• 14. Asmaraloka Dalam Atma •

39 10 0
                                    

Now Playing
Taylor Swift-Style

"Jatuh apa yang tidak sakit? Jatuh cinta kepada orang yang bisa kita rasa sebagai rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Jatuh apa yang tidak sakit? Jatuh cinta kepada orang yang bisa kita rasa sebagai rumah."
-Agil Mahesa Pratama-



Ia tidak mampu lagi melihat siapapun kecuali Mita. Ketika awan menggulung, lantas memeras air menjadi rintik yang terus menerus turun berkala menjadi hujan deras. Agil memerhatikan Mita yang sedang mengerjakan soal matematika dengan teramat serius.

Mita yang merasa diamati refleks mengedarkan pandangan. Netra cokelatnya jelas menangkap tajam sorot manik mata Agil yang turut menatap matanya pula.

"Ngapain lihat-lihat? Mau nyontek?"

Lena dan Sagara menoleh ke arah Mita, kemudian saling bertukar pandang seolah bertanya, ada apa?

Agil menggeleng, "Enggak."

Mita kembali asyik menggeluti aksara yang berbobot juga perhitungan dari soal trigonometri. Nasib gadis itu masih sial, Senin pagi disambut hujan dengan intensitas lumayan deras. Maka dari itu, upacara diganti hari lain dan jadwal dimajukan. Hubungannya dengan keluarga masih sama--buruk--Mita masih belum berkomunikasi dengan mereka semua, terhitung sudah masuk hitungan empat hari ini, ia dan keluarganya masih belum berdamai.

Bel istirahat berbunyi, ketika guru menapaki langkah untuk pergi, para siswa menghambur pula ke luar. Mita saat ini hanya berdua dengan Agil, dua anak yang memiliki ambisi tinggi di kelasnya itu masih menggeluti soal dari guru matematika.

"Akhirnya, udah selesai," girang Agil sembari menutup buku dengan ketebalan kurang lebih 3 mm tersebut. Lelaki itu menengok Mita, "Udah selesai belum, Mit?"

Mita melayangkan tatapan tajam. "Nggak lihat?"

Lawan bicaranya hanya mampu menggaruk tengkuk yang sebenarnya tidak gatal. "Eee ... ya udah, kalau gitu. Ada yang mau dibantu?"

Mita menutup bukunya kencang, kemudian membereskan peralatan tempur sekolahnya. "Nggak, makasih. Mau aku buat PR aja."

Agil membalas dengan gumaman. Sekelibat pikiran muncul di otaknya, kemudian terproses oleh lisan menjadi sebuah ucapan, "Omong-omong, Mt ...."

Lelaki itu menggantungkan kalimatnya, membuat Mita mengernyitkan dahi bingung. "Apa? Cepetan kalau ngomong, sat-set!"

Agil tersentak. "Anu, aku denger kelas sebelah ternyata udah ada yang denger rumor kita deket."

Mita terdiam bisu. Mulutnya terkunci rapat dengan pikiran yang entah harus dibawa ke mana. Mendengar penuturan tersebut, gadis itu hanya menghela napas lelah. "Maaf. Maaf buat kamu ada di posisi ini."

Agmission Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang