabumi. Ia tengah berjalan di lorong kamar hendak menuju lift saat tiba-tiba sebuah pintu kamar terbuka. Keluar seorang pemuda yang sempat ia lihat kemarin bersama Jelita.
Evan membelalakkan mata, dadanya bergemuruh hebat. Rahangnya terkatup keras. Sedang Jelita hanya bisa menelan saliva, serba salah. Terlebih Evan segera pergi begitu saja.
Lutut Jelita masih gemetar. Ia bingung harus pulang ke mana pasca kejadian tadi. Ke rumah Ibu sama Ayah nanti pasti ditanya-tanya, ke rumah Kak Evan.... Apa aku bakal dikasih masuk? Batin Jelita. Jelita pun terus berjalan dengan gontai petang ini di lobi hotel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jelita
RomanceJelita pernah sesumbar ingin memiliki pasangan seperti calon kakak iparnya. Bagaimana jadinya jika calon kakak iparnya itu tiba-tiba menjadi suaminya, bukan iparnya. Cuma cerita ringan ya ini... Happy Reading ❤️