Part 21

565 72 3
                                    

Waktu terasa cepat bergulir saat hati sedang diliputi kebahagiaan. Seperti yang dialami Tita, tanpa terasa sudah satu bulan dia menjalani hari sebagai kekasih Riza. Semuanya masih sama, tapi menjadi berkali lipat. Sayangnya Riza, perhatiannya Riza, waktunya Riza yang dia berikan saat mereka berstatus teman menjadi dua kali lipat dibanding sebelumnya. Riza tidak pernah ragu mengucap cinta dan menunjukkan kasih sayangnya terhadap Tita. Mungkin masih terlalu dini menyimpulkan, tapi Tita tidak menyesal sudah melabuhkan hatinya pada sosok seorang Riza. Perhatian dan sayang yang tidak pernah ragu ditunjukkan Riza mengubah Tita yang mandiri menjadi sosok clingy dan bucin. Harinya akan terasa kosong kalau tidak mengobrol dengan Riza dan sebisa mungkin ditengah kesibukan, keduanya akan menyempatkan untuk bertemu.

Hari ini, weekend yang kebetulan keduanya memiliki waktu luang, sambil bergandengan tangan Riza dan Tita menyusuri lobi salah satu mall besar ibukota. Mereka sudah janjian dengan Calista, kakak Riza untuk makan siang bersama. Baru dua minggu menjalin asmara, Riza sudah mengenalkan Tita dengan keluarganya walaupun baru lewat video call. Dan yang tidak disangka-sangka kalau Tita dan Calista sang kakak ternyata sudah saling mengenal sejak jaman kuliah. Calista yang tergabung dalam sebuah komunitas yang sering mengadakan volunteering bertemu dan kenal dengan Tita yang rajin ikut kegiatan volunteer. Profesi Calista yang seorang apoteker juga membuat mereka beberapa kali bertemu di kegiatan seminar kesehatan.

"Pamaaaaan..." panggilan nyaring seorang bocah perempuan berusia empat tahun membuat Tita dan Riza kompak menoleh.

Bocah cantik dan imut dengan pipi gembil dan rambut pendek sebahu yang dihiasi bando lucu berlari menghampiri Riza yang langsung sigap menangkap dan mengangkat keponakannya untuk digendong.

"Paman, Aluna kanen." Ucap anak gadis tersebut dengan suara cadel khas bocah empat tahun. Kedua tangannya melingkar di leher Riza.

"Sama, paman juga kangen sama Aluna. Kiss-nya mana?" Riza mendekatkan pipinya ke arah bibir Aluna yang langsung mendaratkan ciuman pada paman gantengnya.

"Mbak udah lama?" sapa Riza pada Calista yang tengah mendorong stroller berisi bayi cowok berusia sembilan bulan yang sedang terlelap.

Sesaat Tita dibuat terpana melihat visual Riza dan kakaknya juga dua keponakan Riza yang lucu. Sudah lama mengenal Calista, seniornya tersebut memang sejak dulu populer karena kecantikan yang dimilikinya. Dan meskipun sudah berusia lebih dari 30 tahun dan beranak dua, kecantikan Calista tidak luntur malah makin menguar.

"Nggak juga, belum lama kok sampenya." Calista menoleh pada Tita dan memeluknya tanpa canggung.

"Lama nggak ketemu, makin cantik aja sih." Ucap Calista ramah.

"Ya ampun, mbak Calis tuh yang makin cantik. Udah ada buntut dua padahal." Tita balik memuji kakak sang pacar.

"Aku nggak nyangka ih kalau kamu bisa pacaran sama Riza. Asal tau aja nih dulu pas kita sering volunteer bareng, aku ada niatan loh mau comblangin kamu sama Riza. Tapi waktu itu aku ngiranya kamu udah punya pacar."

Tita dan Riza saling berpandangan sesaat dan tersenyum.

"Mbak bertiga aja?" tanya Riza.

"Nggak kok sama mas Ian, lagi cari parkir tadi rada susah. Nanti juga nyusul ke foodcourt. Kita kesana aja yuk."

Tita dan Riza mengangguk dan dengan sigap membantu Calista dengan bawaannya. Riza menurunkan Aluna dari gendongan dan gantian dengan Calista mendorong stroller Alaric, anak kedua Calista. Sementara Aluna digandeng Calista dengan mata yang memindai Tita penasaran.

"Hai cantik, namanya siapa?" Tita membungkuk agar tubuhnya sejajar dengan Aluna.

"Aluna, kalo ante namanya ciapa?" Tita tidak bisa tidak gemas dengan jawaban dan ekspresi yang diberikan Aluna.

TakenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang