Indra di Mana?

23 2 0
                                    

Setelah beberapa detik berlalu, telepon di tutup dari ujung sana. Ning menangis sejadi-jadinya. Ia bingung. Namun, ia tidak berani menceritakan kejadian yang menimpanya pada orang lain. Keluarganya pasti khawatir, terutama ibunya. Oleh karena itu sang calon pengantin menutup rapat rahasia ini sambal berharap Indra akan datang pada waktunya.

Saat itu Ning sedang berada di kamar sendirian. Jadi, tidak ada yang mengetahui apa yang terjadi. Tangisannya teredam oleh hiruk pikuk kesibukan panitia hajatan. Ia merasa sangat lelah memikirkan beban di kepalanya. Ia tidur telentang di atas dipan sambil matanya mengarah ke langit-langit.

***

Waktu menjelang senja ketika Ning berjalan menuju kea rah matahari terbenam sambal memegang erat lengan seorang lelaki. Ia dan lelaki itu memakai pakaian pengantin berwarna putih dengan kain batik warna dasar putih.

Jarak beberapa langkah lagi sampai di tujuannya tiba-tiba di hadapan kedua pengantin ada ular sendok yang mengembangkan kepalanya serta menjulurkan lidahnya. Seketika itu Ning menjerit. Lengan pengantin pria lepas dari genggamannya berlari entah ke mana. Ia kini sendirian menghadapi sang ular.

Dengan penuh ketakutan, Ning berlari sekuat tenaga. Namun, hanya beberapa langkah ia terjatuh tersangkut akar pohon yang tidak terlihat sebelumnya.

Ular itu semakin mendekat. Ning semakin gemetar. Ia berusaha beringsut menjauh, tetapi kedua kakinya terasa sangat berat. Badannya tidak bergeser sedikit pun sedangkan sang ular terus bergerak mendekatinya. Hingga pada jarak kira-kira dua puluh centimeter binatang itu menyerang dan mematuknya.

Ning menjerit sejadi-jadinya. Namun, suaranya tidak bisa lepas. Hanya sampai di tenggorokannya.

***

"Ning! Ning! Bangun, Nak." Terdengar suara yang tidak asing membangunkannya. "Kamu sudah salat Asar?"

Ning melihat sekeliling. Mengumpulkan nyawa. Tampak ibunya sedang duduk di sampingnya. Ia menyeka keringat yang membasahi wajah dengan tangannya.

"Eh.... Belum, Bu," jawab Ning agak ragu.

"Salat dulu sana. Ini sudah mau magrib," pinta Mini.

"Iya, Bu." Ning beranjak dari tempat tidur.

Dalam perjalanannya ke kamar mandi, Ning masih terbayang-bayang dengan mimpi yang baru saja dialaminya. Terasa ngeri dan mencekam. Namun, ia merasa lega karena itu hanyalah mimpi.

Setelah salat Ning berdoa agar Allah memberinya jalan keluar dari masalah yang sedang dihadapinya.

Pada H min satu keluarga Indra mulai heboh karena sang calon pengantin tidak bisa dihubungi. Tidak ada kabar sama sekali.

Gunawan terpaksa mengurus sendiri kedatangan keluarga Indra dari desa. Mereka ditempatkan di penginapan yang tidak jauh dari tempat tinggal Indra. Tidak banyak yang datang. Hanya Indah dan Mantan Kades Diran sekeluarga.

Setelah menempatkan tamu dari desa di penginapan, pencarian Indra terus dilakukan. Ponselnya sama sekali tidak bisa dihubungi. Tidak aktif. Dicari ke tempat tinggalnya pun nihil. Semua jadi bertanya-tanya dan menduga-duga mengenai keberadaan pemuda itu.

"Aduh. Bagaimana ini, Kang? Di mana Indra?" tanya Indah panik.

"Tenang dulu. Kita sedang usaha cari dia. Mudah-mudahan segera ada kabar," ujar Gunawan.

Hari itu pun tiba. Waktu berjalan tanpa bisa ditunda. Gunawan, Indah dan keluarga yang tahu menghilangnya Indra tidak bisa tidur nyenyak malam tadi. Dalam doa mereka mengharap sang calon pengantin hadir kembali di tengah-tengah mereka.

Apa mau dikata? Pihak keluarga Indra harus tetap datang ke acara pernikahan tanpa membawa calon mempelai pria. Mereka seperti membawa bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak di keramaian.

Dua RembulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang