Part 17

398 77 3
                                    

Arga's POV

*Flashback*

"Je, gimana caranya yah biar Tita bisa liat gue?"

Sambil bertopang dagu dengan pandangan mata yang nggak lepas dari Tita yang asyik tertawa di tengah-tengah permainan voli saat jam olahraga, gue mempertanyakan hal yang tolol menurut Jerian, salah satu sohib gue.

"Emang selama ini dia nggak liat lo? Gaib gitu lo di mata dia?" Jerian balik bertanya dengan nada skeptis.

"Bukan gitu. Maksud gue kapan dia bisa liat gue sebagai cowok gitu?"

"Lah emang selama ini dia liat lo sebagai apa? Bunda Dorce?"

"Ah tai lo." Gue bersungut sambil menatap Jerian dengan sinis.

Jerian terbahak keras sampai membuat kami jadi perhatian orang dalam beberapa detik.

"Lagian tinggal ngomong 'kapan disukain balik sama Tita' aja pake berbelit-belit lo."

Gue mendengus sebelum berganti posisi duduk jadi bersandar di bangku yang gue dudukin sejak tadi, dengan tatapan mata yang nggak lepas dari Tita. Sialan dia nggak sadar apa seimut dan secakep apa dia dengan potongan rambut pendeknya itu? Mana ketawanya juga cakep banget lagi, jadi pengen gue jadiin ringtone Hp.

"Gimana mau disukain balik kalo dia aja nggak sadar sama perasaan lo. Manusia nggak ada yang sempurna termasuk si Tita. Udah cantik, pintar, baik, ramah diborong semua tapi gak pekaan kalo ada yang naksir dia."

Gue manggut-manggut setuju dengan ucapan Jerian. Dari SMP bahkan mungkin SD, jaman dia masih anti-antinya berdekatan sama gue yang suka usil sama dia, Tita udah kayak kembang desa. Nggak terhitung berapa banyak cowok yang naksir dia dan berusaha deketin, tapi Tita nggak pernah peka. Dikira semua hanya mau berteman saja dengan dia sama kayak gue. Nggak tahu aja ini anak gue udah kepalang sayang banget sama dia, semenjak puber dan jadi paham bagaimana rasanya jatuh hati.

"Jujur dong. Laki bukan lo?"

"Sering kok gue ngajakin dia pacaran."

"Yee tai babi, lo ngajakin pacaran pas abis anterin gebetan lo pulang, lo pikir aja pake otak lo yang nggak seberapa itu kalo Tita langsung percaya." Jerian menendang pelan kaki gue.

"Padahal gue serius dari lubuk hati yang paling dalam."

Gue mengedikkan bahu santai menanggapi lirikan datar dari Jerian. Kayak yang udah malas aja menanggapi segala omongan gue.

"Arga!" gue dan Jerian sama-sama menoleh ke asal suara dan mendapati Annisa yang sedang melambaikan tangan dari pinggir lapangan.

"Gue ke Annisa dulu. Titip kasihin minum ke cewek gue yee, byeeee!" usai berkata gue melenggang begitu saja meninggalkan Jerian.

"Yee si anjing, gue juga jadi Tita sampe dinosaurus bangkit dari kubur kagak bakalan percaya sama mulut buaya lo." Umpat Jerian yang gue anggap angin lalu.

Annisa tersenyum manis saat gue sudah berdiri dihadapannya.

"Nggak kelas?" tanya gue.

"Kan udah bel istirahat? Nggak denger yah?"

Gue menyengir lebar, keasikan ngobrol sama Jerian sampai nggak sadar kalau udah bel istirahat.

"Kenapa nggak ke kantin?" tanya gue lagi.

"Ini mau ajakin kamu. Belum makan kan?"

Bukannya langsung mengiyakan, mata gue malah mengedar mencari eksistensi Tita. Dan gue langsung menangkap bayangannya yang sedang berjalan menuju kelas. Setelah memastikan Tita aman, gue kembali menatap Annisa dan mengiyakan ajakannya ke kantin.

TakenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang