MWIM 12

3.5K 175 15
                                    

Panji dan Nana masuk kedalam ruang makan dan sudah tersaji berbagai macam makanan,termasuk ayam bakar kalasan Makana kesukaan Nana.

Panji dan Nana duduk bersebelahan,Nana menyendokkan nasi untuk Panji.

"Mau pakai lauk apa?" tanya Nana bak seorang istri yang taat pada suaminya namun sayang itu hanyalah akting semata.

"Saya mau ayam bakar sama gudek nya aja" ujar Panji,Nana mengangguk lalu mengambilkan lauk yang diinginkan oleh Panji.

Lalu baru saja ia akan mengambil nasi tangannya di hentikan oleh Panji,"berdua saja makannya" ujar Panji menarik lembut tangan Nana untuk duduk.

"Aduh manis banget mas Panji ini,tuh paklik kalo nanti jadi suami kaya mas Panji" celetuk Ningrum pada pamannya Banyu yang memang masih betah melajang di umur tiga limaan.

"Sok tahu kamu" ujar Banyu singkat.

Nana menatap mereka,Banyu ternyata lebih dingin daripada Panji.Nana mengalihkan tatapannya pada Panji yang sedang memisahkan kulit dan dagingnya.

"Kulit ayam kesukaan kamu,makan dulu" ujar Panji membuat Nana bergeming.

"Mas akting jangan terlalu all out nanti aku baper gimana" bisik Nana pelan sambil menyuapkan nasi dan lauknya.

"Baper sama suami sendiri itu wajar Na" balas Panji pelan.

"Mas tahu arti baper?" tanya Nana terkejut.

"Kamu kira saya setua apa tapi kalo mas Banyu mungkin gak tahu" balas Panji membuat Nana bingung.

"Emang umur mas Banyu berapa?" tanya Nana penasaran.

"Tiga puluh lima tahun,gak usah gitu liatnya dia jatah adik sepupu kamu"

"Ha?"

"Makan Na" perintah Panji menghentikan aksi hibah mereka tentang Banyu.

Mereka telah selesai makan bahkan eyang Kakung dan eyang tuti sudah pulang hanya tersisa Panji,Nana,Ningrum,dan Banyu yang sedang berbincang di ruang tamu.

"Mas Banyu udah nikah?" pertanyaan random Nana membuat suasana hening seketika.

"Belum" balas Banyu singkat sangat singkat malah.

"Saya pamit pulang dulu" pamit Banyu bangkit lalu berjalan keluar.

"Maaf ya mba mas,paklik emang gitu orangnya,ya udah aku pulang dulu ya besok pagi mba Nana kalo free kita ke pasar gedhe yuk,jalan-jalan,bye" setelah itu Ningrum memilih pulang.

"Udah ah,aku mau ambil koper kalo barang-barang yang besar nanti pak Budi yang ambil ya mas" ujar Nana seolah kekeh ingin pulang ke Jakarta.

"Na,kita udah bahas ini,kamu istri saya dan saya gak izinin kamu pergi kemanapun" tegas Panji memegang tangan Nana.

"Ya kalo gitu bakar semua lukisan dan barang-barang punya mba Aria" tantang Nana.

"Kamu gila ya,barang-barang itu enggak melukai kamu" sungut Panji yang mulai kehilangan kesabaran dengan tingkah keras kepala Nana.

"Barangnya gak nyakitin tapi kenananganya itu mas,bikin aku hampir mati" pekik Nana.

"Kamu tuh harusnya sadar mas,mba Aria itu udah mati!!" teriak Nana keras.

"NADIA!!!" hampir saja Panji kehilangan kontrol atas dirinya dan hampir melukai Nana.

Panji mengatur napasnya sedangkan Nana sudah menangis tersedu-sedu, ia takut dan marah sekaligus.

"Jangan mas,jangan libatin aku kedalam masa lalu kamu yang belum selesai" pinta Nana lirih.

Panji menarik Nana dalam pelukannya dan mengusap punggung gadis itu pelan,"Saya juga cape Na,capek hidup dalam rasa bersalah ke Aria tapi begitu saya melihat kamu,senyum kamu saya punya keyakinan untuk hidup lebih baik lagi"

Married With Ice Man Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang