Part 01

1.5K 103 14
                                    

"Mau jadi pacarku nggak?"

Aku menoleh ke sumber suara dan langsung bergidik pelan saat melihat Arya teman seangkatanku sedang menyatakan cinta pada Sandriya, dibantu teman-temannya yang memegang properti berbagai macam mulai dari kertas karton bertuliskan 'Be Mine', balon, buket bunga, konfeti dan lain-lain. Hilang sudah keinginanku untuk jajan dan membuat aku segera membalikkan badan kembali ke kelas. Ogah menjadi saksi momen uwu-uwu yang entah kenapa selalu membuatku bergidik geli seolah-olah aku alergi dengan hal-hal manis seperti itu.

Tapi anggapan kalau aku aneh bukan cuma datang dari dalam lubuk hatiku, karena teman-teman sekelasku, teman-teman OSIS-ku dan teman-teman ekskul yang aku ikuti juga suka heran dan bingung melihat aku yang anti dengan hal-hal romantis. Tapi mereka menghargai pendapat anehku, sama seperti aku yang juga menghargai mereka yang mendamba hal-hal romantis di usia remaja kami.

"Muka lo kenapa? Sepet gitu?" tanya Aleta teman sebangkuku saat aku tiba di kelas.

"Nggak apa-apa, cuma gue batal jajan gara-gara lihat Arya nembak Sandriya di kantin." jelasku dengan raut agak jengkel, padahal Arya nggak salah.

"Lo naksir sama Arya?" mata Aleta membulat kaget.

"HAH? NGGAK LAH, sembarangan sungut lo." Sanggahku dengan nada tidak kalah nyolot.

"Lah terus kenapa lo jadi batal jajan?" Aleta mengernyit bingung.

"Yaaa nggak apa-apa, kan gue alergi uwu-uwu." aku bergidik ngeri, tidak membayangkan kalau suatu saat nanti juga akan terjebak dengan momen seperti yang Sandriya alami tadi.

"Emang yah orang pintar tuh kebanyakan aneh bin ajaib. Si Samuel juga pintar tapi masih mupeng momen uwu-uwu juga di hidupnya." Aleta menggelengkan kepalanya heran. "Tapi lo emang nggak pernah naksir cowok sekalipun, atau cewek?" Aleta tertawa kuat karena delikan tajamku.

"Cowok aja gue nggak minat, apalagi cewek." aku menoyor dahi Aleta pelan, "bukan nggak minat sih, belum aja."

"Dari memasuki masa puber nggak ada gitu yang bikin hati lo geter walaupun cuma sekali?"

Aku berpikir sesaat sebelum menggeleng mantap, "nggak ada. Yang bisa bikin hati gue bergetar itu cuma pas menang lomba aja."

"Yah jawaban apa sih yang gue harepin dari seorang Tita 'ambisius' Sanjaya." Aleta memutar kedua bola matanya yang hanya kutanggapi dengan mengedikkan bahu.

"Titaaaaaaa my pretty...."

Baru saja merasa bebas dari wawancara Aleta, aku harus kembali menghela napas kesal saat bayangan Arga muncul di kelasku.

"Tumben di kelas aja? Nggak ke kantin?" Arga menghampiriku, dan alih-alih memilih untuk duduk di kursi kosong di depan atau di sampingku, dia malah berlutut di depanku dan menopang lengannya di lututku. Kepalanya mendongak menatapku dan tersenyum sampai matanya tinggal segaris.

Aku bisa dengan jelas menangkap suara pelan Aleta yang terkesiap melihat senyuman Arga. Memang sahabatku ini tampannya paripurna dengan hidung mancung seperti perosotan, kulit mulus yang sering membuatku insecure karena nyaris tak terlihat pori-pori, tubuh proporsional dan tinggi, wangi. Belum kalau Arga pas lari-larian di lapangan basket suka bikin cewek-cewek menjerit nggak jelas. Dan aku sering banget merasa bangga saat mendapat tatapan iri dari para gadis setiap aku berjalan berdampingan dengan Arga.

"Males, kantin rame gara-gara Arya. Eh tapi, diterima nggak tuh cintanya?" tanyaku penasaran.

Arga terkekeh sambil meletakkan sebungkus sandwich di telapak tanganku.

"Gue udah yakin lo pasti nggak jadi jajan. Dimakan tuh, gue balik yah?" Arga menepuk kepalaku sekilas sebelum berdiri. "Dan iya, Arya resmi pacaran sama Sandriya. Keren juga tu anak." Ucap Arga lagi sebelum melambai padaku dan meninggalkan kelasku.

TakenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang