Kejadian ini bermula sejak dua tahun yang lalu. Saat itu Gunawan mendapat tugas ke luar daerah di suatu desa di kaki gunung. Udaranya sangat sejuk dan suasananya asri. Penduduknya ramah dan hangat.
Karena tempatnya jauh dari kota dan tidak ada penginapan, Gunawan dan satu orang temannya, Mulyadi mendapat tempat menginap di rumah kepala desa. Rumahnya cukup besar dengan banyak ornamen kayu. Keduanya betah tinggal di sana.
Untuk memenuhi kebutuhan pangan dan keperluan lainnya, Kades Biran mempercayakannya pada Indah, seorang gadis yang masih kerabatnya. Pelayanan Indah untuk hal ini sangat memuaskan. Masakannya enak, orangnya juga ramah. Namun, itu dianggap hal yang biasa dalam menjamu tamu.
Peristiwa ini, harusnya bisa berhenti sampai di sini. Setelah beberapa hari bertugas, Gunawan dan rekannya pulang meninggalkan desa itu. Semua tampak masih biasa saja. Seandainya Gunawan tidak kembali ke sana.
Satu setengah tahun kemudian, suami Maya itu kembali mendapat tugas untuk melakukan penelitian dan memantau proyek yang sedang berjalan di desa Kades Biran, Cikamuning.
Banyak yang membuat Gunawan pangling. Hanya ditinggalkan beberapa lama saja sudah banyak yang berubah. Jalan yang dilalui menuju Desa Cikamuning sudah bagus, tidak terjal dan berbatu seperti waktu ia pertama kali ke sana.
Namun, ada yang tidak berubah saat Gunawan bertemu dengan Indah. Gadis 21 tahun itu masih sama seperti dulu. Entah mengapa, kali ini perasaannya lain. Sang gadis tampak semakin cantik.
Ketertarikannya pada Indah semakin menjadi karena setiap hari bertemu. Gadis itu kembali ditugaskan menyediakan makan dan mencuci pakaian Gunawan. Mungkin ini yang disebut cinta karena sering bertemu. Rasa itu tidak bisa Gunawan sembunyikan.
"Dek Indah ini masih kerabat Bapak, ya?" tanya Gunawan setelah Indah menyajikan minum kemudian berlalu.
"Iya, Pak Gun. Orang tuanya sudah meninggal sedangkan kakak-kakaknya sudah menikah semua. Jadi, selama ini dia tinggal sama kami di sini, sekalian bantu-bantu istri saya," ungkap Kades Biran.
"Anaknya cantik. Kerjanya cekatan pula. Kalau saya masih bujang, sudah saya lamar dia." Gunawan menutup kalimatnya dengan tertawa diikuti Kades Biran. Kata-kata itu meluncur antara bercanda dan sungguh-sungguh.
Keesokan harinya, Kades Biran menemui Gunawan yang sedang beristirahat setelah meninjau proyek.
"Lagi ngaso nih, Pak Gun?" Kades Biran berbasa-basi.
"Eh, iya, Pak. Mari gabung, Pak." Gunawan sedikit kaget, buyar lamunannya.
Kades Diran duduk di samping Gunawan.
"Bagaimana perkembangan proyeknya, Pak Gun?"
"Alhamdulillah. Sesuai dengan rencana, Pak. Saya di sini paling satu pekan lagi."
"Sebulan lagi juga tidak apa-apa, Pak," ujar Kades Diran seraya tersenyum. "Begini, Pak Gun. Menyambung obrolan kita kemarin, saya sudah tanyakan sama Indah. Dia bersedia sekalipun Pak Gun sudah punya anak istri."
"Bersedia apa, Pak?" Gunawan tidak paham.
"Ya itu. Menikah."
Deg. Gunawan kaget. Ia baru ingat apa yang dikatakannya kemarin soal Indah. Tak disangka, Kades Diran menanggapinya dengan serius.
"Tapi, Pak. Kemarin itu ...."
"Saya mengerti kok, Pak Gun." Kades Diran memotong. "Besok, saya akan mengurus semuanya. Pak Gun fokus saja dengan pekerjaan. Lusa, insyaallah, sudah bisa dilakukan akad. Kita buat cepat saja sebelum Bapak pulang. Jadi, santai saja, ya." Kades Diran menepuk pundak Gunawan kemudian berlalu.
Gunawan masih syok dengan apa yang baru didengarnya. Jujur saja, dia memang tertarik pada indah, tetapi belum sampai terpikir untuk menikahinya. Semua lelaki normal pun pasti sepakat, Indah memang cantik. Gading yang sehari-hari berkerudung itu makin menarik dengan keramahan dan kelembutannya.
Namun, bagaimana dengan keluarganya? Bisakah ini tetap menjadi rahasia? Sampai kapan? Apa reaksi istri dan anak-anaknya kalau tahu tentang ini? Dipikir terus membuat pikiran Gunawan makin tak karuan.
Ada pepatah bilang 'mulutmu harimaumu'. Gunawan sadar itu. Ia merasa harus makin hati-hati dalam berbicara, terutama terhadap warga desa Cikamuning.
Hari berganti. Satu hari berlalu. Hari itu rumah Kades Diran menjadi tempat paling sibuk di kampung itu. Para tetangga turut membantu persiapan untuk acara pernikahan yang akan dilangsungkan besok pagi.
Kabar tersiar dengan cepat. Warga desa sudah mengetahui bahwa Indah akan menikah dengan seorang pria abdi negara dari kota. Beragam tanggapan dari orang-orang itu dari yang positif hingga tanggapan miring.
Pagi itu, sekitar pukul delapan, akad nikah akan segera digelar. Acara dilakukan dengan sederhana. Tidak ada dekorasi mencolok yang terlihat. Ruang tamu disiapkan dengan memindahkan kursi, diganti dengan karpet sehingga ruangan tampak luas dan muat lebih banyak orang.
Tampak Gunawan mengenakan kemeja putih dan jas hitam serta peci. Jas dan peci dipinjamkan Kades Diran. Ia tidak membawa atribut itu karena tidak berencana menghadiri acara seperti ini sebelumnya.
Di ruangan itu juga telah hadir Kades Diran, penghulu, tokoh masyarakat dan beberapa warga dari kalangan keluarga. Pernikahan siri ini tidak dihadiri banyak orang karena waktu persiapan yang singkat.
Setelah akad selesai, Indah dipanggil untuk menemui suaminya yang sah secara agama. Walaupun dengan riasan sederhana, tetapi penampilannya sangat menawan. Ia kebaya putih dan kain rereng tampak sangat serasi dipadukan dengan kerudung putih dengan hiasan bunga melati. Bikin pangling yang melihatnya.
Kedua mempelai menggunakan waktu yang singkat masa tugas Gunawan untuk mempererat hubungan suami istri dan saling mengenal lebih jauh. Sekejap sekali bagi dua insan yang sedang kasmaran.
Gunawan sejenak melupakan keluarga kecilnya. Ia larut dalam suasana bersama sang istri baru.
Hingga saat itu tiba, Indah harus rela melepas suaminya kembali kepada keluarga lamanya.
"Nanti, Mas akan atur waktu agar bisa sering pulang," ujar Gunawan lalu mengecup kening istrinya.
Indah hanya mengangguk sambil tersenyum menutupi kesedihannya ditinggal pergi sang suami.
Tak terbendung airmata Indah saat melambaikan tangan pada suaminya yang berlalu dengan mobiljemputan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Rembulan
RomanceSalsa dan Ning bersahabat sejak kecil. Latar belakang keluarga yang berbeda tidak jadi kendala bagi persahabatan mereka. Setelah dewasa persahabatannya berlanjut ke tingkat berikutnya. Salsa terpaksa harus berbagi suami dengan sahabatnya. Hal itu be...