Waktu berjalan begitu cepat. Tidak terasa, sekarang Ning dan Salsa sebentar lagi akan menanggalkan seragam putih merah dan menggantinya dengan seragam putih biru.
Sebenarnya mereka masih senang dengan masa kanak-kanak yang penuh warna. Walaupun begitu, tumbuh beranjak remaja adalah keniscayaan yang harus dilalui.
Namun, sebelum mereka melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya, ada cobaan yang harus dihadapi oleh keluarga Salsa. Sesuatu yang sulit dipahami untuk anak seusianya.
Entah mengapa, setelah mendapat tugas ke luar daerah, ada yang berubah pada diri Gunawan. Setidaknya itu yang dirasakan oleh Maya. Ia merasa suaminya lebih hangat dan perhatian padanya. Perubahan positif sepertinya sehingga ia pun mengabaikan pertanyaan dalam benaknya mengenai perubahan suaminya itu.
Hari berganti hari, Gunawan makin sering ambil tugas dinas ke luar daerah. Padahal sebelumnya, ia sering menolak dinas luar dengan alasan keluarga. Ia akan terpaksa berangkat apabila sudah tidak ada yang menggantikannya.
Dari situlah pertanyaan mulai muncul kembali di dada Maya dan berujung pada kecurigaan. Walaupun, sebetulnya ia tidak mau merusak kemesraan dan kehangatan yang hadir lagi setelah sekian lama yang sebelumnya ia anggap biasa, pasang surut kehidupan rumah tangga.
Kebiasaan Gunawan dinas ke luar daerah sudah berjalan lima bulan lebih. Maya ingin sekali mengutarakan ganjalan di hatinya. Namun, entah bagaimana caranya dan dari mana ia harus memulai.
Hingga pada pagi itu, saat semua anggota rumah sudah beraktivitas keluar: Salsa sekolah dan suaminya sedang bekerja, Maya menemukan kuitansi pemeriksaan dokter kandungan dan beberapa bon belanjaan di saku suaminya. Ia saat itu sedang memilah-milah pakaian yang akan dicuci.
Maya memperhatikan dengan saksama kuitansi bertanggal hanya selang beberapa hari yang lalu itu. Di sana tertulis atas nama 'Ny. Indah Suciwati'. Siapa Indah Suciwati? Kenapa kuitansi itu ada di dalam saku celana suaminya? Sederet pertanyaan mulai mengacaukan pikirannya.
Perhatian Maya beralih ke bon belanjaan. Deret daftarnya lumayan panjang. Seingat dia, barang-barang itu tidak ada di rumahnya. Lalu untuk siapa suaminya belanja sebanyak itu? Apakah untuk keperluan kantornya? Namun, di dalamnya ada barang-barang keperluan pribadi, seperti pelembab wajah dan pemulas bibir. Di bon lain, ia menemukan pakaian hingga pakaian dalam perempuan.
Selama menunggu suaminya pulang, Maya gelisah. Ia tampak tenang ketika sedang terhanyut dalam lamunan. Lamunan tentang skenario apa yang akan dilakukan setelah ini.
"Assalamualaikum, Bu." Salsa mengucapkan salam.
Gadis itu mengulanginya hingga beberapa kali barulah Maya tersadar dan menjawab salamnya.
"Ya, Allah. Ibu sampai lupa, belum menyiapkan makan siang," ucap Maya yang sepertinya belum sadar betul. "Kamu ganti baju dulu aja. Ibu siapkan makan siangnya, ya."
"Tidak apa-apa, Bu. Ibu istirahat saja. Sepertinya Ibu lelah."
Maya mengurungkan niatnya. Ia membiarkan putri kesayangannya yang sedang tumbuh besar itu menyiapkan keperluannya sendiri.
Dalam perenungannya, Maya mencoba untuk menata hati dan pikirannya. Ia berusaha untuk berpikiran positif, meskipun agak sulit baginya melakukan itu.
"Ayo, Bu, makan bersama," ajak Salsa. "Sepertinya Ibu belum makan, jadi aku buatkan untuk Ibu juga."
"Wah, enak sekali nih. Hebat anak Ibu," puji Maya sambil menghias bibirnya dengan senyuman.
Sebetulnya Maya tidak bernapsu makan saat itu, tetapi untuk menghargai usaha anaknya ia tetap makan hidangan telur dadar dan sayur sop yang baru dihangatkan itu.
Saat sore tiba, Gunawan pulang. Maya menahan diri untuk mengungkapkan segala yang ia pendam sejak tadi. Ia menunggu saat yang tepat. Diusahakan Salsa tidak dengar tentang ini. Perempuan itu tetap bersikap biasa di hadapan suami dan anaknya.
Malam mulai larut. Maya berada di kamar Salsa untuk memeriksa putrinya itu. Ia mendapati anaknya tertidur sambil mendekap buku pelajaran. Diambilnya buku itu lalu disimpannya di atas meja belajar. Setelah merapikan selimut, dipandanginya wajah anak gadisnya sejenak. Tampak tenang. Kemudian ia berlalu sambil mematikan lampu dan menutup pintu.
Anaknya sudah tidur. Rumah dalam keadaan sepi. Ia pikir, ini saatnya. Namun, Maya menarik kembali maksudnya. Bagaimana kalau masalah ini memicu pertengkaran? Dalam suasana sunyi seperti ini, suara jadi mudah terdengar. Kalau anaknya tahu, apalagi tetangga, bisa melebar urusannya. Ia pun kembali menunggu saat yang tepat.
Ibu dua anak itu masuk ke dalam kamarnya. Didapati sang suami sudah tertidur pulas. Lelah kerja hari ini sepertinya. Ia pun membaringkan diri di samping suaminya. Berusaha untuk tidur, walau hatinya gundah dalam penantian. Menanti saat yang tepat.
"Tidid...diid." Suara klakson motor Miskun dari halaman rumah.
"Nah, itu Pak Mis sudah datang. Ayo, Nak!" ujar Maya sambil merapikan kuncir rambut Salsa.
"Lho, bukannya Salsa berangkat sama Ayah?" tanya Gunawan heran.
"Tidak apa-apa. Hari ini Salsa sama Pak Mis dulu, ya." Maya menuntun anaknya ke halaman.
Dari halaman, Salsa kembali ke dalam rumah untuk mencium tangan ayahnya. Setelah berpamitan juga pada Maya, ia pun naik sepeda motor kemudian berlalu diantar Miskun.
"Hati-hati ya, Sayang," ucap Maya.
Selepas kepergian anaknya ke sekolah, Maya berbalik menuju rumah. Ia menghampiri suaminya yang masih keheranan.
"Aku mau bicara sebentar, Mas." Maya membuka obrolan.
Belum lepas rasa herannya karena tidak bisa mengantar anaknya, Gunawan makin heran lagi dengan sikap Maya.
"Aku nemu ini, Mas. Bisa tolong jelaskan." Maya menjaga nada suaranya agar tetap lembut.
Melihat apa yang ada di hadapannya, Gunawan kaget bukan kepalang. Itu adalah kuitansi waktu mengantar Indah periksa kehamilan. Beberapa adalah bon belanjaannya.
Dalam pikirannya berkata mungkin ini waktu yang tepat untuk berterus terang. Walaupun dihindari sejauh apa pun dan disembunyikan sedemikian rupa, akhirnya, ini menemukan jalannya.
"Aku sebetulnya ingin terus terang dari dulu, tapi aku tidak ingin menyakiti siapa pun. Mungkin sudah begini jalannya. Aku akan jelaskan duduk persoalannya," Gunawan berusaha tetap tenang.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/337022114-288-k920341.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Rembulan
RomanceSalsa dan Ning bersahabat sejak kecil. Latar belakang keluarga yang berbeda tidak jadi kendala bagi persahabatan mereka. Setelah dewasa persahabatannya berlanjut ke tingkat berikutnya. Salsa terpaksa harus berbagi suami dengan sahabatnya. Hal itu be...