21. Tunangan Atau Menikah?

1.1K 96 6
                                    

_______________

Almira menghubungi Mega di pagi Minggu yang lumayan cerah. Yah, sekedar meminta saran dan pendapat sahabatnya itu.

"Jadi menurut kamu, keputusanku udah tepat nggak sih, Ga?" Tanya Almi.

"Gini ya Al, bukannya kamu kemaren bilang kalau kamu siap nikah kalau Pak Pol udah bahas soal pernikahan? Kamu kan yang bilang siap kalau misalnya nikahnya beberapa bulan lagi atau tahun depan? Kok sekarang malah nggak siap dan nggak mau cepat-cepat nikah sih?" Tanya Mega.

Aish, Almira lupa jika kemarin ia mengatakan itu pada Mega. Bahwa ia siap untuk menikah dengan Hasta jika lelaki itu sudah siap menikahinya, entah itu beberapa bulan lagi, atau tahun depan. Ia siap kapan pun itu. Tapi kini, ia sendiri yang ragu, ia sendiri yang terlalu bawa perasaan masalah kemarin.

Yah, siapa sih yang tidak akan memikirkan ulang masa depannya jika kemarin ia dibuat cukup menderita batin karena sikap Hasta. Ia masih harus memikirkan semuanya dengan matang-matang. Tidak salah kan? Toh ini menyangkut masa depannya. Wajar kan jika ia bersikap seperti ini?

"Aku nggak akan nyangka kalau Mas Hasta akan menanyakan kesiapan ku untuk nikah secepat ini, Ga. Aku pikir Mas Hasta masih mau jalani ini dulu sampai beberapa bulan ke depan. Aku pikir kita emang perlu saling kenal lebih dulu. Aku pikir kalau kita terlalu buru-buru buat hubungan ini. Aku mau kok nikah sama Mas Hasta, tapi kalau secepat ini aku nggak yakin, Ga. Kita belum kenal masing-masing lebih dalam. Apalagi kemaren aku sakit banget sama sikap Mas Hasta yang cuek dan nggak peduli itu. Itu yang buat aku memikirkan lagi, apakah aku siap buat ke jenjang yang lebih serius sama Mas Hasta atau nggak. Aku ragu banget, Ga." Keluh Almira.

"Al, aku nggak tau harus ngasih tanggapan apa buat masalah kamu ini. Kamu belum siap nikah, oke, bisa dibicarakan baik-baik ke Hasta dan keluarga. Kalau Hasta memang benar-benar serius sama kamu, dia akan menunggu kamu sampai kamu siap. Take your time, Al. Pikirkan lagi matang-matang keputusan apa yang kamu ambil. Dan ingat, akan selalu ada aku disamping kamu yang akan selalu mendukung semua keputusan kamu. Kalau kamu masih ragu, sholat Al! Minta petunjuk ke Allah, Allah pasti selalu kasih jawaban ditiap masalah yang kita hadapi." Nasehat Mega.

"Makasih ya, Ga, udah mau dengerin curhatan ku ini. Jujurly, aku masih shock dengan sikap Mas Hasta kemarin, apalagi dia sempat bentak aku. Tapi nggak papa, semua udah baik-baik aja sekarang." Jawab Almira.

"Semangat ya, cantik! Semoga kamu mendapatkan jawaban dari semua keraguan dan kebingungan kamu, Al."

"Iya, makasih ya, Ga. Aku tutup dulu ya, Ayah manggil nih, Assalamu'alaikum." Pamit Almira.

"Iya, tak care, Al, wa'alaikumsalam." Sahut Mega yang kemudian panggilan itu berakhir.

Almi langsung membuka pintu kamarnya, mendapati Ayahnya yang kini menunggunya didepan pintu.

"Kenapa Yah?" Tanya Almira.

"Ada nak Hasta dan keluarganya didepan, ganti baju, terus temui mereka." Suruh Ayah tanpa basa-basi.

"Tunggu Yah, Mas Hasta mau apa kesini bawa keluarganya?" Tanya Almira khawatir.

Apakah Hasta akan melamarnya saat ini? Apakah pria itu akan meminta persetujuan pada Ayahnya untuk menikahinya?

"Mbak akan tau nanti, sudah cepat siap-siap." Ucap Ayah kemudian berlalu.

"Duhhh, Mas Hasta beneran nih? Nggak main-main sama ucapannya kemarin? Aku harus apa?" Almira sungguh panik, ia benar-benar bingung harus apa.

Tapi dengan kekhawatirannya dan juga rasa paniknya yang muncul tiba-tiba kini, ia mulai bersiap kemudian keluar untuk menemui Hasta dan keluarganya.

"Sini Nduk, duduk dekat Bunda." Panggil Bunda Nurul saat Almira tiba di ruang tamu.

Almira mau tak mau duduk disamping Bunda Nurul yang berhadapan langsung dengan Hasta.

"Mmm, Almi buat minum dulu ya, Bunda Ayah." Pamitnya yang langsung beranjak.

"Hasta bantu Almi, Bunda, Ayah." Ucap Hasta yang langsung mengikuti Almira.

Biarlah, biar para orang tua mengobrol lebih dulu. Kini Hasta memperhatikan Almira yang cekatan membuatkan minuman. Saat akan mengambil gelas dikabinet atas, ia lumayan kesusahan karena tinggi tubuhnya yang terbilang pendek.

"Perlu saya bantu?" Tanya Hasta yang kini sudah dibelakang Almira.

Almira langsung berbalik, dan langsung bertemu tubuh Hasta yang tegap. Jarak mereka bahkan kurang dari sejengkal. Sangat dekat. Almira mendongak untuk melihat wajah Hasta. Sungguh, kali ini ia menahan nafas karena begitu dekat dengan Hasta. Ia bahkan bisa mencium aroma parfum milik Hasta yang begitu maskulin dan menenangkan.

"Butuh berapa gelas?" Tanya Hasta menunduk melihat ke Almira.

Almira langsung menoleh ke samping, malu cuy! Ketahuan lagi mandangin doi.

"Ekhem, 5 gelas, Mas." Jawab Almira.

Tanpa banyak tanya lagi, Hasta segera mengambilnya dan meletakkannya di meja makan. Sementara Almira sudah sibuk dengan air panasnya.

"Kenapa Mas ikut ke dapur?" Tanya Almira tanpa menoleh ke Hasta, ia masih malu.

"Bantu kamu." Jawabnya singkat.

"Oh.." gumam Almira.

Hening, mereka kembali diam-diaman. Bingung harus bicara apa, tidak ada topik yang bisa dibicarakan.

"Mmm, kenapa Mas Hasta dan Ayah Bunda kesini?" Tanya Almira kemudian.

"Saya sedang membuktikan keseriusan saya ke kamu." Jawabnya.

"Hah?" Almira sungguh tidak menyangka, jika Hasta benar-benar seserius ini. Padahal ia sudah mengatakan ingin memikirkan semuanya. Tapi malah datang seperti ini tanpa bicara apa-apa lebih dulu.

"Bukannya kemarin Almi bilang, kalau Almi butuh waktu, Mas?" Ucapnya kemudian.

"Iya, dan saya juga tidak lupa jika kamu mengatakan untuk membicarakan perihal itu ke orang tua kita. Jadi hari ini saya datang kesini untuk hal itu. Karena saya sudah akan kembali ke Kota Dingin nanti sore." Jelas Hasta.

Hhhuuft! Kalau sudah begini, apa mau dikata lagi? Sudah terlanjur, jalani saja dan dengarkan apa keputusan akhir dari orang tua mereka.

Almira selesai membuat minumannya, ia juga menyuruh Hasta untuk membawa beberapa toples kue kering untuk dimakan saat mengobrol nanti.

Kembali ke ruang tamu, dan Ayah Farhan, memulai pembicaraan dan niat mereka datang kesini hari ini.

"Saya mewakili anak saya, ingin melamar Almira, Pak Aditya. Keluarga kita sudah saling mengenal, dan anak-anak juga sudah semakin dekat. Jadi tidak ada salahnya untuk menyambung tali kekeluargaan." Ucap Ayah Farhan dengan tenang pada Ayah Aditya.

"Saya menerima niat baik Pak Farhan sekeluarga, tapi semua keputusan ada di Almi. Nduk, apa kamu sudah siap untuk menikah dengan nak Hasta?" Tanya Ayah Aditya langsung.

Almira menunduk, bingung harus menanggapi apa. Takut jika jawabannya tidak berkenan untuk ayahnya dan orang tua Hasta.

"Ekhem, sebelumnya mohon maaf menyela Ayah. Hasta kemarin sudah menanyakan perihal ini pada Almira. Tapi Almira mengatakan belum siap menikah. Tapi menurut saya, lebih baik kita terikat dulu, bertunangan lebih dulu tidak apa-apa. Karena Hasta takut jika nanti banyak omongan nggak bener tentang hubungan kami berdua. Tapi jika Almira juga belum siap untuk tunangan lebih dulu, tidak apa-apa, saya akan menunggu sampai ia siap." Jelas Hasta.

"Benar pak Aditya, lebih baik tunangan dulu saja. Jika menikahnya tahun depan juga tidak apa-apa, yang penting anak-anak sudah terikat hubungan." Sahut Bunda Nurul.

"Yah, Ayah mengerti dengan maksud nak Hasta. Memang lebih baik terikat dulu, misalnya tunangan. Banyak sekarang omongan-omongan yang begini begitu, entah baru pacaran berapa bulan, entah berapa tahun, pasti ada saja omongannya. Kalau menurut Ayah, memang lebih baik terikat dulu, bertunangan dulu demi menghindari omongan-omongan orang. Tapi kembali lagi, semua keputusan ada ditangan kamu, Nduk. Kamu siap untuk bertunangan dulu?" Tanya Ayah Aditya kemudian.

"Almi... Almi..."

👨🏻‍✈️
_______________

10 Maret 2023
23 Maret 2023
Publish 24 Maret 2023

Hayo, Almi mau jawab apa tuh?

PRAHASTA (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang