Rosa hendak menyimpan pakaian Jelita di kamarnya setelah sebelumnya ia menyimpan pakaian milik Juwita. Kamar Jelita tampak biasa, tidak semewah Juwita. Tempat tidurnya hanya spring bed zaman dulu berbeda dengan kamar Juwita.
Rosa melirik sekeliling tidak ada foto di sana. Dinding kamar Jelita tampak polos. Tidak ada meja rias, hanya ada meja belajar usang zaman Jelita SMA. Rosa lalu duduk di pinggiran tempat tidur.
Rosa mengusap sprei tempat tidur yang sedang ia duduki. Motif sprei Jelita tidak sevariatif sprei di kamar Juwita. Polos dan sederhana, itu yang Rosa tangkap dari kamar itu. Rosa beranjak. Ia menghampiri lemari Jelita.
Pakaian Jelita tidak sebanyak Juwita dan saat dinikahi serta diboyong Evan, Jelita hanya membawa satu koper pakaian. Tapi ternyata itu mampu membuat lemari pakaian Jelita kini terlihat sangat luang.
Rosa hendak menutup saat netranya menangkap satu pakaian yang ia kenali. Rosa menelan saliva. Baju Jelita saat kecil, baju itu sudah usang tapi masih rapi tersimpan di lemarinya.
Yang ia ingat itu baju termahal yang pernah ia belikan untuk Jelita saat Jelita masih kecil.
Indera pendengaran Rosa seolah memutar memori. Terdengar rengekan Jelita, tangis yang kadang sebenarnya hanya sebentar karena setelah itu yang terdengar adalah gelak tawa Jelita. Ya semenjak Rosa memberi hukuman mengurung Jelita walau hanya lima menit, sejak saat itu Jelita tidak lagi pernah rewel, merengek atau menangis.
Tapi semenjak itu juga Rosa merasa Jelita menarik diri. Jarang mau berlama-lama didekatnya. Jelita terlihat lebih nyaman dengan Ferdi. Rosa yang tidak begitu mengharapkan Jelita merasa lega untuk sementara waktu karena merasa tidak direpotkan lagi. Tapi semakin hari, jarak itu semakin terasa. Jelita akan mundur jika Rosa maju.
Saat Juwita bisa memberinya sedikit rezeki, seperti saat Juwita menerima uang gaji, berbeda dengan Jelita, putrinya itu tidak pernah berbagi. Kadang Rosa membandingkan, sehingga merasa benar saat ia terkesan berat sebelah dan lebih membanggakan Juwita daripada Jelita.
Juwita peduli padanya, Jelita tidak. Begitu pikir Rosa. Hal itu berlangsung beberapa tahun. Sampai kemarin tiba-tiba ia merasa Jelita dekat dengannya. Seolah ada dorongan yang membuat Jelita mau mendekat.
Rosa hendak merapikan tumpukan buku yang ada di atas meja saat tiba-tiba sebuah sketchbook terpisah dari buku-buku lainnya.
Rosa tersenyum tipis saat melihat goresan pena yang melengkung membentuk nama Jelita. Rosa iseng membuka asal.
Bunda aku kangen....
Bunda? Siapa bunda? Jelita panggil aku ibu, ke Bu Lisa yang aku tahu panggilnya Mama.
Rosa kembali membuka lembaran lainnya.
Selalu dia yang dibanggakan, maaf aku memang nggak bisa diandelin. Makanya kehadiran aku nggak diharapin.
Rosa menelan saliva. Tidak ada nama yang tertulis di sana tapi ia merasa itu mengenainya. Rosa terus membuka buku itu.
Aku nggak minta dilahirin kok, tapi kenapa seolah-olah aku yang salah harus lahir ke dunia ini. Aku pengen pulang aja.....
Mata Rosa berembun. Hatinya mendadak sesak. Jelita.... Batinnya. Rosa terus membaca acak halaman karena memang Jelita menulis di halaman secara acak, tidak berurutan. Tulisannya pun tidak serapi tulisan Jelita, coretan asal yang seolah menggambarkan suasana hatinya saat ia menulis. Kecil jika isinya kesedihan. Besar-besar saat yang ditulis bernada kesal, marah, juga kecewa.
Segede apapun kalo dia yang lakuin pasti termaafkan. Coba kalo aku? Udahlah... Tamat.
Rosa hendak menutup saat tiba-tiba buku itu terjatuh dan membuka lembaran yang belum ia baca.
Hari ini pertama kali aku gajian. Aku bingung harus ngasih ke Ibu atau jangan. Kalau ngasih, aku cuma bisa ngasih sedikit, ntar dibanding-bandingin sama Kak Wita, gimana ya?
Bukan nggak mau ngasih banyak tapi... Gaji aku emang masih kecil karena masih dalam masa percobaan. Mana kemarin dipotong gara-gara dua kali selisih. Ya Allah.....
Doaku semoga ke depannya aku nggak selisih, harus teliti berarti ya... Bismillah pasti bisa.
Kamu bisa Lita.
Rosa terduduk lemas. Jelita lewatin masa sulitnya sendiri?? Batin Rosa.
Rosa beranjak keluar kamar Jelita menuju kamarnya untuk mengambil ponsel. Ia hendak mengirimi putrinya itu pesan.
***
Happy Eid Mubarak
Buat teman-teman semua yang merayakan.Double up nya segini dulu ya
See you next partHappy reading ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Jelita
DragosteJelita pernah sesumbar ingin memiliki pasangan seperti calon kakak iparnya. Bagaimana jadinya jika calon kakak iparnya itu tiba-tiba menjadi suaminya, bukan iparnya. Cuma cerita ringan ya ini... Happy Reading ❤️