Evan terbangun saat para pemuda di sekitar rumahnya berkeliling membangunkan warga untuk sahur. Evan pun menggeliat. Bibir Evan lalu mengulas senyum simpul saat melihat Jelita masih tertidur pulas. Perlahan Evan mulai beranjak.
"Sahur, A?!" Ujar Juju saat melihat majikannya menghampiri meja makan.
"Iya, Bi." Sahut Evan. "Mau ke mana, Bi?" Tanya saat melihat Juju beranjak hendak naik ke lantai atas.
"Neng Lita...." Kalimat Juju menggantung karena dipotong Evan.
"Neng Lita lagi halangan. Biarin, jangan diganggu. Tapi nanti tolong siapin sarapan ya buat Neng Lita." Papar Evan sembari mulai menyantap makanannya.
"Ohh iya. Siap, A."
"Bi Juju." Sapa Jelita sembari berjalan menghampiri meja makan. "Kak?!" Sapanya pada Evan, kikuk.
"Sahur, Lit?" Tanya Evan dengan dahi berkerut. "Kata kamu semalam kamu lagi halangan." Tambahnya dengan nada penuh selidik dan tidak suka seolah telah dibohongi.
"Iya, ikut makannya aja." Jawab Jelita sembari mengisi piring dengan makanan yang dimasak Juju.
"Kenapa nggak ntar aja sarapan?!" Tanya Evan.
"Iya Bibi udah disuruh A Evan lho siapin sarapan." Timpal Juju.
"Nggak usah, Bi. Aku biasa makan pas sahur. Nanti pas buka juga ikut makan." Papar Jelita.
"Makan siang?" Sambar Evan.
"Nggak, suka nggak enak sama yang lain." Ujar Jelita.
"Tapi kamu kan lagi halangan?!"
"Iya paling aku suka ngemil kue atau roti, ganjel perut." Terang Jelita. Evan pun manggut-manggut.
"Ya udah ayo makan." Ujar Evan yang langsung diangguki Jelita.
Selesai makan, Evan lalu beranjak menuju lemari pendingin setelah sempat mengambil dua gelas kosong dari rak piring di dapur. Ia tidak meminta tolong Juju karena ia melihat Juju masih bersantap sahur. Jelita pun masih menikmati hidangan sahur di meja makan.
Evan menuangkan susu coklat lalu kembali ke meja makan sembari membawa dua gelas berisi susu coklat.
"Minum, Lit." Evan menyodorkan satu gelas untuk Jelita.
"Hah?!"
"Minum, biar kuat." Ujar Evan yang mampu mengundang senyum manis Jelita.
"Makasih." Ucap Jelita, Evan pun mengangguk.
***
Evan mengantar Jelita ke kantor pagi ini. Meski sempat Jelita tolak, tapi Evan bersikukuh. Akhirnya Jelita pun menerima tawaran Evan yang ingin mengantarnya.
Di perjalanan Evan baru menyadari bensinnya habis. Evan pun memutuskan masuk SPBU terlebih dahulu. Beruntung hari masih pagi, sehingga mereka tidak takut akan kesiangan sampai di kantor masing-masing.
Selesai mengisi bensin, Evan yang ingat Jelita tidak puasa dan tidak membawa camilan itu pun memutuskan mengajak Jelita mampir di mini market yang ada di area SPBU tersebut.
Tanpa Jelita dan Evan sadari, di antrean kendaraan yang hendak mengisi bahan bakar, ada mobil Arief. Pandangan Juwita menangkap jelas sosok Evan yang kini tengah membuka pintu mini market untuk Jelita. Juwita menelan saliva.
"Banyak amat, Kak?" Ujar Jelita sembari mengangkat kantong belanja ramah lingkungan yang ia tenteng.
"Stok." Jawab Evan singkat.
"Tapi nggak gini juga." Lirih Jelita sembari menelan saliva. Evan tadi memang kalap memasukkan banyak makanan dan minuman ringan ke dalam keranjang dan membawanya ke kasir. Ia khawatir Jelita kekurangan makanan di kantor nanti.
"Udah yuk?! Udah siang." Pungkas Evan sembari masuk ke dalam mobil.
"Iya, ayo." Angguk Jelita yang langsung ikut masuk juga.
"Nanti pulang jam berapa?" Tanya Evan saat mobilnya sampai di area parkir Asia Bank.
"Bubar jam 4. Kenapa?"
"Mau dijemput?"
"Hmmm gimana ntar deh. Takutnya nggak on time. Maklum Senin. Kerjaan suka double kalau awal pekan." Tutur Jelita.
"Masa?"
"Iya, beneran."
"Yaa kan liburnya juga dua hari."
"Tapi kan kita sebagai karyawan nggak minta bank cuma sampai Jumat." Jelita tidak mau kalah, Evan hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Iya deh iya." Evan mengalah. "Ya udah sana, kerja yang bener." Titah Evan.
"Siap."
Jelita lalu menyalami Evan dan saat Jelita keluar dan mulai melangkah menjauh dari mobilnya, netra Evan menangkap sosok yang pernah ia lihat sebelumnya. Si berondong. Evan pun segera turun dari mobil.
"Lit..." Panggil Evan. Jelita sontak menghentikan langkah lalu menoleh. Evan pun bergegas menghampiri Jelita yang sudah melangkah beberapa langkah dari mobilnya.
"Kenapa?"
"Semangat ya." Ujar Evan sembari meraih jemari Jelita lalu mengecupnya mesra.
Sudut bibir Evan terangkat saat ia menangkap sosok berondong itu membuang wajah lalu beranjak dari tempatnya tadi.
Maaf, Dek. Jangan ganggu Jelita ya?! Batinnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jelita
RomanceJelita pernah sesumbar ingin memiliki pasangan seperti calon kakak iparnya. Bagaimana jadinya jika calon kakak iparnya itu tiba-tiba menjadi suaminya, bukan iparnya. Cuma cerita ringan ya ini... Happy Reading ❤️