Suara deru sepeda motor Miskun terdengar memasuki halaman rumah. Setelah kendaraan itu benar-benar berhenti, Salsa turun.
"Terima kasih, Pak Mis," ujar Salsa lalu berjalan menuju teras.
"Sama-sama, Neng," jawab Miskun.
"Mampir dulu, Pak Mis.Saya buatkan kopi, ya," kata Maya sambil menyambut anaknya pulang.
"Makasih, Bu. Saya langsung pamit saja. Ada urusan lain."
"Iya, Pak. Hati-hati!"
Setelah Miskun pergi, Maya mengajak Salsa masuk rumah.
"Sekarang kamu ganti baju dulu. Setelah itu, kita malan siang, ya," kata Maya seraya menuju dapur.
"Baik, Bu." Salsa menuju kamarnya.
Tidak berapa lama, Salsa keluar kamar lalu menuju meja makan. Sang ibu sudah menghidangkan ayam goreng dan sayur asem, tidak ketinggalan sambal dan lalapan.
"Bagaimana sekolahnya hari ini, Nak?" Maya membuka obrolan sambil mengambilkan nasi ke piring Salsa.
"Seneng, Bu. Tadi ada ulangan. Aku dapat nilai sepuluh," tutur Salsa bangga.
"Bagus sekali! Anak Ibu memang hebat," puji Maya. "Teman-teman kamu sudah lama tidak main ke sini. Bagaimana kabar mereka?"
"Baik, Bu."
"Ibu tidak melarang kamu berteman dengan siapa saja. Tapi, sekalipun kamu ada teman baru, teman lama jangan dilupakan."
Di benaknya, Salsa bertanya-tanya dari mana ibunya tahu. Mungkin salah satu teman atau orang tuanya mengadu pada sang ibu. Ia pun menyadari, selama ini, ia terlalu fokus dengan Ning sehingga hubungannya dengan tema-teman lamanya menjadi renggang. Gadis itu tengah mencari cara agar bisa kembali dekat dengan teman lamanya.
Setelah beberapa lama berpikir, Salsa menemukan jalan keluar untuk permasalahnnya. Ia memutuskan tiap hari Rabu sepulang sekolah mengadakan belajar bersama di rumahnya kalau masih ada waktu luang, bisa dilanjutkan dengan bermain.
Hal ini disambut baik oleh teman-temannya. Ning tidak ketinggalan ikut setelah izin pada ibunya. Sang ibu memberinya izin sepekan sekali tidak membantu membungkus keripik dan kacang goreng karena belajar bersama di rumah Salsa.
Begitu pula dengan Maya, ia senang anaknya punya banyak teman lagi. Terlebih, Salsa dan teman-temannya belajar dan bermain di rumahnya. Ia jadi tidak ada kesulitan untuk mengawasi anaknya. Dengan senang hati sang ibu menyediakan makanan kecil untuk menemani anak-anak berkegiatan. Sesekali, mereka juga diajak makan siang bersama.
Hari-hari berlalu. Tiada terasa, mereka sudah melewati ujian kenaikan kelas. Kini, saatnya acara kenaikan kelas dan pelepasan kelas enam.
"Terima kasih ya, Sa. Aku bisa masuk sepuluh besar," ujar Ning bangga.
Sebelumnya, Ning biasanya berada di peringkat lima belas atau enam belas dari 36 siswa di kelasnya. Pada catur wulan ini, ia mendapat peringkat kelima.
"Itu karena kamu memang pintar, Ning. Cuma selama ini kamu terlalu sibuk." Salsa tertawa kecil diikuti oleh Ning.
"Selamat ya, Sa. Kamu juara kelas lagi tahun ini," kata seorang anak laki-laki.
Seketika tawa kedua gadis itu berhenti. Perhatian mereka tertuju pada sumber suara.
"Terima kasih, Kak Arkan. Selamat juga buat Kak Arkan, lulus dengan nilai terbaik," jawab Salsa seraya tersenyum.
"Sampai ketemu di SMP, ya," ujar Arkan sambil berlalu.
Salsa membalasnya hanya dengan senyuman.
Arkan adalah siswa kelas enam yang lulus tahun ini. Selain dikenal karena kepintarannya sehingga menjadi bintang kelas, ia pun tampak sangat ganteng dengan kulit putih dan rambut yang selalu tersisir rapi. Seragam yang ia kenakan pun selalu licin dan kelihatan bersih. Tinggi badannya sedikit di atas rata-rata teman sebayanya, pasti karena gizi yang baik yang ia dapat di rumahnya. Tidak heran, karena anak itu merupakan putra dari juragan beras yang cukup disegani di kampung itu.
Ning senyum-senyum dengan tatapan menggoda.
"Kamu kenapa, Ning, senyum-senyum begitu?" tanya Salsa bingung.
"Ah, tidak apa-apa."
Di usianya yang masih sangat belia, Salsa belum mengalami masa puber atau akil balig. Jadi, belum memiliki ketertarikan pada lawan jenis seperti halnya gadis remaja. Ia menanggapi kejadian tadi dengan biasa saja.
"Ayo, Nak, kita pulang," ajak Maya pada Salsa.
Salsa berpamitan pada Ning yang juga sudah dipanggil orang tuanya. Mereka baru saja selesai mengambil rapor anaknya. Sebelum pergi, ibu Ning menyalami Maya.
"Terima kasih ya, Bu. Neng Salsa sudah membantu Ning belajar," ucap Mini penuh hormat.
"Iya. Sama-sama. Belajar yang rajin ya, Ning agar makin bagus lagi nilainya," ujar Maya sambil tersenyum pada Ning.
"Iya, Bu," jawab Ning.
"Saya pamit dulu ya, Bu." Mini pamit.
"Ah, iya. Hati-hati, ya," jawab Maya.
"Sampai jumpa, Ning." Salsa melambaikan tangan.
Ning membalas lambaian tangannya, "Sampai jumpa, Sa."
Mereka pun berpisah untuk kembali ke rumah masing-masing. Baik Salsa maupun Ning, keduanya mempunyai kesan tersendiri pada kenaikan kelas tahun ini.
Selang beberapa saat kemudian, Salsa dan Maya sudah sampai di rumah mereka diantar oleh Miskun. Di halaman tampak terparkir mobil sedan berwarna hitam. Mobil keluarga mereka.
Mobil itu tidak bisa mengantar Salsa dan ibunya ke sekolah karena dipakai ayahnya menjemput seseorang. Kini sayang ayah sudah duluan sampai di rumah.
Saat Salsa membuka pintu rumah, terdengar suara seorang pemuda yang sangat akrab di telinganya, "Selamat ya, Putri Salsa. Juara kelas lagi nih."
"Kakak!?" seru Salsa seraya berlari ke arah kakanya lalu memeluknya dengan erat, melepas rindu.
Acara kenaikan kelas Salsa bertepatan dengan pulangnya Andi dari asrama untuk libur kenaikan kelas. Andi Putra Gunawan saat ini menduduki kelas satu di sebuah SMA berasrama di kota. Mengenyam pendidikan di sekolah semi militer membuat penampilannya tampak sangat gagah dan berwibawa.
"Kok, aku gak tahu kalau Kakak mau pulang hari ini?"
"Sengaja, mau buat kejutan." Andi memberikan kotak kecil untuk adiknya.
"Terima kasih, Kak."
"Kak Andi juga naik kelas dengan nilai terbaik, lho," ujar Gunawan bangga.
"Selamat ya, Nak." Maya memeluk Andi.
"Wah, aku bangga sama Kakak," ucap Salsa.
"Kakak juga bangga sama Salsa," balas Andi sambil mencolek kuncir rambut Salsa.
"Terima kasih, Kak hadiahnya. Bagus sekali," kata Salsa setelah membuka hadiah dari kakaknya berupa boneka gadis kecil pajangan dari keramik.
Betapa bahagia dan bangganya Gunawan dan Maya karena memiliki anak-anak yang berprestasi. Tidak hanya itu, mereka juga ganteng dan cantik. Sekilas, keluarga mereka tampak sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Rembulan
RomanceSalsa dan Ning bersahabat sejak kecil. Latar belakang keluarga yang berbeda tidak jadi kendala bagi persahabatan mereka. Setelah dewasa persahabatannya berlanjut ke tingkat berikutnya. Salsa terpaksa harus berbagi suami dengan sahabatnya. Hal itu be...