Pagi pun tiba. Matahari berwarna jingga mulai muncul di ufuk timur. Semakin lama warnanya semakin terang di sambut cericit burung yang berlompatan di dahan-dahan pohon. Langit bersih dengan awan yang tampak kecil di sana sini.
Apa pun yang terjadi pada kehidupan manusia di muka bumi, matahari tetap menjalankan tugasnya bersinar setiap pagi. Bunga-bunga tetap bermekaran. Angin tetap berhembus membawa kesejukan.
"Masak apa, Bu?" tanya Salsa sambil melihat kuali dari belakang Maya.
"Opor, sayang," jawab sang ibu seraya mengaduk masakan di atas kompor.
"Pagi-pagi makanannya sudah berat. Kayak mau ada tamu saja."
Maya tidak menjawab. Ia hanya tersenyum pada anaknya.
"Ayah mana, Bu?" tanya Salsa menyadari tak melihat ayahnya.
"Pagi-pagi sekali Ayah sudah berangkat. Ada keperluan katanya. Sepertinya sebentar lagi pulang."
Kemudian Salsa bergerak ke sisi lain di dapur itu. Menyeduh teh lalu membawanya ke halaman. Arkan ada di sana sedang menggerakkan badannya berolahraga.
"Teh, Kak," tawar Salsa.
Arkan menghentikan kegiatannya kemudian menghampiri istrinya. Salsa menaruh cangkir teh di meja teras. Mereka berdua duduk menikmati suasana pagi.
"Kak, maafkan aku," ujar Salsa.
Arkan menggeleng. "Pagi ini aku tidak mau mikir yang berat-berat."
Tak lama kemudian tampak sebuah mobil masuk ke halaman. Tampak Gunawan berada di belakang kemudi. Namun, ia tidak sendiri. Ada beberapa orang bersamanya. Di sampinya seorang perempuan dan di jok belakang ada dua orang lagi. Salsa meyakinkan dirinya pada apa yang dilihatnya.
Gunawan keluar dari mobil diikuti perempuan di sampingnya yang tak lain adalah Indah istri mudanya. Sementara penumpang di jok belakang adalah Diran dan istrinya.
"Neng Salsa?" seru Indah.
Ia tampak tidak yakin dengan penglihatannya. Mendekati Salsa yang berdiri terpaku. Mereka tidak menyangka akan ada kejutan seperti ini pagi-pagi. Walaupun semuanya masih bertanya-tanya apa yang selanjutnya yang akan dikemukakan Gunawan.
Salsa tersenyum pada Indah lalu mencium tangannya. Disusul Arkan.
"Masuk, Dek. Mari, Pak, Bu kita sarapan dulu," ajak Maya dengan ramah.
Apa yang terjadi? Salsa bertanya-tanya dalam hatinya. Kehadiran Indah dan keluarganya saja sudah membuatnya terkejut. Ditambah lagi sikap ibunya yang seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Karena meja makan tidak muat menampung orang-orang yang ada di sana. Sarapan dilakukan di bawah atau lesehan. Semua berkumpul termasuk anak Andi yang masih kecil.
Di hadapan mereka terhidang menu sarapan yang tidak seperti biasanya. Selain opor ayam ada juga balado tongkol, tempe goreng, telur dadar, sambal dan lalapannya. Terlalu lengkap untuk sarapan. Seperti menu makan siang atau makan malam.
"Mumpung semuanya lagi kumpul. Ayah mau mengenalkan Ibu Indah pada kalian. Harusnya Indra, adik kalian juga ada di sini. Tapi, sampai sekarang tidak ada kabarnya," urai Gunawan.
Rasa sedih kembali muncul di benak Indah mendengar dua kalimat terakhir yang terucap dari mulut Gunawan. Namun, ia berusaha menyembunyikannya. Tidak mau merusak suasana. Walau bagaimanapun kesedihan itu tetap tampak di wajahnya. Tidak bisa ditutupi dari orang di hadapannya. Semua maklum adanya.
Suasana kembali cair. Maya berusaha mengakrabkan anak-anaknya dengan Indah dan keluarganya. Salsa pun coba menghibur ibu tirinya dengan mengenang hal-hal indah dan berkesan saat KKN di desa sehingga perihal hilangnya Indra terlupakan sejenak.
Tidak lama selesai sarapan, Indah dan keluarganya berpamitan. Mereka diantar Gunawan ke terminal bus untuk kembali ke desa.
Ada kelegaan di dada Gunawan. Rahasia yang selama ini disimpan telah diungkapkan. Walaupun di sisi lain ada masalah baru. Putra bungsunya belum ditemukan hingga saat ini. Nasib pernikahan Ning dan menantunya belum ada kejelasan. Ia juga memikirkan perasaan putrinya. Benarkah ikhlas?
Sementara itu selama perjalanan di bus menuju terminal, Indah tidak banyak bicara. Selain memikirkan putranya, ia juga sedang membayangkan bagaimana menjawab pertanyaan keluarga dan tetangganya di desa. Apakah harus berbohong dengan mengatakan bahwa pernikahan sudah dilakukan dan Indra hidup bahagia di kota atau mengatakan jujur, apa adanya?
"Tolong cari Indra sampai ketemu ya, Kang," ujar Indah memelas.
"InsyaAllah aku akan berusaha sekuat tenaga untuk menmukan anak kita. Sekarang kamu perlu menenangkan pikiran dan banyak berdoa," kata Gunawan menenangkan istrinya.
Seorang ibu yang kehilangan anak laki-laki satu-satunya mana mungkin bisa tenang. Namun, Indah sudah pasrah pada keadaan. Ia hanya bisa berdoa dalam tangisnya.
Setelah berpamitan, Indah dan yang lainnya menaiki bus. Tidak lama kemudian keberangkatannya tiba. Pecah tangis Indah saat melambaikan tangan pada suaminya.
Air mata Gunawan pun hampir tumpah saat melepas kepergian istrinya kembali ke desa. Ia beranjak dari terminal setelah bus yang membawa Inda dan keluarga hilang dari pandangan.
Gunawan kembali merasa sangat kasihan pada istri mudanya. Selama ini Indah sering ia tinggalkan sendiri di desa. Bahkan dalam mengurus anak pun ia jarang sekali mendampingi. Kini cobaan yang lebih besar datang. Indra harus segera ditemukan. Sebagai bentuk tanggung jawab seorang suami pada istrinya dan seorang ayah pada anaknya.
Sementara itu di rumah, Salsa sedikit terguncang batinnya. Ia merasa tidak siap menerima semua kenyataan yang akhir-akhir ini dialaminya. Sendiri di kamar. Menangis sesenggukan.
Tangan yang hangat mendarat di Pundak Salsa. Perempuan itu terdiam sejenak kemudian menyeka air matanya. Seketika ia merasakan ketenangan. Tangan itu seolah mentransfer energi positif yang memberikan semangat hidup kembali.
Salsa berbalik lalu merangkul suaminya erat-erat. Air matanya kembali tumpah. Ia membenamkan wajahnya di dada suaminya yang kokoh. Tangan Arkan mengusap-usap kepala istrinya dengan penuh kasih sayang.
Hari terus beranjak siang. Setelah membereskan perabot makan sarapan tadi selanjutnya Maya menyiapkan makan siang dibantu menantu perempuannya. Ia sangat senang karena anak-menantunya sedang kumpul di rumah. Momen yang jarang akhir-akhir ini karena kesibukan masing-masing.
Seiring berjalannya usia, Maya sudah makin ikhlas dengan keberadaan Indah dan anaknya di keluarga mereka. Ia juga merasa sedih dengan kabar hilangnya Indra.
Hidup memang kadang tidak terduga. Tidak semua hal yang terjadi sesuai keinginan kita. Untuk membuat hati dan pikiran tenang dan bahagia adalah berdamai dengan keadaan. Mengikhlaskan semuanya bahwa itu adalah kehendak Yang Kuasa.
Cuaca cerah sepanjang hari hingga sore. Langit hanya menyisakan sedikit awan putih bergerak tertiup angin yang tampak lembut dari kejauhan.
Setelah menghadapi kenyataan-kenyataan tak terduga belakangan ini. Salsa harus tetap melanjutkan hidupnya. Begitu juga keluarganya. Karena waktu terus bergerak ke masa datang.
Akibat dari keputusan tiba-tibanya atas pernikahan Ning dan Suaminya, selanjutnya apa? Bagaimana nasib Ning yang setelah pernikahan hari itu belum sempat ia hubungi kembali? Haruskah pernikahan ini dilanjutkan atau ada pilihan lain, yaitu dibatalkan?
Pasrah pada keadaan. Itu yang ada pada benak Ning. Setelah pernikahan itu perempuan itu tidak mau keluar kamar. Berat dirasa harus menanggung malu. Sekalipun pernikahan tetap terjadi, tetapi dengan suami sahabatnya. Perasaan Ning campur aduk tak karuan.
Mini sangat mengerti perasaan anaknya. Ia tidak berani mengusik Ning. Sesekali masuk ke kamar hanya untuk mengingatkan atau membawakan makanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Rembulan
Roman d'amourSalsa dan Ning bersahabat sejak kecil. Latar belakang keluarga yang berbeda tidak jadi kendala bagi persahabatan mereka. Setelah dewasa persahabatannya berlanjut ke tingkat berikutnya. Salsa terpaksa harus berbagi suami dengan sahabatnya. Hal itu be...